
Ketidakpastian Ekspor di Libya Bawa Harga Minyak Menguat
Raditya Hanung Prakoswa, ²©²ÊÍøÕ¾
26 June 2018 10:43

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ -ÌýHarga minyak jenis light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) menguat tipis 0,05% ke US$68,22/barel, sementara Brent naik 0,21% ke US$74,77/barel, pada perdagangan hari Sealsa (26/06/2108) hingga pukul 09.43 WIB pagi ini.Ìý
Harga minyak mampu rebound setelah pada perdagangan hari Senin (25/06/2018) anjlok cukup dalam. Brent yang menjadi acuan di Eropa tercatat terkoreksi hingga 1% lebih.
Penurunan harga sang emas hitam pada perdagangan kemarin didorong oleh keputusan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang akan menaikkan produksi sekitar 1 juta barel/hari. Pada awalnya, kebijakan ini disambut positif oleh pelaku pasar. Pasalnya, kenaikan produksi sebesar 1 juta barel/hari dianggap tidak terlalu besar.
Bahkan secara riil di lapangan, kenaikan produksi mungkin hanya sekitar 770.000 barel per hari (bph) karena beberapa negara seperti Venezuela atau Iran akan sulit menaikkan produksi minyak. Oleh karena itu, kenaikan produksi tersebut diperkirakan bisa diserap oleh pasar, sehingga tidak akan ada kelebihan pasokan yang terlampau besar.
Namun euforia keputusan OPEC tersebut tidak bertahan lama. Sebab, bisa jadi tambahan pasokan di lapangan terlalu banyak sehingga tidak terserap oleh pasar. Barclays memperkirakan pasokan minyak dunia yang awalnya diperkirakan defisit 0,2 juta bph pada semester II-2018, menjadi surplus 0,2 juta bph.
Situasi itu lantas menyeret harga minyak ke zona merah pada perdagangan awal pekan. Namun, pagi ini harga minyak kembali mendapatkan angin segar dari ketidakpastian ekspor minyak mentah Libya, salah satu anggota dari OPEC.
Pasukan Libya National Army (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar, yang menguasai wilayah timur Libya, telah menyerahkan penguasaan pelabuhan minyak kepada perusahaan minyak separatis National Oil Corporation (NOC) yang berbasis di Benghazi. Perusahaan milik negara resmi yang berbasis di Tripoli, juga dinamakan NOC, tidak akan diizinkan lagi untuk ikut campur mengelola minyak di wilayah timur.
Hal itu disampaikan oleh juru bicara dari LNA, Ahmed Mismari, yang berbicara di salah satu stasiun TV di Libya, bahwa tidak ada kapal tanker yang bisa berlabuh di pelabuhan Libya Timur tanpa izin dari entitas NOC yang berbasis di Benghazi, seperti dikutip dari Reuters.
Situasi ini lantas kembali menimbulkan kekhawatiran investor terhadap langkanya pasokan minyak global yang saat ini sedang terjadi. Sebagai catatan, pasar minyak global memang telah mengalami pengetatan secara signifikan sejak 2017, saat OPEC dan mitranya (termasuk Rusia) sepakat untuk memangkas produksi minyak mentahnya demi mengerek harga minyak global.Ìý
"Meskipun adanya kesepakatan OPEC (pekan lalu), kita meyakini bahwa ketatnya pasokan minyak (global) akan mendorong harga minyak lebih tinggi pada tahun 2018. Kita memperkirakan harga Brent akan melebihi US$80/barel pada semester II-2018," ucap Jason Gammel dari bank investasi AS Jefferies, seperti dikutip dari ²©²ÊÍøÕ¾ International.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(RHG/roy) Next Article Kabar dari OPEC dan AS Tekan Harga Minyak
Harga minyak mampu rebound setelah pada perdagangan hari Senin (25/06/2018) anjlok cukup dalam. Brent yang menjadi acuan di Eropa tercatat terkoreksi hingga 1% lebih.
![]() |
Penurunan harga sang emas hitam pada perdagangan kemarin didorong oleh keputusan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang akan menaikkan produksi sekitar 1 juta barel/hari. Pada awalnya, kebijakan ini disambut positif oleh pelaku pasar. Pasalnya, kenaikan produksi sebesar 1 juta barel/hari dianggap tidak terlalu besar.
Namun euforia keputusan OPEC tersebut tidak bertahan lama. Sebab, bisa jadi tambahan pasokan di lapangan terlalu banyak sehingga tidak terserap oleh pasar. Barclays memperkirakan pasokan minyak dunia yang awalnya diperkirakan defisit 0,2 juta bph pada semester II-2018, menjadi surplus 0,2 juta bph.
Situasi itu lantas menyeret harga minyak ke zona merah pada perdagangan awal pekan. Namun, pagi ini harga minyak kembali mendapatkan angin segar dari ketidakpastian ekspor minyak mentah Libya, salah satu anggota dari OPEC.
Pasukan Libya National Army (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar, yang menguasai wilayah timur Libya, telah menyerahkan penguasaan pelabuhan minyak kepada perusahaan minyak separatis National Oil Corporation (NOC) yang berbasis di Benghazi. Perusahaan milik negara resmi yang berbasis di Tripoli, juga dinamakan NOC, tidak akan diizinkan lagi untuk ikut campur mengelola minyak di wilayah timur.
Hal itu disampaikan oleh juru bicara dari LNA, Ahmed Mismari, yang berbicara di salah satu stasiun TV di Libya, bahwa tidak ada kapal tanker yang bisa berlabuh di pelabuhan Libya Timur tanpa izin dari entitas NOC yang berbasis di Benghazi, seperti dikutip dari Reuters.
Situasi ini lantas kembali menimbulkan kekhawatiran investor terhadap langkanya pasokan minyak global yang saat ini sedang terjadi. Sebagai catatan, pasar minyak global memang telah mengalami pengetatan secara signifikan sejak 2017, saat OPEC dan mitranya (termasuk Rusia) sepakat untuk memangkas produksi minyak mentahnya demi mengerek harga minyak global.Ìý
"Meskipun adanya kesepakatan OPEC (pekan lalu), kita meyakini bahwa ketatnya pasokan minyak (global) akan mendorong harga minyak lebih tinggi pada tahun 2018. Kita memperkirakan harga Brent akan melebihi US$80/barel pada semester II-2018," ucap Jason Gammel dari bank investasi AS Jefferies, seperti dikutip dari ²©²ÊÍøÕ¾ International.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(RHG/roy) Next Article Kabar dari OPEC dan AS Tekan Harga Minyak
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular