²©²ÊÍøÕ¾

2 bulan Lagi! 9 Bank Bermodal Cekak Dikejar Deadline Rp 1 T

tahir saleh, ²©²ÊÍøÕ¾
12 October 2020 09:58
Ilustrasi Gedung OJK
Foto: ²©²ÊÍøÕ¾/ Andrean Kristianto

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I atau bank dengan modal inti senilai Rp 100 miliar sampai Rp 1 triliun memiliki waktu hanya sekitar 2 bulan untuk menambah modal guna memenuhi ketentuan modal inti minimum bank umum tahun ini yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, bank diharuskan memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun tahun ini, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022.

Berdasarkan data OJK, hingga Desember 2018 ada 115 bank umum. Komposisinya, ada lima bank kategori BUKU IV (modal inti di atas Rp 30 triliun) di Indonesia dan menguasai 51,03% aset perbankan.

Kemudian, bank BUKU III (modal inti antara Rp 5 triliun-Rp 30 triliun) ada 28 bank dengan penguasaan aset 35,23%.

Adapun bank BUKU II (modal inti antara Rp 1 triliun-Rp 5 triliun) sebanyak 59 bank dengan pangsa aset 12,65%.

Sementara itu, untuk bank BUKU I ada sebanyak 22 bank dan penguasaan aset hanya 1,08%.

Artinya, minimal ada 22 bank yang terancam turun kelas jadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bila tak menambah modal.

BPR adalah bank dengan layanan terbatas. BPR hanya bisa memberikan layanan simpanan tabungan dan deposito. Wilayah operasinya lebih terbatas dari bank umum. Modal inti BPR berada di bawah Rp 100 miliar.

Sebab itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedari awal hingga saat ini jelang tahun 2020 berakhir, terus mendorong konsolidasi perbankan tanah air (merger dan akuisisi) guna memperkuat perbankan nasional.

"Untuk menghadapi perubahan ekosistem dan tuntutan inovasi yang masif, konsolidasi sektor perbankan menjadi keniscayaan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana dalam keterangan pers, awal Maret 2020.

Ketika itu dia menilai, ekosistem perbankan nasional sudah berubah, sehingga konsolidasi dilakukan agar skala usaha perbankan meningkat dan memiliki kontribusi yang maksimal terhadap perekonomian.

"Kalau kita tidak percepat, bank bank semakin hari semakin terdisrupsi, tidak bisa bersaing dengan lingkungannya pada akhirnya akan menjadi beban," ujarnya.

Berdasarkan data yang dihimpun ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia, setidaknya ada beberapa bank khususnya BUKU I yang belum memenuhi ketentuan modal minimum.

1. PT Bank Bisnis Internasional

Modal inti Bank Bisnis pada periode Juni 2020 baru sebesar Rp 508,53 miliar, dari periode yang sama tahun lalu Rp 396,98 miliar. Aset bank ini mencapai Rp 992,53 miliar dari Desember 2019 yakni Rp 953,74 miliar.

Situs resminya mencatat, Bank Bisnis Internasional didirikan di Bandung dengan nama Bank Ekonomi Nasional NV berdasarkan Akta Notaris Meester Tan Eng Kiam No. 76 tanggal 16 Maret 1957. Ruang lingkup kegiatan bank ini adalah menjalankan kegiatan umum perbankan non-devisa.

2. PT Bank Harda Internasional Tbk

Bank Harda hanya memiliki modal inti Rp 272,03 miliar per Juni 2020. Dengan demikian, dalam 2 bulan ke depan, perseroan wajib menambah modal minimal Rp 728 miliar.

Manajemen Bank Harda s±ð²ú±ð±ô³Ü³¾²Ô²â²¹Ìýmengungkapkan masih dalam penjajakan dengan beberapa investor strategis yang siap menyuntikkan modal kepada perusahaan pada tahun ini.

Direktur Bank Harda Harry Abbas mengatakan suntikan modal itu dibutuhkan setidaknya mencapai Rp 1 triliun, mengingat modal inti perusahaan saat ini berkisar sebesar Rp 300 miliar.

Suntikan modal tersebut nantinya bisa dalam bentuk penambahan modal dengan penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue, dan bisa juga dengan penempatan langsung atau private placement (Non-HMETD, tanpa hak memesan efek terlebih dahulu).

"Total mesti Rp 1 triliun, sekarang modal inti sekitar Rp 300 miliar. Ini juga ada aturan OJK soal konsolidasi," katanya kepada ²©²ÊÍøÕ¾.

Rencana penambahan modal Bank Harda ini ditargetkan terealisasi pada tahun ini, tapi pihaknya belum bisa memberikan informasi terkait dengan calon investor strategis.

Pada semester I-2020, modal inti Bank Harda turun menjadi Rp 272,03 miliar, dari Juni 2019 yakni Rp 297,33 miliar. Artinya butuh setidaknya minimal Rp 703 miliar agar Bank Harda masuk dalam kelompok BUKU II yang memiliki modal inti antara Rp1 triliun hingga Rp 5 triliun.

Bank Harda Internasional didirikan dengan nama PT Bank Arta Griya pada 21 Oktober 1992 dan pada 2015 melakukan Penawaran Saham Perdana (IPO) kepada masyarakat sebanyak 800.000.000 saham.

3. PT Bank Fama International

Bank yang berpusat di Bandung ini hanya memiliki modal inti Rp 265,13 miliar per Maret 2020 dari Maret 2019 sebesar Rp 269,39 miliar. Aset perusahaan mencapai Rp 1,31 triliun dari Desember 2019 yakni Rp 1,26 triliun.

Bank Fama mulai beroperasi pertama kali di di Jl Cihampelas 40 Bandung, pada 1 November 1993. Situs resmi mencatat, pada 20 Agustus 2015, Kantor Cabang Pembantu kelima di Bandung mulai beroperasi di Jalan Terusan Jalan jakarta 10E Antapani.

4.Ìý±Ê°ÕÌýBank Pembangunan Daerah Bengkulu (BPD Bengkulu)

BPD Bengkulu memiliki modal inti Rp 822,47 miliar per Juni 2020, naik dari periode yang sama tahun lalu Rp 668,37 miliar. Aset per Juni 2020 sebesar Rp 7,42 triliun dari periode Desember 2019 yakni Rp 6,68 triliun.

Situs resmi mencatat, BPD Bengkulu didirikan pada 9 Agustus 1969 berdasarkan Surat Keputusan p.d. Gubernur Penguasa Daerah Propinsi Bengkulu Nomor : 08/14/EKU/1969 yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia pada 17 Mei 1970. BPD ini memulai usahanya sebagai lembaga keuangan bank setelah diresmikan pembukaannya oleh Gubernur M. Ali Amin bersama Pangdam IV Sriwijaya Brigjen TNI Satibi Darwis pada 13 April 1971.

5. PT Bank Pembangunan Daerah Lampung (BPD Lampung)

Modal inti atau tier 1 BPD Lampung per Juni sebesar Rp 867,32 miliar, dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 591,73 miliar, sementara aset mencapai Rp 8,74 dari Desember 2019 sebesar Rp 7,97 triliun.

Bank ini didirikan 1965, di Bandar Lampung dengan nama BPD Lampung sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

6. PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS)

BPD Banten hanya memiliki modal inti Rp 63,09 miliar dari periode yang sama tahun lalu Rp 217,23 miliar, sementara asetnya per Juni 2020 yakni Rp 6,81 triliun dari Desember 2019 yakni Rp 8,09 triliun.

Rasio kecukupan modal atau CAR 8,02%. Dalam rangka penambahan modal ini, Bank Banten akan menerbitkan saham baru dengan seri dan nominal yang berbeda yaitu saham Seri C dengan nominal Rp 50.

Jumlah saham baru yang rencananya akan diterbitkan melalui PMHMETD (penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau rights isseu) adalah sebanyak-banyaknya 60.820.296.033 saham Seri C. Jumlah tersebut setara 90,46% dari jumlah saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan.

Pelaksanaan PUT VI akan mempengaruhi struktur permodalan dan pemegang saham apabila hanya Pemegang Saham Pengendali yang mengeksekusi HMETD. Efek dilusi dapat terjadi sebesar 90% dimana kepemilikan dari PT Banten Global Development berubah dari 51% menjadi 91,61%.

Sementara saham masyarakat kurang dari 5%, hanya 8,39%. Secara struktur permodalan dan estimasi nilai kapitalisasi pasar juga mengalami perubahan. Nilai estimasi penambahan modal dari rights issue ke 6 ini (penawaran umum terbatas/PUT VI) senilai Rp 1,55-3,04 triliun.

Selain itu, demi melancarkan jalannya penerbitan saham baru/rights issue, perseroan melakukan penggabungan nilai saham (reverse stock).

Direktur Bank banten Kemal Idris mengatakan nantinya, nominal saham perusahaan dengan setiap 10 saham lama menjadi 1 saham dengan nilai nominal baru.

Penggabungan nilai saham ini diperlukan untuk mendukung PUT VI dengan hasil valuasi saham tersebut. Hal ini juga terkait surat dari BEI tentang harga tidak boleh kurang dari Rp 50 per saham, sehingga biasanya langkah yang dilakukan adalah reverse stock.

"Reverse Stock dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dan memperkuat struktur keuangan. Right issue tidak akan terelisasi tanpa adanya Reverse Stock dikarenakan Peraturan Bursan Nomor I-A dan II-A terkait Batas Minimum Harga Transaksi Perdagangan Saham di Bursa," kata Kemal, Selasa (29/09/2020).

7. PT Prima Master Bank

Prima Master Bank (Prima Bank) adalah salah satu bank umum swasta nasional, berkantor pusat di Surabaya. Awal berdirinya bank dengan nama PT Inter Asia Pasific Bank pada 1 Nopember 1989, disahkan Menteri Kehakiman RI per tanggal 31 Juli 1990. Ijin usaha sesuai SK Menteri Keuangan RI No.160/KMK/013/1991 pada 13 Pebruari 1991. Prima Bank beroperasi sebagai bank umum mulai 1 Maret 1991.

Bank beroperasi selama kurang lebih 20 tahun dengan dukungan sekitar 300 karyawan dan 24 kantor bank termasuk kantor kas, yang telah terkoneksi secara on-line yang tersebar di Surabaya, Sidoarjo, Malang, Gresik, Jakarta, Jatinegara, Jember, Denpasar, Semarang, Bekasi, Tangerang, Depok dan Mataram.

Modal inti Prima Master Bank hanya Rp 286,09 miliar per Juni 2020, dari periode yang sama tahun lalu Rp 324,70 miliar, sehingga masih perlu melakukan tambahan modal paling sedikit Rp 713 miliar. Sementara aset Rp 2,45 trliun dari Desember 2019 yakni Rp 2,57 trlliun.

8. PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah (BPD Sulteng)

Modal inti per Juni sudah mencapai Rp 966,59 miliar dari periode yang sama tahun lalu Rp 759,54 miliar. Artinya hanya butuh sekitar Rp 34 miliar tambahan untuk modal minimum Rp 1 triliun tahun ini. Aset per Juni Rp 7,62 triliun dari Desember 2019 yakni Rp 7,61 triliun.

Bank Sulteng didirikan pada 1 April 1969 yang berlandaskan hukum pendirian adalah Izin Usaha Kementerian Republik Indonesia pada 27 Januari 1970. Sesuai peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah tentang perubahan tentang perubahan bentuk hukum BPD Sulawesi Tengah dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas pada 30 Maret 1999.

9. PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB)

Bank yang baru saja ganti nama dari s±ð²ú±ð±ô³Ü³¾²Ô²â²¹ÌýBank Yudha Bhakti per September lalu ini kini dikuasai oleh perusahaan e-commerce, Akulaku. Modal inti per Juni 2020 yakni Rp 936,43 miliar dari Juni 2019 sebesar Rp 702,75 miliar. 

Sementara aset perusahaan Rp 3,99 triliun, dari Desember 2019 yakni Rp 5,11 triliun. Saat ini, berdasarkan data pemegang saham Agustus 2020, porsi saham terbesar BBYB kini dipegang oleh PT Akulaku Silvrr Indonesia sebesar 24,98%, sisanya dipegang PT Gozco Capital Tbk 20,12%, PT Asabri (Persero) 18,62%, dan Yellow Brick Enterprise Ltd 11,09%, sisanya investor lainnya termasuk publik.

Sebelumnya BBYB melaksanakan Penawaran Umum Terbatas (PUT) III yakni menerbitkan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue sebanyak-banyaknya 1.320.381.878 atau 1,32 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp 100/saham.

Adapun harga pelaksanaan rights issue ini ditetapkan Rp 300/saham sehingga dana yang diraih Bank Yudha Bhakti mencapai Rp 396,11 miliar.

Di sisi lain, beberapa bank di luar bank BUKU I, juga tengah melakukan tambaha modal lewat rights issue, dan ada pula private placement.

Misalnya, PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang sudah naik kelas menjadi bank BUKU II. Bank Jago juga berencana melakukan penambahan modal via rights issue tahap kedua.

Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar mengatakan jumlah saham baru yang akan diterbitkan sebanyak-banyaknya 3 miliar saham.

"Yang pasti, dana hasil rights issue tahap II ini akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan agar dapat memenuhi aturan modal minimum bank sebesar Rp 3 triliun, membiayai ekspansi usaha, investasi di infrastruktur teknologi informasi dan pengembangan sumber daya manusia," kata Kharim dalam siaran persnya, Senin (5/10/2020).

Sebelumnya pada April 2020 perusahaan telah melakukan rights issue tahap pertama dan memperoleh dana senilai Rp 1,3 triliun.

Dana hasil penerbitan saham baru tersebut digunakan untuk menambah modal, meningkatkan skala bisnis, merekrut sumber daya manusia yang relevan dengan aspirasi bank dan investasi di bidang teknologi.

Bank Jago merupakan nama baru Bank Artos setelah bankir senior Jerry Ng dan Patrick Walujo menjadi pemegang saham baru Bank Artos.

Selain Bank Jago, PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) juga mengumumkan rencana penambahan modal via rights issue dengan nilai jumbo. Jumlah saham baru yang akan dirilis sebanyak-banyaknya 20 miliar saham baru atau sebesar 73% dari modal disetor.

PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) akhirnya merampungkan proses penambahan modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu atau private placement.

Berdasarkan keterbukaan informasi dari Perseroan, private placement tersebut berjumlah 16,36 miliar, yang seluruhnya diambil oleh KB Kookmin Bank, salah satu bank terbesar di Korea.

Dengan harga eksekusi Rp 190 per saham, maka melalui aksi korporasi ini Bukopin berhasil mendapatkan tambahan modal sekitar Rp 3,1 triliun. Hal ini menyebabkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bukopin naik di atas 16%.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular