²©²ÊÍøÕ¾

CPO Meroket ke Level Tertinggi 8 Bulan, Menuju RM 3.000/ton

Tirta Citradi, ²©²ÊÍøÕ¾
16 September 2020 12:07
Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat. Kamis (13/9). Kebun Kelapa Sawit di Kawasan ini memiliki luas 1013 hektare dari Puluhan Blok perkebunan. Setiap harinya dari pagi hingga siang para pekerja panen tandan dari satu blok perkebunan. Siang hari Puluhan ton kelapa sawit ini diangkut dipabrik dikawasan Cimulang. Menurut data Kementeria Pertanian, secara nasional terdapat 14,03 juta hektare lahan sawit di Indonesia, dengan luasan sawit rakyat 5,61 juta hektare. Minyak kelapa sawit (CPO) masih menjadi komoditas ekspor terbesar Indonesia dengan volume ekspor 2017 sebesar 33,52 juta ton.
Foto: Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Hari ini masyarakat Malaysia merayakan hari libur nasionalnya. Tidak ada perdagangan hari ini karena bursa tutup. Namun sehari sebelum libur, harga minyak sawit mentah (CPO) Negeri Jiran meroket dan tembus level psikologis baru.

Selasa (15/9/2020), harga CPO untuk kontrak pengiriman November di Bursa Malaysia Derivatif Exchange naik 1,66%. Kini harga CPO dibanderol RM 2.941/ton dan menjadi level tertinggi sejak akhir Januari lalu. Dengan begitu harga CPO telah pulih kembali ke level sebelum pandemi Covid-19 merebak dan mendekati level harga RM 3.000/ton.

Kenaikan harga CPO tak terlepas dari penguatan harga minyak nabati lainnya. Para trader juga memperkirakan stok minyak sawit Negeri Jiran akhir September nanti tidak berubah dari level bulan sebelumnya mengingat adanya potensi ekspor yang lebih kencang.

Pada periode 15 hari pertama bulan ini, ekspor minyak sawit Malaysia tercatat naik 12% dibandingkan periode yang sama bulan lalu. Reuters melaporkan impor dari Uni Eropa dan Inggris untuk periode musim 2020/2021 naik 4,9% menjadi 1,2 juta ton.

Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dalam laporan terbarunya memprediksikan konsumsi global CPO akan turun sebesar 2,3% (yoy) pada periode September 2019 hingga Oktober 2020. USDA juga memperkirakan konsumsi CPO baru akan pulih di periode berikutnya dengan kenaikan sebesar 4,25 (yoy).

Analis memperkirakan konsumsi akan sedikit lebih rendah dibanding peningkatan outputnya untuk beberapa bulan mendatang. Apalagi memasuki musim puncak produksi di Indonesia dan Malaysia yang jatuh pada bulan September-November.

Kondisi tersebut akan memberikan dampak berupa terjadinya kelebihan pasokan (oversupply). Hal ini bisa memicu terjadinya koreksi harga. Namun seberapa banyak harga terkoreksi tergantung pada seberapa banyak pasokan itu berlebih. 

Jika melihat produksi Indonesia yang cenderung stagnan dan bahkan drop pada paruh pertama tahun ini akibat kekeringan panjang serta penggunaan pupuk yang lebih rendah serta dibarengi dengan adanya masalah kekurangan tenaga kerja di Malaysia, sepertinya harga tidak akan terkoreksi banyak.

Di sisi lain faktor program penggunaan biodiesel (B40) di Indonesia yang bakal menyerap pasokan domestik juga akan menjadi pendongkrak demand. Kemungkinan adanya fenomena La Nina juga patut diantisipasi. 

Pasalnya La Nina yang moderat akan cenderung mendukung produksi komoditas agrikultur. Namun La Nina yang ekstrem bisa memicu terjadinya banjir dan penurunan kualitas panen. Pada akhirnya disrupsi dari sisi pasokan terjadi dan berpotensi mendongkrak harga naik lebih tinggi.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾Â INDONESIA


(twg/twg) Next Article Turun sih, Tapi Harga CPO Masih Kuat di Level RM 2.800/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular