²©²ÊÍøÕ¾

'Dipompa' Kenaikan Harga CPO, Begini Valuasi Raksasa Sawit RI

Aldo Fernando, ²©²ÊÍøÕ¾
19 March 2021 12:30
Bongkar Muat Minyak Crude Palm Oil (CPO) (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sejak awal bulan ini harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sempat tercatat mengalami reli penguatan yang panjang. Sejak 1 Maret, harga CPO kontrak pengiriman Juni yang aktif diperjualbelikan di Bursa Malaysia Derivative Exchange sudah naik 3,12%.

Bahkan, pada Senin (15/3), harga CPO sempat menyentuh harga tertinggi sepanjang masa alias all-time high sebesar RM 4.247,50/ton. Angka ini terakhir dicapai pada 13 tahun lalu.

Kenaikan harga CPO bisa menjadi sentimen positif bagi saham emiten sektor perkebunan sawit di Tanah Air. 

Untuk itu, Tim ²©²ÊÍøÕ¾ mencoba menganalisis valuasi saham emiten sawit dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di bursa.

Pertanyaannya, bagaimana dengan rasio harga saham emiten sawit dengan market cap terbesar saat ini? Mana emiten yang paling murah?

Untuk melihat rasio harga Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾ memakai dua metode yakni Price Earning Ratio (PER), Price to book value (PBV).

PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.

Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah. PER biasanya akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.

Sementara PBV adalah metode valuasi yang membandingkan harga saham suatu emiten dengan nilai bukunya.

Semakin rendah PBV, biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Selain Rule of Thumb tersebut, biasanya rata-rata PER dan PBV peers atau per sektor juga diperhitungkan dalam analisis.


Menurut, data di atas saham TBLA merupakan saham yang tergolong paling murah valuasinya berdasarkan metode PER, yakni sebesar 7,45 kali. Bahkan, saham ini berada jauh di bawah rata-rata PER di sektor perkebunan sawit yang sebesar 27,71 kali.

TBLA mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun lalu dengan raihan laba bersih Rp 678,03 miliar. Angka ini naik 2,29% dari capaian 2019 Rp 662,83 miliar.

Lebih lanjut, apabila menggunakan rata-rata PER sektor, ada empat saham lainnya yang tergolong murah, yakni SSMS sebesar 27,09 kali, AALI 25,36 kali, LSIP 13,72 kali dan DSNG 14,01 kali.

Sementara, apabila menggunakan metode valuasi perbandingan antara harga saham dan nilai buku (PBV), saham emiten Grup Salim SIMP menjadi yang paling murah, yakni 0,53 kali.

SIMP berhasil membalikkan rugi bersih tahun sebelumnya menjadi laba bersih sepanjang tahun lalu. Pada 2020, perusahaan mencetak laba bersih Rp 234,28 miliar, naik dari sebelumnya rugi bersih sebesar 546,15 miliar.

Adapun berdasarkan PBV sektor yang sebesar 0,90 kali, saham lainnya yang tergolong murah, yakni TBLA yang memiliki PBV 0,86 kali.

Berikut ini grafik harga CPO dalam setahun terakhir.


Sebagai informasi, ada sejumlah faktor yang mendorong reli kenaikan harga CPO sejak awal bulan ini. Pertama, pasokan yang berkurang membuat harga CPO terkerek.

Malaysian Palm Oil Board mencatat produksi CPO Negeri Harimau Malaya pada Februari 2021 adalah 1,1 juta ton. Turun 1,85% dibandingkan bulan sebelumnya dan 14,19% dari periode yang sama tahun lalu.

Selain itu, pelemahan nilai tukar ringgit Malaysia juga menjadi penyebab kenaikan harga. Depresiasi ringgit membuat CPO lebih murah bagi investor yang memegang mata uang lain sehingga permintaan terhadap kontrak komoditasnya meningkat.

Faktor lain yang membuat harga CPO melesat adalah kenaikan harga minyak mentah. CPO merupakan salah satu bahan dasar pembuatan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif minyak.

Namun, reli penguatan tersebut harus berakhir pada Selasa (16/3) setelah harga futures CPO turun dari level RM 4.000, yakni RM 3.897/ton.

Jelang istirahat siang pada perdagangan hari ini, Jumat (19/3/2021), harga kontrak CPO pengiriman Juni 2021 drop 2,08% ke RM 3.720/ton.

Dengan demikian, dalam sepekan terakhir harga kontrak futures (berjangka) yang aktif ditransaksikan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange ambles 8,5%.

Harga minyak sawit pada paruh pertama tahun ini akan didukung oleh kurangnya tenaga kerja asing di Malaysia dan harga yang tinggi untuk minyak kedelai sebagai substitusi.

Sementara, lembaga rating Fitch Ratings meramal, dilansir dari Refinitiv, Jumat (19/3/2021) output industri akan meningkat sepanjang tahun dan hal ini akan berdampak pada harga CPO di tahun 2022.

"Kami telah meningkatkan asumsi kami untuk rata-rata harga CPO acuan Malaysia pada 2021 menjadi US$ 700/ton dari US$ 560/ton sebelumnya, dan menurunkan asumsi kami untuk 2022 menjadi US$ 550/ton dari US$ 600/ton. Asumsi jangka panjang kami tetap tidak berubah pada USD600/ton," kata Fitch Ratings.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular