²©²ÊÍøÕ¾

RI Harus Pulih Dulu Sebelum AS Daripada Ketiban Sial

Cantika Adinda Putri, ²©²ÊÍøÕ¾
09 March 2021 17:25
Ilustrasi Rupiah dan Dolar di Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Indonesia diharapkan pulih lebih dulu Amerika Serikat (AS) atas persoalan pandemi covid-19 beserta dampaknya. Bila tidak Indonesia dikhawatirkan ketiban sial.

Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, semua negara sekarang tengah memacu program vaksinasi agar bisa fokus ke pemulihan ekonomi. Termasuk AS. Vaksinasi di negeri Paman Sam tersebut sudah 82 juta orang dan ditargetkan herd immunity bisa tercapai di bulan Mei.

Pemerintah AS juga melakukan ekspansi fiskal untuk menggenjot perekonomian tummbuh lebih cepat. Apabila ekonomi AS lebih dulu pulih dari pandemi Covid-19, maka bukan tidak mungkin Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan melakukan normalisasi kebijakan suku bunga acuan.

Sehingga bisa menarik dana yang selama ini ada di negara lain. Kondisi yang sama ketika tahun 2013 tau dikenal dengan sebutan taper tantrum. Efeknya adalah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, anjloknya Indeks Harga Gabungan Saham (IHSG), dan melonjaknya inflasi serta stagnasi ekonomi.

"Tapering perlu dilakukan dan suku bunga di sana jadi cepat naik, maka emerging market seperti Indonesia bisa kena masalah. Paling enggak kita harus berimbang dengan AS," kata David kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Selasa (9/3/2021).

Sementara itu Indonesia menargetkan selesai vaksinasi di akhir tahun. Bila pemerintah mencapai target tersebut, menurut David masih cukup baik. Namun bila lewat maka Indonesia tidak ada kesempatan untuk mempersiapkan diri menghadapi tekanan dari pasar keuangan.

"Kalau itu bisa kita percepat, paling tidak ketika mereka tiba-tiba menaikkan suku bunga, kita juga sudah siap," kata David melanjutkan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menambahkan, kejadian taper tantrum 2013 yang jadi pelajaran adalah fundamental cadangan devisa (cadev) harus ditopang oleh kinerja sektor riil seperti devisa dari ekspor, bukan hanya gemuk karena penerbitan utang pemerintah.

Jika cadangan devisa rapuh ditopang sektor finansial maka taper tantrum akan menurunkan signifikan level cadev sehingga amunisi BI untuk kendalikan kurs rupiah mulai menipis. Oleh karena itu, menurut Bhima seluruh upaya pemerintah dan Bank Indonesia (BI) saat ini sebaiknya diarahkan untuk mencegah hot money terlalu dominan.

Hot money yang dimaksud, merupakan dana asing yang bersifat jangka pendek yang mengalir masuk (capital inflow) ke dalam pasar finansial suatu negara secara masif dan dapat keluar sewaktu-waktu (capital outflow).

"Fokus pada menarik investasi yang berkualitas seperti FDI (Foreign Direct Investment) pembangunan industri berorientasi pada ekspor," jelas Bhima kepada ²©²ÊÍøÕ¾.

Salah satu terobosan yang mendesak, kata Bhima ada dua, yakni memastikan repatriasi modal dari perusahaan asing di dalam negeri bisa ditekan. Pasalnya, saat ini stimulus untuk mendorong perusahaan asing di dalam negeri masih belum cukup.

Kedua, kata Bhima BI harus mendorong potensi devisa hasil ekspor (DHE) yang masih belum menetap di bank dalam negeri maupun dikonversi ke kurs rupiah.

"Kalau DHE bisa meng-offset larinya modal asing, struktur rupiah bakal lebih kuat menghadapi taper tantrum," jelas Bhima.


(mij/mij) Next Article Morgan Stanley: Taper Tantrum 2013 Niscaya Tak Akan Terulang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular