
'Dipompa' Kenaikan Harga CPO, Begini Valuasi Raksasa Sawit RI

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sejak awal bulan ini harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sempat tercatat mengalami reli penguatan yang panjang. Sejak 1 Maret, harga CPO kontrak pengiriman Juni yang aktif diperjualbelikan di Bursa Malaysia Derivative Exchange sudah naik 3,12%.
Bahkan, pada Senin (15/3), harga CPO sempat menyentuh harga tertinggi sepanjang masa alias all-time high sebesar RM 4.247,50/ton. Angka ini terakhir dicapai pada 13 tahun lalu.
Kenaikan harga CPO bisa menjadi sentimen positif bagi saham emiten sektor perkebunan sawit di Tanah Air.Â
Untuk itu, Tim ²©²ÊÍøÕ¾ mencoba menganalisis valuasi saham emiten sawit dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di bursa.
Pertanyaannya, bagaimana dengan rasio harga saham emiten sawit dengan market cap terbesar saat ini? Mana emiten yang paling murah?
Untuk melihat rasio harga Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾ memakai dua metode yakni Price Earning Ratio (PER), Price to book value (PBV).
PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.
Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah. PER biasanya akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.
Sementara PBV adalah metode valuasi yang membandingkan harga saham suatu emiten dengan nilai bukunya.
Semakin rendah PBV, biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.
Selain Rule of Thumb tersebut, biasanya rata-rata PER dan PBV peers atau per sektor juga diperhitungkan dalam analisis.
Menurut, data di atas saham TBLA merupakan saham yang tergolong paling murah valuasinya berdasarkan metode PER, yakni sebesar 7,45 kali. Bahkan, saham ini berada jauh di bawah rata-rata PER di sektor perkebunan sawit yang sebesar 27,71 kali.
TBLA mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun lalu dengan raihan laba bersih Rp 678,03 miliar. Angka ini naik 2,29% dari capaian 2019 Rp 662,83 miliar.
Lebih lanjut, apabila menggunakan rata-rata PER sektor, ada empat saham lainnya yang tergolong murah, yakni SSMS sebesar 27,09 kali, AALI 25,36 kali, LSIP 13,72 kali dan DSNG 14,01 kali.
Sementara, apabila menggunakan metode valuasi perbandingan antara harga saham dan nilai buku (PBV), saham emiten Grup Salim SIMP menjadi yang paling murah, yakni 0,53 kali.
SIMP berhasil membalikkan rugi bersih tahun sebelumnya menjadi laba bersih sepanjang tahun lalu. Pada 2020, perusahaan mencetak laba bersih Rp 234,28 miliar, naik dari sebelumnya rugi bersih sebesar 546,15 miliar.
Adapun berdasarkan PBV sektor yang sebesar 0,90 kali, saham lainnya yang tergolong murah, yakni TBLA yang memiliki PBV 0,86 kali.