²©²ÊÍøÕ¾

7 Emiten Bakal Diusir dari Bursa, Anda Punya Sahamnya?

tahir saleh, ²©²ÊÍøÕ¾
29 May 2020 12:33
Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)
Foto: Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai menyoroti beberapa perusahaan tercatat (emiten) yang dinilai berpotensi terdepak (delisting) dari papan bursa seiring dengan lamanya periode suspensi atau penghentian sementara sahamnya lebih dari 12 bulan. BEI sudah menegaskan ultimatumnya kepada emiten-emiten tersebut.

Beberapa kriteria yang dipertimbangkan untuk melakukan delisting paksa di antaranya belum terpenuhinya syarat kepemilikan publik (refloat) dan kondisi keuangan perusahaan yang belum membaik.

Berikut beberapa emiten yang terancam delisting yang dirangkum dari keterbukaan informasi BEI:

1. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL)
Saham Bakrie Telecom berpotensi terdepak dari papan perdagangan Bursa seiring dengan saham perseroan telekomunikasi Grup Bakrie ini yang telah disuspensi atau dihentikan sementara selama 12 bulan. Masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 27 Mei 2021.

"Bursa meminta kepada publik untuk memperhatikan dan mencermati segala bentuk informasi yang disampaikan oleh emiten terkait," tulis pengumuman BEI, dikutip Jumat (29/5/2020).

Saham BTEL terakhir diperdagangkan di level Rp 50/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 1,84 triliun. Mengacu laporan keuangan BTEL September 2019, disebutkan BTEL yang dulu terkenal sebagai operator Esia ini tercatat di BEI pertama kali pada 3 Februari 2006 melalui Penawaran Umum Perdana Saham (initial public offering/IPO) Seri B sebanyak 5.500.000.000 saham.

BEI menyatakan bahwa Bursa dapat menghapus saham perusahaan tercatat apabila si emiten mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha emiten tersebut, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status emiten sebagai perusahaan terbuka, dan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

BEI juga bisa menghapus saham emiten yang terkena suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai dan hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

Mengacu laporan keuangan September 2019, pendapatan usaha neto BTEL hanya mencapai Rp 2,62 miliar, turun dari September 2018 yakni Rp 2,85 miliar, Pendapatan ini diperoleh dari pendapatan jasa telekomunikasi yang mencapai Rp 5,92 miliar dari sebelumnya Rp 6,51 miliar, tapi dengan beban pokok mencapai Rp 3,29 miliar dari sebelumnya Rp 3,67 miliar.


BTEL yang komisaris utamanya Anindya Novyan Bakrie ini masih menderita rugi bersih Rp 302,53 miliar, berkurang dari rugi September 2018 yakni sebesar Rp 823,11 miliar. Pada 30 September 2019 dan 31 Desember 2018, jumlah karyawan Kelompok Usaha BTEL masing-masing adalah 110 dan 6 karyawan.

2. PT Kertas Basuki Rachmat Tbk (KBRI)
BEI mengingatkan saham produsen emiten kertas, Kertas Basuki Rachmat,Ìýberpotensi didepak dari papan perdagangan di bursa secara paksa (force delisting) seiring dengan kondisi perusahaan yang telah memenuhi kriteria delisting.

Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 1 BEI Adi Pratomo Aryanto dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan Irvan Susandy mengatakan, sebelumnya melalui Pengumuman Bursa No: Peng-SPT-00008/BEI.PP1 telah menghentikan sementara perdagangan saham perseroan pada 23 April 2019.

BEI mengingatkan, perseroan dapat dihapuskan pencatatan sahamnya dari bursa bila mengalami kondisi yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat sesuai dengan ketentuan III.3.1.1.

Selain itu, BEI akan otomatis mendepak perusahaan dari bursa bila disuspensi (dihentikan sementara perdagangan sahamnya) selama 24 bulan.

"Sehubungan dengan hal tersebut, maka perseroan telah disuspensi selama 12 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 23 April 2021," tulis pengumuman bursa.

Saat ini komposisi kepemilikan saham perseroan sebanyak 34% digenggam Suisse Chater investment Ltd. Wyoming International memiliki porsi kepemilikan 30,4%, Quest Coporation 10,2% dan saham publik sebesar 25%.

"Bursa meminta kepada publik untuk memperhatikan dan mencermati segala bentuk informasi yang disampaikan oleh perseroan," kata pengumuman bursa lebih lanjut.


3. PT Nipress Tbk (NIPS)

Saham emiten produsen aki kendaraan bermotor, Nipress,Ìýberpotensi dihapuskan pencatatannya di BEI. Informasi ini disampaikan Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 Goklas Tambunan dan Kepala Divisi Pengaturan dan Perdagangan, Irvan Susandy, dalam surat pada 13 Maret 2020.

Pertimbangan potensi delisting ini mengacu pada pengumuman BEI No.: Peng-SPT-00008/BEI.PP3/07-2019 tanggal 1 Juli 2019 perihal Penyampaian Laporan Keuangan Auditan yang berakhir 31 Desember 2018 dan Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan dan Pencatatan Kembali Saham di Bursa.

Dalam surat itu, disebutkan, perseroan mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka.

Tidak hanya itu saja, BEI akan menghapuskan pencatatan saham emiten bila perusahaan tercatat disuspensi di pasar reguler dan pasar tunai setidaknya dalam 24 bulan. "Sehubungan dengan hal tersebut, maka saham Perseroan telah disuspensi selama 8 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 1 Juli 2021," tulis BEI.

4. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA)
Saham emiten konsumer Tiga Pilar Sejahtera ini juga terancam delisting Dari BEI pada 2020. Hal tersebut berkenaan dengan telah dihentikan perdagangannya (suspensi) selama 2018.

Berdasarkan surat yang disampaikan oleh Kepala Divisi Penilaian Perusahaan BEI Adi Pratomo Aryanto dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI Irvan Susandy, saham AISA berpotensi di-delisting karena sudah hampir melewati masa maksimal suspensi, yakni 24 bulan pada 5 Juli 2020.

Selain karena masa suspensi yang panjang, perusahaan ini juga dinilai mengalami kondisi yang secara signifikan mempengaruhi kelangsungan usaha secara signifikan. Bahkan hingga saat ini tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Saat ini manajemen AISA menyatakan telah melakukan restrukturisasi atas tiga surat utangnya yang telah dan akan jatuh. Langkah restrukturisasi yang diambil adalah dengan perpanjangan tenor, penurunan tingkat bunga dan konversi kepemilikan surat utang menjadi saham.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan ke BEI, disebutkan tiga surat utang tersebut adalah Obligasi TPS Food I Tahun 2013 dengan pokok sebesar Rp 600 miliar. Obligasi ini seharusnya telah jatuh tempo pada 5 April 2019.

Lalu Sukuk Ijarah TPS Food I Tahun 2013 dengan nilai pokok Rp 300 miliar yang seharusnya jatuh tempo pada 30 Juni 2019 dan Sukuk Ijarah TPS Food II Tahun 2016 senilai Rp 1,2 triliun.



5. PT Akbar Indo Makmur Stimec Tbk (AIMS)
BEI mengumumkan potensi delisting saham perusahaan perdagangan batu bara Akbar Indo Makmur Stimec setelah otoritas bursa menghentikan perdagangan saham AIMS sejak 29 Oktober 2018.

"Saham Akbar Indo Makmur Stimec telah disuspensi selama 19 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 29 Oktober 2020," kata Vera Florida, Kadiv Penilaian Perusahaan 2 BEI dan Irvan Susandy, Kadiv Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI, dalam pengumuman bursa, dikutip Rabu (27/5).

Berdasarkan ketentuan III.3.1.2 tentang penghapusan pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali (relisting) saham di bursa, perusahaan yang tercatat di BEI bisa didepak jika sahamnya telah disuspensi selama 24 bulan.

"Bagi pihak yang berkepentingan terhadap perseroan, dapat menghubungi Rudy Herman dengan nomor telepon 021-5208000 selaku Sekretaris Perusahaan. Bursa meminta kepada publik untuk memperhatikan dan mencermati segala bentuk informasi yang disampaikan oleh perseroan," tulis BEI.


6. PT Triwira Insanlestari Tbk (TRIL)
Saham Triwira Insanlestari, perusahaan yang bergerak di bisnis perdagangan komoditas hasil pertambangan dan energi dan juga pabrik perakitan umum, berpotensi didepak BEI.

Saham perusahaan sudah dihentikan sementara alias suspensi dan akan mencapai 24 bulan alias 2 tahun pada 2 Mei 2021 mendatang. Dalam pengumuman Potensi Delisting Perusahaan Tercatat PT Triwira Insanlestari Tbk, BEI mengungkapkan beberapa pertimbangan. BEI akan menghapus perdagangan saham TRIL dengan catatan apabila memenuhi beberapa kriteria.

Perusahaan ini pertama kali tercatat (listing) di BEI pada Senin 28 Januari 2008, ketika itu sahamnya bahkan melesat ke level Rp 620/saham dari harga saham perdana Rp 400/saham. Bahkan harga saham sempat ke posisi tertinggi Rp 665/saham. Kini harga sahamnya stagnan di Rp 50/saham.

Saat melantai di BEI, Triwira Insanlestari melepas 300 juta saham dengan harga Rp 400/saham dengan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) Rp 120 miliar. Dana itu dipakai untuk membangun ware house, ekspansi bisnis di Surabaya dan Balikpapan, dan sisanya untuk membayar pinjaman bank.

Tahun ini sudah ada empat emiten delisting yakni PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) pada 20 Januari, PT Leo Investments Tbk (ITTG) pada 23 Januari 2020, PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL) 6 April, dan PT Danayasa Arthatama Tbk (SCBD) pada 20 April lalu.


7. PT Golden Energy Mines Tbk
BEI memberikan tenggat waktu kepada emiten tambang batu bara Grup Sinar Mas, Golden Energy Mines atau GEMS untuk segera memenuhi Ketentuan V.1 Peraturan Bursa Nomor I-A sampai dengan tanggal 31 Oktober 2020.

BEI menegaskan pihaknya akan mempertimbangkan untuk melakukan proses delisting (menghapus pencatatan) atas efek perseroan di Bursa apabila sampai dengan 31 Oktober 2020 GEMS masih belum dapat memenuhi Ketentuan V.1. Peraturan Bursa Nomor I-A. Dalam pengumumannya, BEI menegaskan saham GEMS telah disuspensi (dihentikan sementara) sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

"Meskipun demikian, mengingat rencana GEMS untuk memenuhi ketentuan Bursa dengan adanya tindakan korporasi yang memerlukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan sesuai dengan relaksasi penyelenggaraan RUPS yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan [OJK], maka Bursa telah memberikan perpanjangan waktu pemenuhan Ketentuan V.1 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2020," tulis BEI, Rabu (27/5/2020).

Adapun sesuai dengan Ketentuan III.3.1.2, saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

Sementara itu, Ketentuan V.1 Peraturan Bursa Nomor I-A yakni disebutkan bahwa jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama paling sedikit 50.000.000 saham dan paling sedikit 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor.

Sepanjang tahun 2019,ÌýGEMS membukukan laba bersih sebesar US$ 65,41 juta atau ambles 34% dari tahun sebelumnya US$ 98,77 juta. Nilai laba bersih atribusi entitas induk tahun lalu ini setara dengan Rp 916 miliar (asumsi kurs Rp 14.000/US$).

Saham publik
Terkait dengan saham publik, BEI sebelumnya membenarkan rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewajibkan emiten yang dihapuskan pencatatan sahamnya secara paksa oleh BEI wajib membeli kembali seluruh saham yang beredar di publik. 

Aturan baru ini tertuang Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) 04/2020 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal. 

Dalam beleid aturan ini, pasal 69 ayat I mewajibkan perusahaan tercatat yang pencatatan efeknya dibatalkan oleh BEI melakukan pembelian kembali atas seluruh saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik dan pemegang saham publik kurang dari 50 pihak. Setelahnya, perusahaan tercatat melakukan perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi perseroan tertutup.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular