²©²ÊÍøÕ¾

Perkenalkan 2 Crazy Rich Baru Robinhood, Berharta Rp 37 T

Monica Wareza, ²©²ÊÍøÕ¾
20 July 2021 11:50
Vlad Tenev dan Baiju Bhatt
Foto: ²©²ÊÍøÕ¾

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sektor teknologi finansial (tekfin) terus memunculak miliarder setiap bulan. Selama bertahun-tahun Silicon Valley mencoba meruntuhkan dominasi layanan keuanagn konvensional melalu melalui aplikasi perdagangan, pemula pembayaran, dan pemberi pinjaman online mencapai valuasi yang besar.

Tahun ini kemunculan miliarder baru masih berasal dari tekfin, setelah sebelumnya co-founder Coinbase,  Affirm dan Marqeta sukses menghantarkan perusahaan mereka melantai di bursa.

Kali ini giliran para pendiri Robinhood, Vlad Tenev dan Baiju Bhatt, yang bisa memiliki nilai kekayaan masing-masing US$ 2,6 miliar (Rp 37,7 triliun, asumsi kurs Rp 14.500/US$) sejalan dengan rencana pencatatan saham Robihood di Nasdaq bulan ini.

Ini didasarkan kepada harga yang dilepas, yakni US$ 40/saham dalam kisaran harga yang disampaikan perusahaan dalam prospektusnya, Senin (19/7/2021).

Kedua orang yang merupakan teman sekamar saat menempuh pendidikan di Stanford ini masing-masing akan memiliki 7,9% saham beredar perusahaan. Mereka juga masing-masing melepas US$ 50 juta saham dalam penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) ini.

Sebelumnya, Robinhood berencana untuk dilepas di harga US$ 38-US$ 42 per saham dan akan tercatat di Nasdaq pekan depan. Dengan demikian proses ini akan meningkatkan valuasi Robinhood menjadi US$ 35 miliar dari sebelumnya US$ 11,7 miliar pada September 2020 lalu.

Pengguna berbondong-bondong ke Robinhood pada kuartal pertama karena volume perdagangan crypto melonjak dan popularitas saham meme seperti GameStop dan AMC Entertainment membawa jutaan trader baru ke aplikasi ini.

Pada akhir Maret, Robinhood memiliki 17,7 juta pengguna aktif bulanan, naik dari 11,7 juta pada akhir 2020.

Baru-baru ini, kendati Robinhood akan menjadi IPO terbesar tahun ini. Awal tahun ini perusahaan harus menghentikan perdagangan GameStop dan saham lainnya karena lonjakan volume yang tidak terduga menciptakan krisis likuiditas. Padahal peningkatan aktivitas merupakan keuntungan besar bagi pendapatan Robinhood

"Untuk melindungi perusahaan dan melindungi pelanggan kami, kami harus membatasi pembelian di saham ini," kata Tenev ketika pembatasan tersebut dilakukanuntuk menopang neraca, tetapi insiden itu menimbulkan pertanyaan tentang model bisnis perusahaan.

Robinhood diperkirakan akan mendapatkan US$ 1 miliar dari investor untuk menopang neraca, tetapi insiden itu menimbulkan pertanyaan tentang model bisnis perusahaan, yang dikenal sebagai pembayaran untuk aliran pesanan.

Robinhood memungkinkan pengguna membeli dan menjual secara gratis, dan menagih market maker seperti Citadel Securities atau Virtu untuk hak melakukan perdagangan pelanggan.

Otoritas Pengatur Industri Keuangan mengatakan pada bulan Juni bahwa Robinhood akan membayar denda sekitar US$ 70 juta untuk pemadaman seluruh sistem dan praktik komunikasi dan perdagangan yang menyesatkan.

Perusahaan ini juga menghadapi sederet gugatan class action yang diusulkan, serta pemeriksaan atau investigasi oleh regulator, jaksa agung negara bagian, Securities and Exchange Commission, FINRA dan Departemen Kehakiman AS.

Dalam prospektus awalnya awal bulan ini, Robinhood mengungkapkan bahwa ponsel Tenev telah diamankan oleh pengacara federal sebagai bagian dari penyelidikan GameStop.

Namun, co-founder Robinhood ini diposisikan untuk mendapat untung besar ketika perusahaan go public dan akan mengendalikan sebagian besar keputusan.

Tenev dan Bhatt akan memiliki semua saham Kelas B Robinhood setelah penawaran. Saham tersebut memiliki hak suara 10 kali lebih besar dari saham Kelas A, menurut prospektus, memberikan Tenev 26% hak suara, dan Bhatt 39%.

Pada tahun 2018, mereka masing-masing menjual US$ 55 juta saham kepada perusahaan investasi DST Global dalam transaksi sekunder, dan tahun berikutnya para founder ini berpartisipasi dalam penawaran tender US$ 67,6 juta yang tersedia untuk pemegang saham karyawan tertentu.

Tahun ini memang tahunnya sektor tekfin, setidaknya terdapat 12 perusahaan di sektor ini yang akan melakukan IPO, baik melalui listing langsung maupun melalui perusahaan akuisisi tujuan khusus (SPAC) dengan kapitalisasi pasar mencapai US$ 10 miliar atau lebih.

Di antara perusahaan-perusahaan itu dan beberapa perusahaan lain dengan penilaian lebih rendah, industri teknologi telah mencetak 16 miliarder pada tahun 2021. Sektor tekfin memperoleh keuntungan paling besar.

Beberapa nama seperti CEO Coinbase Brian Armstrong memiliki saham di aplikasi cryptocurrency-nya senilai sekitar US$ 8,7 miliar setelah listing pada bulan April lalu. Fred Ehrsam, yang ikut mendirikan Coinbase memiliki saham senilai US$ 2,7 miliar.

CEO Marqeta Jason Gardner memiliki kekayaan hampir US$ 2 miliar setelah perusahaannya tercatat bulan lalu. Sedangkan Max Levchin dari Affirm memiliki saham senilai lebih dari $1,5 miliar dari perusahaan pinjaman online ini yang IPO pada Januari lalu.

SoFi, penyedia pinjaman uang pendidikan, pinjaman rumah dan berbagai produk investasi dan asuransi, go public melalui SPAC pada bulan Juni dan sekarang bernilai US$ 12 miliar di saat tidak ada pemegang saham individu yang memiliki saham hingga miliaran dolar.

Jika dilihat dari sisi perusahaan swasta, perusahaan pembayaran Stripe bernilai US$ 95 miliar dalam putaran pembiayaan pada bulan Maret dan menjadikan pendirinya Patrick dan John Collison memiliki nilai saham total US$ 23 miliar, menurut Bloomberg Billionaires Index.

Lalu, Klarna, sebuah perusahaan pembayaran Swedia, sekarang bernilai US$ 46 miliar di pasar. CEO Klarna Sebastian Siemiatkowski memiliki kekayaan bersih US$ 2,2 miliar, menurut Forbes.

Selanjutnya Chime, yang memberikan layanan perbankan melalui ponsel, bernilai US$ 14,5 miliar, sementara Plaid, yang menyediakan teknologi back-end yang menghubungkan aplikasi dengan rekening bank, bernilai US$ 13 miliar setelah Visa terpaksa membatalkan rencana akuisisi perusahaan tersebut.

"Pasar kami melihat perubahan besar, dengan konsumen yang tidak pernah kami duga akan merangkul keuangan digital yang terlibat dengannya secara besar-besaran," kata Zach Perret, CEO dan salah satu pendiri Plaid, dikutip dari ²©²ÊÍøÕ¾, Selasa (20/7/2021).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular