²©²ÊÍøÕ¾

Lega Deh! Sri Mulyani Sebut Capital Outflow RI Melambat

Lidya Julita Sembiring, ²©²ÊÍøÕ¾
10 August 2020 15:23
Menteri Keuangan Sri Mulyani  (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan tren keluarnya dana asing atau capital outflow mulai berkurang, termasuk di instrumen portofolio setelah sebelumnya RI didera penarikan modal asing secara besar-besaran sebagai dampak pandemi Covid-19.

"Dampak Covid-19 ke kegiatan ekonomi sangat dalam, banyak ekonomi negara [lain di dunia] terkontraksi karena PSBB [pembatasan sosial berskala besar atau lockdown di negara lain] dan terjadi di Q1 seperti di China Q1 minus 6,8 dan meskipun rebound di Q2," kata Sri Mulyani dalam paparan virtual program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Senin (10/8/2020).

"Maka kontraksi ekonomi terdalam terjadi di Q2, sebagian negara sudah ada negatif growth di Q1. Prancis Q1 negatif 5,7% yoy [year on year], maka pada Q2 diperkirakan 17,2%, kontraksi bisa realisasi hingga minus 19%. Singapura Q1 negatif dan Q2 minus 12,6%, tadinya proyeksi kontraksi minus 6,8, ternyata jauh lebih dalam," kata Sri Mulyani.

Sebagai informasi, Singapura memang mengumumkan ekonomi di kuartal II-2020 minus 41,2% dibandingkan kuartal I-2020. Sementara dibandingkan kuartal II-2019, ekonomi Singapura pada kuartal II-2020 minus 12,6%.

"RI Q1 masih miliki pertumbuhan positif 2,97% dan Q2 terkontraksi 5,3%, jadi kontraksi lebih dalam di awal, sama dengan negara lain. Korsel Q1 positif dan Q2 minus 2,9%. Vietnam dalam hal ini masih 3,8% dan Q2 mendekati 0%. China minus 6,8% Q1 dan Q2 rebound 3,2%," kata Sri Mulyani.

"Jadi semua negara di posisi luar biasa hadapi Covid ini dan beberapa pulih, karena kontraksi ini cukup dalam terjadi karena PSBB dari awal Covid ini," tegas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Dia mengatakan dampak corona ke pasar keuangan global sudah menunjukkan normalisasi atau penurunan volatilitas dari sebelumnya di awal-awal Covid-19 menjadi pandemi.

"Dari sisi pengaruh Covid ke pasar keuangan dan dirasakan paling berat pada saat Maret-April dan bertahap menuju kepada stabilisasi dari volatilitas ini dari akhir Mei dan Juni Lalu. Arus modal ke emerging market [negara berkembang, termasuk RI] mulai pulih, setelah capital outflow besar dalam waktu singkat," katanya.

Konpers Sri Mulyani 10 Agustus 2020Foto: Konpers Sri Mulyani 10 Agustus 2020
Konpers Sri Mulyani 10 Agustus 2020

Sri Mulyani mengutip data Bloomberg yang menunjukkan capital outflow sempat mencapai Rp 100 triliun, lalu naik lagi mendekati Rp 150 triliun tetapi saat ini sudah perlahan melambat dan menjadi sekitar Rp 130 triliun.

"RI capital outflow Rp 120 triliun di Maret dan timbulkan gejolak. Angka Covid-19 [yang positif di RI] capai 121.000 dan meninggal di atas angka 5.000 orang. Dari titik lokasi muncul Covid-19 di Maret dan muncul kepanikan. Epicentrum Covid masih di Jawa, dan di luar pulau Jawa, Sulsel dan Sumbar juga perhatian," jelasnya.

Sebagai perbandingan, di pasar surat utang RI, mulai terjadi kecenderungan asing menambah porsi kepemilikan. Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan (DJPPR) Kemenkeu per 6 Agustus mencatat, porsi asing di SBN RI mencapai Rp 942,93 triliun (terdiri dari SUN Rp 915,26 triliun dan SBSN Rp 27,67 triliun).

Jumlah itu bertambah Rp 16,2 triliun dari posisi 31 Maret 2020 saat bulan pertama RI terinfeksi corona, yakni Rp 926,91 triliun (terdiri dari SUN Rp 895,94 triliun dan SBSN Rp 30,97 triliun).

Adapun di BEI, terjadi pembelian asing di pasar negosiasi dan tunai Rp 16,02 triliun, sementara di pasar reguler masih terjadi net sell asing Rp 39,32 triliun secara year to date hingga penutupan sesi II, Senin ini (10/8).

Sri Mulyani juga mengungkapkan salah satu indikator pemulihan atau rendahnya volatilitas pasar saat ini salah satunya ditunjukkan dengan angka PMI atau Purchasing Managers' Index.

"Dari sektor manufaktur, terlihat pemulihan yang sebelumnya kontraksi sekarang posisi PMI positif di atas 50, seperti PMI AS, China, Uni Eropa dan RI yang dekati angka 50 dan India 46, serta Jepang di 45," katanya.

Sebagai catatan, aktivitas manufaktur Indonesia memang mulai bangkit, meski masih menunjukkan kontraksi. Aktivitas manufaktur ini dicerminkan dalam PMI berada di 46,9 pada Juli, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 39,1. Angka Juli merupakan yang tertinggi sejak Februari.

PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 berarti kontraksi, dan di atasnya berarti ekspansi.


(tas/tas) Next Article Prepare for the Worst, Ini Wejangan Sri Mulyani

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular