
Soal Tranformasi Digital Kantor Cabang LN di RI, Ini Kata OJK

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri (KCBLN) di Indonesia yang akan mentransformasi bisnisnya menjadi digital tidak perlu memenuhi modal hingga Rp 10 triliun.
Hal itu lantaran ketentuan modal Rp 10 triliun di POJKÂ terbaru POJKÂ Nomor 12 tahun 2021 tentang Bank Umum yang baru dirilis Agustus ini adalah syarat untuk bank baru.
Sementara, bank yang bertransformasi ke digital hanya perlu memenuhi ketentuan pemenuhan modal minimal Rp 3 triliun sebagaimana aturan POJKÂ berkaitan dengan penggabungan dan peleburan.
Anggota Dewan Komisioner OJK sekaligus Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Heru Kristiana mengatakan pemenuhan modal minimal ini lantaran bank tersebut sudah tak lagi dianggap sebagai bank baru di Indonesia.
Dengan demikian pemenuhan modalnya pun tak perlu menyesuaikan dengan aturan yang baru dikeluarkan.
"Memang kalau induk jadi BHI [bank berbadan hukum Indonesia] itu boleh dikaitkan dengan bank digital tidak perlu lagi dianggap sebagai bank baru sehingga kalau mereka katakan akan transformasi digital ya modalnya tetap Rp 3 triliun saja, tidak perlu Rp 10 triliun karena sudah BHI," kata Heru dalam wawancara dengan ²©²ÊÍøÕ¾ TV, Jumat (27/8/2021).
Hal ini, kata Heru, sebelumnya sudah diatur dalam POJK Nomor 41 tahun 2019 Tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Integrasi dan Konversi Bank Umum.
"Ini kan dulu sudah ada kasus seperti itu sebelumnya jadi dibolehkan di POJK kita," terang dia.
Adapun dalam aturan baru, yakni POJK Nomor 12 Tahun 2021 OJK mengatur bahwa pendirian bank digital bisa dilakukan dengan dua opsi, pertama pendirian bank berbadan hukum Indonesia (BHI) menjadi bank digital atau transformasi dari bank umum menjadi bank digital.
Bila opsi pertama yang ditempuh maka pendirian bank digital sama dengan pendirian BHI yakni modal disetor minimal Rp 10 triliun.
Namun, ada juga pengaturan khusus, yakni setoran modal pada saat permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip pendirian bank digital dapat dipenuhi paling sedikit 30%, yakni Rp 3 triliun.
Persetujuan prinsip merupakan persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank BHI, menjadi satu dari dua tahap pendirian BHI. Satu tahapan setelah itu yakni izin usaha yang merupakan izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha bank BHI setelah fase persiapan (Pasal 14 POJK tersebut).
Sebelumnya, dalam dokumen FAQ POJK 12 ini, memang OJK menyatakan terus mendorong akselerasi transformasi digital, khususnya transformasi strategi bisnis bank ke arah digital banking dengan menekankan pada aspek efisiensi layanan, perlindungan nasabah termasuk keamanan data nasabah, serta dukungan terhadap inklusi keuangan.
Ada pula pertanyaan soal ini dalam dokumen FAQ tersebut, yakni apakah bank KCBLN di Indonesia bisa mengajukan lisensi sebagai bank digital?
OJKÂ menjawab, bahwa bank yang dapat beroperasi sebagai Bank Digital dalam POJK ini hanya berlaku untuk Bank BHI yang telah mendapatkan izin (lisensi) sebagai bank umum dari OJK.
"OJK tidak menerbitkan izin (lisensi) Bank Digital secara khusus, namun bank yang telah mendapatkan izin sebagai Bank BHI dapat beroperasi sebagai Bank Digital dengan memenuhi persyaratan operasional sebagai Bank Digital sebagaimana POJK ini, termasuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan untuk Bank BHI."
"Dengan demikian, Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri (KCBLN) di Indonesia tidak dapat beroperasi sebagai Bank Digital."
(tas/tas) Next Article Heru Kristiyana: Belum Ada Bank Yang Benar-benar Full Digital
