²©²ÊÍøÕ¾

Kisruh Kejagung & Wanaartha, Nasib 26.000 Nasabah Gimana?

tahir saleh, ²©²ÊÍøÕ¾
05 October 2020 07:36
Nasabah Wanaartha melakukan aksi damai di depan gedung Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan., Kamis (1/10/2020). (ist)
Foto: Nasabah Wanaartha melakukan aksi damai di depan gedung Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan., Kamis (1/10/2020). (ist)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ Indonesia - Forum Nasabah WanaArtha Life (Forsawa Bersatu) terus memperjuangkan kejelasan nasib mereka. Para pemegang polis PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaarthaÌý¾±²Ô¾±Ìýmenuntut agar Kejaksaan Agung (Kejagung) segera membuka sub rekening efek (SRE) yang sebelumnya diblokir.

Saat ini ada sebanyak sekitar 26.000 nasabah di seluruh Indonesia yang rekeningnya diblokir dengan perkiraan dana mencapai hampir Rp 3 triliun.

Forsawa meminta manajemen Wanaartha segera memberikan penjelasan dan bukti-bukti kepada Kejagung bahwa Wanaartha Life tidak terlibat dan tidak ada aset tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) atau para tersangka lain di dalam aset Wanaartha Life yang disita.

"Kami sebagai pemegang polis mengharapkan kebenaran yang terjadi dan kami sebagai pemegang polis tidak sepantasnya dirugikan dengan disitanya dana kami," kata Ketua Umum Forsawa Bersatu Parulian Sipahutar SH, dalam keterangan resmi, dikutip ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia, Minggu (4/10/2020).

"Kami mendukung segala tindakan Kejagung dalam kasus Jiwasraya, namun kami sangat tidak mendukung bilamana dalam rangka mengembalikan kerugian negara, pemegang polis Wanaartha Life dirugikan dan tidak dapat menikmati nilai hasil manfaat dan pokok investasi yang sudah mereka tanamkan," tegasnya.

Nasabah Wanaartha melakukan aksi damai di depan gedung Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan., Kamis (1/10/2020). (ist)Foto: Nasabah Wanaartha melakukan aksi damai di depan gedung Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan., Kamis (1/10/2020). (ist)
Nasabah Wanaartha melakukan aksi damai di depan gedung Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan., Kamis (1/10/2020). (ist)

Hingga saat ini Kejagung masih memblokir sekitar 800 SRE saham dan penyitaan aset terkait kasus Jiwasraya dan menyeret Wanaartha.

Pemblokiran tersebut berujung pada aksi protes para nasabah Wanaartha yang turun ke jalan, bahkan sampai mengirim surat pembukaan blokir rekening efek kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hanya saja, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Ali Mukartono, dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI secara virtual, Kamis (24/9/2020), menegaskan pihaknya tidak pernah menyita uang para nasabah Wanaartha.

"Kami tegaskan bapak sebagaimana dalam Panja [Rapat Panitia Kerja] terdahulu bahwa Kejaksaan tidak pernah menyita uangnya nasabah Wanaartha. Yang disita oleh Kejaksaan adalah saham atau reksa dananya Benny Tjokro yang ada di Wanaartha," katanya.

Benny Tjokro atau Benny Tjokrosaputro (Bentjok) adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX), satu dari enam terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi Jiwasraya.

Lima lainnya yakni Heru Hidayat; Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), Joko Hartono Tirto; Direktur PT Maxima Integra, Hendrisman Rahim; Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018, Hary Prasetyo; Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, dan Syahmirwan; mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya.

Parulian Sipahutar mengatakan dana nasabah adalah dana rakyat dan bukan dana milik perorangan ataupun institusi Wanaartha Life sehingga perlu dibuktikan dan Wanaartha Life harus menyampaikan bukti-bukti ini kepada Kejagung.

"Hal-hal ini akan menjadi angin segar bagi kejelasan nasib Pemegang Polis," katanya.

Kapan mulai gagal bayar?

Kejagung menyebutkan WanaArtha Life sebetulnya sudah mengalami gagal bayar kepada nasabah sejak Oktober 2019, sebelum Kejagung melakukan penyidikan perkara Jiwasraya pada Desember 2019.

Penyidikan Jiwasraya tersebut akhirnya berujung pada pemblokiran sekitar 800 SRE saham dan penyitaan aset terkait dengan proses penyelidikan kasus Jiwasraya, yang juga menyeret rekening efek milik Wanaartha Life.

"Kami informasikan, nanti saya sampaikan berita kepada Pak Rano [anggota DPR Komisi III, Rano Alfath] bahwa di bulan Oktober [2019] sebetulnya Wanaartha sudah gagal bayar kepada nasabahnya. Nanti saya sampaikan pak pembuktiannya," tegas Ali Mukartono, dalam Raker Komisi III DPR RI secara virtual, Kamis (24/9/2020).

"Jangan sampai gagal bayarnya di sana [Oktober 2019] kemudian digeser-geser menjadi tanggung jawab Kejaksaan," katanya.

"Karena Kejaksaan baru melakukan penyidikan perkara ini di akhir Desember 2019, di akhir Desember. Ini kita harapkan pihak kejujuran dari direksi Wanaartha," tegasnya lagi.

Ali menegaskan pihak Wanaartha tidak bisa membuktikan soal status rekening apakah berkaitan dengan Jiwasraya atau tidak.

"Setelah demo dari pihak nasabah Wanaartha, oleh pihak Wanaartha sudah dilakukan pembicaraan dengan para pemegang polis itu menyatakan kejaksaan tidak salah menyita semacam itu," jelasnya.

"Namun demikian kami masih membuka apakah, sejauh mana, karena ada dorongan dari Pak Presiden [Jokowi] dan sebagainya ada karena pengaduan ke Pak Presiden dari nasabahnya Wanaartha ini," tegasnya.

Ali mengatakan manajemen Wanaartha sudah dipanggil untuk menjelaskan persoalan tersebut.

"Direkturnya sudah kami panggil. Nah karena direkturnya tidak mengerti transaksi yang ada di dalamnya kami minta yang mengerti dari pihak Wanaartha supaya datang ke kejaksaan untuk membuktikan sumber uang itu."

"Tetapi sampai sekarang pihak Wanaartha tidak pernah hadir," tegas Ali.

Dalam Hak Jawab kepada ²©²ÊÍøÕ¾, 14 Februari 2020, ketika berita gagal bayar mencuat, manajemen Wanaartha membantah gagal bayar.

Pasalnya, perseroan mengaku tidak mengalami gagal bayar dan bisa menyelesaikan klaim nasabah. Hanya saja, perseroan menunggu untuk blokir rekening dibuka.

"WanaArtha Life tidak memiliki hubungan apapun dengan Jiwasraya. Hal ini telah kami sampaikan kepada Kejaksaan Agung RI pada saat direksi kami memberikan keterangan sebagai saksi," kata Yanes Y Matulatuwa, Dirut Wanaartha, dalam surat tersebut.

"WanaArtha Life selama 45 tahun berdiri tidak pernah gagal bayar, dan selama lima tahun terakhir kami telah membayarkan total klaim sebesar Rp 37 triliun kepada nasabah dan memiliki Risk Based Capital sebesar hampir 240%."

"Kami melakukan penundaan pembayaran dan Roll Over dikarenakan rekening kami diblokir oleh regulator sehubungan dengan adanya pemeriksaan yang dilakukan Kejaksaan Agung. Seperti yang telah dikemukakan oleh Kejaksaan Agung, ada 800 rekening dan 137 perusahaan yang diblokir," katanya.

Dia mengatakan gagal bayar adalah ketidakmampuan membayar, sedangkan perseroan melakukan penundaan pembayaran dan akan segera melakukan pembayaran kepada nasabah segera blokir rekening dibuka.

Setelah Kejagung menyebut gagal bayar Wanaartha sejak Oktober 2019, manajemen pun membantah. Menurut manajemen, pernyataan Jampidsus Ali Mukartono adalah informasi yang tidak benar.

"Kami melakukan penundaan pembayaran polis kepada nasabah sejak SRE kami diblokir pada tanggal 21 Januari 2020. Kami juga memiliki bukti pembayaran klaim kepada nasabah dari bulan Oktober 2019 hingga sebelum rekening efek diblokir," jelas Dirut Wanaartha Life Yanes Y. Matulatuwa, dalam siaran pers, Sabtu (26/9/2020).

Wanaartha juga menilai Kejagung keliru dengan membuat pernyataan bahwa pihak Kejakgung tidak pernah menyita uang nasabah Wanaartha Life melainkan saham atau reksa dana milik Benny Tjokro yang ada di Wanaartha Life.

Menurut manajemen, Kejagung telah melakukan pemblokiran dan penyitaan terhadap SRE Wanaartha Life yang mana SRE tersebut berisikan dana kelolaan (titipan) milik pemegang polis.

Perusahaan asuransi menghimpun dana dari premi yang dibayarkan oleh pemegang polis. Selanjutnya, dana ini diinvestasikan dan dikelola melalui pihak ketiga terutama di pasar uang dan pasar modal yang wajib mengikuti protokol transaksi yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Benny Tjokro sama sekali bukanlah pemegang polis, investor apalagi pemegang saham Wanaartha Life. Benny Tjokro tidak memiliki aset apapun di Wanaartha Life," tegas Yanes.

Wanaartha juga memandang keterangan Jampidsus Ali Mukartono sangat tidak tepat dan tidak akurat terkait dengan ketidakmampuan perseroan dalam membuktikan status keterkaitan rekening efek Wanaartha Life dengan kasus Jiwasraya.

WanaArtha Life sudah bersurat kepada Kejaksaan Agung (cq. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Dr. Febrie Adriansyah) dengan nomor surat 024/BDO/WAL/II/2020 tertanggal 14 Februari 2020 perihal Pengajuan Keberatan Atas Pemblokiran Sub Rekening Efek (SRE) dan Permohonan Pencabutan Perintah Pemblokiran Atas Sub Rekening Efek.

"Namun demikian, surat yang kami tulis ini tidak pernah direspons oleh Kejagung. Kami sebaliknya mempertanyakan mengapa justru hal ini baru direspons oleh Kejagung di dalam RDP dengan Komisi III DPR RI pada 24 September 2020," ungkap Yanes.

Selain itu, Daniel Halim, Direktur Keuangan Wanaartha Life secara resmi telah memberikan keterangan sekurang-kurangnya 4 kali kepada Kejagung selama penyelidikan kasus Jiwasraya.

Hal sebaliknya, pihak Kejagung meminta klarifikasi melalui forum yang tidak resmi serta tanpa disertai surat untuk meminta data-data terkait dengan nasabah Wanaartha Life.

"Pada prinsipnya, kami akan memenuhi perintah dari lembaga penegak hukum sepanjang hal tersebut disampaikan secara resmi dan tertulis kepada manajemen WanaArtha Life," kata Yanes.

"Tentu apabila dilakukan melalui forum yang tidak resmi, kami tidak dapat melakukan apa yang diminta oleh Kejaksaan Agung, mengingat data-data nasabah WanaArtha Life bersifat rahasia dan terbatas sehingga kami hanya dapat memberikan melalui forum yang bersifat resmi," jelas Yanes.

Nasabah Masih Dapat Manfaat di November 2019

Ketua Umum Forsawa Bersatu Parulian Sipahutar, dalam siaran persnya, mengatakan 8 bulan sudah sejak Wanaartha Life pertama kali menginformasikan kepada pemegang polis Wanaartha bahwa perseroan tidak dapat melakukan kewajibannya membayar nilai tunai manfaat dan pencairan pokok polis dikarenakan adanya pemblokiran dan penyitaan SRE dalam indikasi kasus Jiwasraya.

Wanaartha Life memberikan keyakinan bahwa Wanaartha Life tidak terlibat dan tidak ada asset Benny Tjokro atau para tersangka lainnya di dalam Aset Wanaartha Life yang disita.

Dalam perjalanannya Wanaartha Life sudah melakukan klarifikasi kepada Kejagung sebagaimana diminta. Bahkan OJK menjawab dalam surat balasan kepada para nasabah bahwa Wanaartha Life tidak dalam kondisi suspend, dan dalam kondisi beroperasional.

Dia menegaskan, suatu hal yang tak mungkin bilamana Wanaartha Life sudah dalam kondisi gagal bayar di Oktober 2019, maka sudah seharusnya Wanaartha Life mengalami permasalahan dan tidak menunggu sampai Februari 2020 untuk menyampaikan permasalahannya kepada pemegang polis.

Henry Lukito, salah seorang pemegang polis Wanaartha Life menyampaikan, "saya baru masuk menjadi nasabah Wanaartha Life di November 2019, jika Wanaartha Life gagal bayar Oktober 2019 mereka masih dapat melakukan penjualan?"

"Selama itu pula mereka melakukan kewajiban pembayaran nilai tunai. Apakah OJK juga lalai dalam melakukan pengawasan?"

Parulian menambahkan, "bilamana memang Wanaartha Life gagal bayar di Oktober 2019, jadi yang sekarang diblokir dan disita itu apa?"

"Wanaartha Life sudah menyampaikan bahwa yang disita merupakan asset Wanaartha Life yang ada di dalam SRE Wanaartha Life. Bukankah kalau gagal bayar berarti sudah tidak memiliki kemampuan bayar? Tapi kenyataannya masih ada Rp 2,4 triliun yang disita oleh Kejagung," katanya.

Ketua Umum Forsawa Bersatu Parulian Sipahutar menegaskan pemegang polis saat ini dihadapkan oleh kesulitan yang timbul dari perselisihan antara Wanaartha Life dan Kejagung.

Di satu sisi Wanaartha Life menyatakan kepada pemegang polis bahwa mereka tidak bisa melakukan kewajibannya karena pemblokiran dan penyitaan Kejagung.

Namun di sisi lain Kejagung menuduh Wanaartha Life terlibat dalam kasus Jiwasraya melakukan penyitaan terhadap aset Benny Tjokro dan lainnya, serta mengatakan Wanaartha Life sudah gagal bayar sejak Oktober 2019, yang bertentangan dengan pernyataan OJK.

Terakhir 1 Oktober 2020, beberapa pemegang polis mendatangi Kejagung untuk meminta kejelasan dan membuka sita, hal ini diikuti dengan kunjungan ke PN Jakarta Pusat dan di kota-kota lain juga.

Apapun yang terjadi adalah saat ini pemegang polis yang menderita.

"Saat ini yang seharusnya terjadi adalah Kejagung mengundang Wanaartha Life untuk menyampaikan klarifikasinya, Wanaartha Life juga harus bersikap ksatria dan terbuka akan segala hal yang diminta dijelaskan. Kejagung juga seharusnya berkoodinasi bersama OJK dan tidak melampaui kewenangannya dalam kasus inim" tegasnya.

"Kami sebagai pemegang polis mengharapkan kebenaran yang terjadi dan kami sebagai pemegang polis tidak sepantasnya dirugikan dengan disitanya dana kami. Kami mendukung segala tindakan Kejagung dalam kasus Jiwasraya," katanya.

"Namun kami sangat tidak mendukung bilamana dalam rangka mengembalikan kerugian negara, pemegang Polis Wanaartha Life dirugikan dan tidak dapat menikmati nilai hasil manfaat dan pokok investasi yang sudah mereka tanamkan."

Stephanie, salah satu nasabah WanaArtha Life menuturkan, rekening efek nasabah tak berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi Jiwasraya.

"Selama menanti putusan Jiwasraya, kami nasabah WanaArtha terseret dalam kasusnya, padahal kami pure menabung," ujarnya Kamis (1/10/2020).

Salah satu nasabah Wanaartha lainnya, Hendro Yuwono Salim menyebut, dana yang disita Kejagung bukanlah milik Wanaartha semata, melainkan juga milik pemegang polis.

Hendro menegaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian telah mengatur secara tegas kepentingan pemegang polis yang dilindungi oleh UU.

Selain itu dalam pasal 21 ayat 1 dan pasal 42 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK 2016) tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi menyatakan bahwa, "kekayaan dan kewajiban yang terkait dengan hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta wajib dipisahkan dari kekayaan dan kewajiban yang lain dari perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah."

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular