
Siap-Siap Jangan Kaget, Ekspor Minyak Sawit Bakal Jeblok
S. Pablo I. Pareira, ²©²ÊÍøÕ¾
19 June 2019 21:32

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksikan nilai ekspor produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia akan mengalami penurunan signifikan hingga akhir 2019.
"Nilainya akan turun. Walaupun kita lihat tonasenya (volume) meningkat, tapi siap-siap dengan angka nilai ekspor secara bulanan atau kuartalan turun," ujar Wakil Ketua Umum Gapki Urusan Perdagangan dan Keberlanjutan, Togar Sitanggang, usai rapat di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (19/6/2019).
Togar mengatakan, penurunan nilai ekspor akan terjadi signifikan karena harga FOB (freight on board) CPO yang saat ini sangat rendah berkisar US$ 470/MT dan RBD olein di kisaran US$ 500/MT akan terus bertahan hingga akhir tahun.
Menurutnya, tidak ada lagi cara untuk meningkatkan harga CPO dalam waktu dekat sehingga bisa mendongkrak ekspor. Peningkatan penyerapan dalam negeri melalui program B30 (biodiesel 30%) diperkirakan baru akan berjalan di tahun depan.
"Semua sudah mengantisipasi B30, tapi itu kan baru akan berjalan di 2020. Jadi kalaupun harga akan sedikit naik, itu baru di akhir tahun dan sudah enggak berpengaruh terhadap keseluruhan ekspor tahun ini," jelasnya.
Namum, ia masih optimistis volume ekspor CPO semester I-2019 serta hingga akhir tahun akan meningkat hingga 10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
Rasa optimistis ini didasari pada sentimen pasar di negara tujuan ekspor untuk membeli sebanyak-banyaknya di saat harga sedang rendah.
"Ini kan harganya lebih murah sehingga cenderung bisa menarik pembelian lebih banyak," katanya.
Selain itu, aturan Renewable Energy Directives (RED) II Uni Eropa, yang menetapkan volume impor CPO Eropa untuk biofuel di tahun ini sebagai basis (baseline) pengurangan bertahap hingga 2030, juga akan membuat importir di Eropa memasok CPO sebanyak-banyaknya sebelum pengurangan bertahap mulai berlaku di tahun depan.
"Kita tahu 2019 sebagai baseline volume impor mereka ke depannya. Jadi mungkin volume ekspor CPO untuk Eropa akan sedikit meningkat tahun ini supaya kita mendapatkan baseline yang lebih tinggi daripada sebelumnya," jelas Togar.
Hal yang sama dikatakan oleh Ketua Bidang Luar Negeri Gapki, Fadhil Hasan, menurutnya, volume ekspor ke China dan Eropa akan terus meningkat.
"Ke China itu CPO dan produk turunannya masih berpeluang. Ke Eropa juga saya kira enggak banyak berubah. Potensi peningkatan volume ekspor itu masih ada," katanya.
Sulit Olah Data Ekspor
(hoi/hoi) Next Article Kemarin To The Moon, Hari Ini Harga CPO Terpeleset
"Nilainya akan turun. Walaupun kita lihat tonasenya (volume) meningkat, tapi siap-siap dengan angka nilai ekspor secara bulanan atau kuartalan turun," ujar Wakil Ketua Umum Gapki Urusan Perdagangan dan Keberlanjutan, Togar Sitanggang, usai rapat di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (19/6/2019).
Togar mengatakan, penurunan nilai ekspor akan terjadi signifikan karena harga FOB (freight on board) CPO yang saat ini sangat rendah berkisar US$ 470/MT dan RBD olein di kisaran US$ 500/MT akan terus bertahan hingga akhir tahun.
Menurutnya, tidak ada lagi cara untuk meningkatkan harga CPO dalam waktu dekat sehingga bisa mendongkrak ekspor. Peningkatan penyerapan dalam negeri melalui program B30 (biodiesel 30%) diperkirakan baru akan berjalan di tahun depan.
"Semua sudah mengantisipasi B30, tapi itu kan baru akan berjalan di 2020. Jadi kalaupun harga akan sedikit naik, itu baru di akhir tahun dan sudah enggak berpengaruh terhadap keseluruhan ekspor tahun ini," jelasnya.
Namum, ia masih optimistis volume ekspor CPO semester I-2019 serta hingga akhir tahun akan meningkat hingga 10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
Rasa optimistis ini didasari pada sentimen pasar di negara tujuan ekspor untuk membeli sebanyak-banyaknya di saat harga sedang rendah.
"Ini kan harganya lebih murah sehingga cenderung bisa menarik pembelian lebih banyak," katanya.
Selain itu, aturan Renewable Energy Directives (RED) II Uni Eropa, yang menetapkan volume impor CPO Eropa untuk biofuel di tahun ini sebagai basis (baseline) pengurangan bertahap hingga 2030, juga akan membuat importir di Eropa memasok CPO sebanyak-banyaknya sebelum pengurangan bertahap mulai berlaku di tahun depan.
"Kita tahu 2019 sebagai baseline volume impor mereka ke depannya. Jadi mungkin volume ekspor CPO untuk Eropa akan sedikit meningkat tahun ini supaya kita mendapatkan baseline yang lebih tinggi daripada sebelumnya," jelas Togar.
Hal yang sama dikatakan oleh Ketua Bidang Luar Negeri Gapki, Fadhil Hasan, menurutnya, volume ekspor ke China dan Eropa akan terus meningkat.
"Ke China itu CPO dan produk turunannya masih berpeluang. Ke Eropa juga saya kira enggak banyak berubah. Potensi peningkatan volume ekspor itu masih ada," katanya.
Pada bulan Februari lalu, pemerintah menghapus kewajiban Laporan Surveyor (LS) untuk ekspor beberapa komoditi unggulan, termasuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.
Tujuan dari kebijakan ini sebenarnya baik, yakni untuk mempercepat proses ekspor dan meringankan beban eksportir yang seringkali harus dihadapkan pada serangkaian kewajiban administratif di pelabuhan ekspor yang sejatinya bisa disederhanakan.
Kendati demikian, pada kenyatannya penghapusan kewajiban Laporan Surveyor ini malah berdampak negatif bagi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Pasalnya, mereka jadi sulit mengolah data ekspor CPO yang sebelumnya tersusun rapi berkat adany laporan surveyor.
Hal ini diakui oleh Wakil Ketua Umum Gapki Urusan Perdagangan dan Keberlanjutan, Togar Sitanggang.
"Sejak kewajiban surveyor dihapus dan datanya dipegang Bea Cukai, kita kesulitan dapat detail. Kita lagi pusing ini. Jumlahnya ada tapi kita tidak bisa analisa data tujuan, produk apa," kata Togar.
Togar mencontohkan, jika selama ini laporan surveyor memberikan data lengkap volume ekspor sebuah produk turunan CPO ke suatu negara hingga sedetail mungkin, termasuk kode HS delapan digit, kini pihaknya perlu merapikan sendiri data-data tersebut.
"Datanya ada tapi misalnya kita perlu refined products, refine products yang mana. Kita kan nggak tahu, jumlahnya kelihatan mungkin naik tapi naik ke mana. Misalnya India, kita nggak tahu seberapa banyak," jelasnya.
(hoi/hoi) Next Article Kemarin To The Moon, Hari Ini Harga CPO Terpeleset
Most Popular