
Harga Batu Bara Terancam ke Bawah US$ 100/ton Lagi
Raditya Hanung Prakoswa, ²©²ÊÍøÕ¾
04 May 2018 15:12

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾- Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka kembali tergelincir ke zona merah pada perdagangan kemarin, setelah ditutup melemah 0,89% ke US$100,1/ton. Pelaku pasar nampaknya masih cenderung merealisasikan keuntungannya, sekaligus masih mewaspadai hasil pertemuan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Setelah sejak awal Maret 2018 terus bergerak di bawah level US$100/ton, harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka tercatat mampu menembus angka US$102,05/ton pada perdagangan hari Selasa (1/5), didukung oleh penguatan harga minyak global.
Kenaikan harga minyak dipicu oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang berencana menarik diri dari perjanjian nuklir Iran yang dibuat oleh pemerintahan mantan presiden AS Barack Obama, bersama-sama dengan China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Inggris.
Trump akan memutuskan langkahnya pada 12 Mei mendatang. Bila rencana Trump benar-benar terjadi dan AS memutuskan memberikan sanksi ekonomi baru terhadap Iran, maka pasokan minyak dari Negeri Persia akan terganggu. Sentimen itu lantas mengerek harga minyak.
Namun demikian, hingga kemarin harga batu bara telah terkoreksi selama dua hari berturut-turut di kisaran 1%, yang mengakibatkan harga si batu hitam kini terancam kembali ke level di bawah US$ 100/ton.
Setelah harga batu bara meningkat sebesar 6,14% pada perdagangan hari Senin (30/4), disusul oleh kenaikan 2,67% pada perdagangan hari Selasa (1/5), investor nampaknya masih merealisasikan keuntungannya, dan akhirnya menekan harga batu bara.
Selain itu, pelaku pasar juga masih mewaspadai perkembangan negosiasi perdagangan antara Washington dan Beijing. Delegasi dari AS mengunjungi China pada Kamis-Jumat waktu setempat untuk memulai negosiasi perdagangan. Sebelum ada kesepakatan yang substansial, sepertinya investor masih akan memasang mode defensif karena risiko perang dagang bisa muncul kapan saja.
Beberapa saat sebelum perundingan dimulai, suasana dari kedua negara bahkan sudah agak tidak nyaman pasca pemerintahan Trump menyampaikan rencana untuk melarang sejumlah perusahaan China untuk menjual perangkat telekomunikasi di Negeri Paman Sam.
Alhasil, terobosan kesepakatan yang akan secara fundamental mengubah kebijakan ekonomi China dipandang sulit terjadi, meskipun sepaket kebijakan jangka pendek China bisa menunda keputusan bea impor AS, Reuters melaporkan.
Sebelum pertemuan dimulai, China juga sudah menunjukkan sikap yang keras terhadap AS. Seorang pejabat senior dari pemerintahan China mengatakan bahwa Negeri Panda tersebut tak akan mengalah kepada AS. China disebutnya tak akan menerima berbagai kondisi yang disyaratkan oleh AS guna memulai negosiasi, seperti memaksa China untuk mengabaikan program manufaktur jangka panjang ataupun menipiskan surplus neraca perdagangan hingga US$ 100 miliar.
Meski demikian, hari ini tensi itu setidaknya agak mereda pasca Mnuchin menyatakan kepada media bahwa telah melakukan kemajuan pembicaraan perdagangan dengan Negeri Tirai Bambu, seperti dilaporkan Reuters.
(RHG/gus) Next Article Harga Rata-Rata Batu Bara Diproyeksi Lebih Rendah Pada 2020
![]() |
Setelah sejak awal Maret 2018 terus bergerak di bawah level US$100/ton, harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka tercatat mampu menembus angka US$102,05/ton pada perdagangan hari Selasa (1/5), didukung oleh penguatan harga minyak global.
Trump akan memutuskan langkahnya pada 12 Mei mendatang. Bila rencana Trump benar-benar terjadi dan AS memutuskan memberikan sanksi ekonomi baru terhadap Iran, maka pasokan minyak dari Negeri Persia akan terganggu. Sentimen itu lantas mengerek harga minyak.
Namun demikian, hingga kemarin harga batu bara telah terkoreksi selama dua hari berturut-turut di kisaran 1%, yang mengakibatkan harga si batu hitam kini terancam kembali ke level di bawah US$ 100/ton.
Setelah harga batu bara meningkat sebesar 6,14% pada perdagangan hari Senin (30/4), disusul oleh kenaikan 2,67% pada perdagangan hari Selasa (1/5), investor nampaknya masih merealisasikan keuntungannya, dan akhirnya menekan harga batu bara.
Selain itu, pelaku pasar juga masih mewaspadai perkembangan negosiasi perdagangan antara Washington dan Beijing. Delegasi dari AS mengunjungi China pada Kamis-Jumat waktu setempat untuk memulai negosiasi perdagangan. Sebelum ada kesepakatan yang substansial, sepertinya investor masih akan memasang mode defensif karena risiko perang dagang bisa muncul kapan saja.
Beberapa saat sebelum perundingan dimulai, suasana dari kedua negara bahkan sudah agak tidak nyaman pasca pemerintahan Trump menyampaikan rencana untuk melarang sejumlah perusahaan China untuk menjual perangkat telekomunikasi di Negeri Paman Sam.
Alhasil, terobosan kesepakatan yang akan secara fundamental mengubah kebijakan ekonomi China dipandang sulit terjadi, meskipun sepaket kebijakan jangka pendek China bisa menunda keputusan bea impor AS, Reuters melaporkan.
Sebelum pertemuan dimulai, China juga sudah menunjukkan sikap yang keras terhadap AS. Seorang pejabat senior dari pemerintahan China mengatakan bahwa Negeri Panda tersebut tak akan mengalah kepada AS. China disebutnya tak akan menerima berbagai kondisi yang disyaratkan oleh AS guna memulai negosiasi, seperti memaksa China untuk mengabaikan program manufaktur jangka panjang ataupun menipiskan surplus neraca perdagangan hingga US$ 100 miliar.
Meski demikian, hari ini tensi itu setidaknya agak mereda pasca Mnuchin menyatakan kepada media bahwa telah melakukan kemajuan pembicaraan perdagangan dengan Negeri Tirai Bambu, seperti dilaporkan Reuters.
(RHG/gus) Next Article Harga Rata-Rata Batu Bara Diproyeksi Lebih Rendah Pada 2020
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular