²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

Seberapa Jitu Yield Obligasi Meramal Resesi AS?

Monica Wareza, ²©²ÊÍøÕ¾
16 December 2018 15:53
Para pelaku pasar mulai mencemaskan potensi resesi yang diperkirakan akan dialami Amerika Serikat (AS) dalam beberapa tahun ke depan
Foto: Ilustrasi Obligasi (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Para pelaku pasar keuangan hingga pemimpin perusahaan global mulai mencemaskan potensi resesi yang diperkirakan akan dialami Amerika Serikat (AS) dalam beberapa tahun ke depan.

Jika resesi terjadi, kondisi tersebut akan menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan dalam jumlah besar, pendapatan yang stagnan, dan tingkat kemiskinan yang meluas.


Ditambah lagi jika negara yang mengalami resesi adalah AS yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar dunia, sudah jelas negara-negara lainnya yang memiliki hubungan bisnis dengannya juga akan terdampak.

Tapi bagaimana memprediksi terjadinya resesi?

Dilansir dari BBC, Minggu (16/12/2018), cara paling akurat untuk memprediksi terjadinya resesi adalah pergerakan yield obligasi pemerintah Amerika Serikat atau akrab disebut dengan US Treasury. Instrumen ini sudah dijadikan sebagai tolak ukur masalah keuangan sejak resesi AS kelima pada 1955 silam.

US Treasury ini ditawarkan kepada investor dengan tingkat jatuh tempo yang berbeda-beda. Investor nantinya akan diberikan imbal hasil yang akan dibayarkan secara berangsur.

Seberapa Jitu Yield Obligasi Meramal Resesi AS?Foto: Ilustrasi Obligasi (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Karena jangka waktunya jatuh temponya ini cukup panjang, obligasi AS biasanya diperdagangkan secara bebas dengan harga yang berubah-ubah.

Sesuai dengan mekanisme pasar, jika permintaan tinggi maka harga akan naik namun yield-nya akan turun. Sebaliknya, jika harganya rendah maka yield akan naik.

Analis menggunakan kurva yield obligasi di kisaran jatuh tempo hingga 30 tahun untuk menelusuri resesi. Semakin rendah yieldnya, semakin rendah perkiraan suku bunga maka semakin buruk perkiraan kinerja ekonomi.

Obligasi dengan jangka waktu jatuh tempo panjang diharapkan memiliki yield yang lebih tinggi pula. Tujuannya untuk memberikan kompensasi bagi investornya dari tingkat inflasi dan periode kepemilikan yang lama.


Pada 4 Desember lalu, imbal hasil obligasi jangka pendek dan panjang telah terbalik atau dikenal dengan nama inverted yield.

Akhir pekan ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun berada di 2,7372%, lebih tinggi ketimbang tenor 3 tahun yang sebesar 2,7262% dan 5 tahun yaitu 2,734%, dikutip dari analisis Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾.

Terjadinya inverted yield ini merupakan pertanda awal datangnya resesi, karena investor meminta 'jaminan' yang lebih tinggi dalam jangka pendek. Artinya, risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang.

Seberapa Jitu Yield Obligasi Meramal Resesi AS?Foto: Ekspresi Trader di lantai bursa amerika di New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, AS, 12 November 2018. REUTERS / Brendan McDermid

Selama 60 tahun terakhir, resesi dimulai 9-24 bulan setelah inverted yield terjadi, dikutip dari BBC.

Dalam tiga resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor tiga dan lima tahun rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai, dilansir dari ²©²ÊÍøÕ¾ International yang mengutip Bespoke.

Selain itu, dalam tiga resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor tiga bulan dan 10 tahun rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor tiga dan lima tahun.

Saat ini tingkat pengangguran di Amerika mencapai 3,7% sedangkan pertumbuhan ekonomi tumbuh dengan cepat. Namun, pembalikan kondisi ini bisa terjadi kapan saja.

Lebih-lebih, peringatan dari inversi imbal hasil ini bisa jadi merupakan ramalan yang terwujud oleh perilaku para pelaku ekonominya sendiri.


Banyak masyarakat bereaksi terhadap peringatan tersebut dengan menahan pengeluaran, bank jadi cenderung berhati-hati menyalurkan pinjaman. Pertumbuhan kredit dari hipotek, pembiayaan mobil, kartu kredit dan kredit korporasi melemah, yang berarti lebih sedikit bahan bakar bagi pertumbuhan ekonomi.

Dengan kondisi ini, peringatan dari pasar obligasi harus ditanggapi dengan serius.

Capital Economics memprediksi resesi ekonomi di Amerika Serikat berpotensi terjadi dalam 18 bulan mendatang dengan persentase kemungkinannya mencapai 30%.
(prm) Next Article Bukan Bola Kristal, Inverted Yield tak Selalu Ramalkan Resesi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular