²©²ÊÍøÕ¾

Asia Pasifik Sumbang Polutan Karbon Terbesar Dunia, RI Masuk?

Feri Sandria, ²©²ÊÍøÕ¾
09 November 2021 09:50
Pemerintah China menutup jalan raya dan sekolah di sejumlah kota karena polusi udara akibat asap batu bara pada Jumat (5/11). REUTERS/Muyu Xu
Foto: Pemerintah China menutup jalan raya dan sekolah di sejumlah kota karena polusi udara akibat asap batu bara pada Jumat (5/11). REUTERS/Muyu Xu

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Asia-Pasifik adalah 'rumah' bagi penghasil karbon terbesar di dunia, dan para ahli mengatakan upaya global untuk memerangi perubahan iklim sangat bergantung pada negara-negara Asia untuk mengurangi ketergantungan terhadap batu bara.

Tahun lalu, kawasan ini menyumbang 52% dari emisi karbondioksida (CO2) global, menurut data terbaru dalam laporan Tinjauan Statistik Energi Dunia (Statistical Review of World Energi) yang diterbitkan oleh BP, satu dari empat raksasa migas global.

China menyumbang 59% dari total emisi di Asia Pasifik, sementara India menyumbang 13,7%, ungkap laporan tersebut.

Para pemimpin global dan pemerhati lingkungan bertemu di Glasgow, Skotlandia awal bulan ini melaksanakan KTT perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC), sejak 31 Oktober hingga 12 November. 

Dan, momen yang krusial dari pertemuan itu yakni COP-nya atau Conference of the Parties alias COP-26.

Acara tersebut diadakan untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil - termasuk batu bara - demi mengurangi emisi karbon dan membatasi pemanasan global.

Pada Kamis 12 November mendatang, 28 negara bergabung dengan aliansi internasional yang didedikasikan untuk menghentikan penggunaan batu bara secara bertahap. Sayangnya, dilansir ²©²ÊÍøÕ¾Â International, negara polutan batu bara terbesar di dunia - seperti China dan India - tidak ikut bergabung.

Lambatnya Transisi ke EBT

Batu bara menyumbang lebih dari seperempat konsumsi energi primer dunia. Energi primer mengacu pada energi dalam bentuk aslinya - seperti batu bara dan minyak - dan sebelum diubah menjadi bentuk energi lain.

Laporan BP menunjukkan nyaris setengah - atau sekitar 47,8% - dari energi yang dikonsumsi di Asia-Pasifik tahun lalu berasal dari batu bara,.

Persentase konsumsi batu bara ini adalah yang tertinggi di antara kawasan lainnya, termasuk Afrika, Eropa, dan Amerika Utara.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa batu bara menghasilkan lebih dari setengah energi yang dikonsumsi di China dan India tahun lalu. Sementara itu, 42% dari total energi yang dihasilkan di Indonesia berasal dari penggunaan batu bara.

Transisi energi di kawasan Asia Pasifik dari penggunaan bahan bakar fosil menuju sumber terbarukan masih "terlalu lambat," kata Gavin Thompson, wakil ketua untuk kawasan tersebut di konsultan energi Wood Mackenzie.

Bauran Energi Berdasarkan Kawasan Geografis Utama DuniaFoto: ²©²ÊÍøÕ¾
Bauran Energi Berdasarkan Kawasan Geografis Utama Dunia

"[Tingginya penggunaan batu bara tersebut] sebagian besar berasal dari kebijakan pemerintah. Meskipun target bersih nol datang dengan cepat dan ambisius ... hampir semua [negara] tidak memiliki perincian yang cukup tentang bagaimana hal ini akan dicapai, "kata Thompson dalam sebuah laporan Oktober, dikutip ²©²ÊÍøÕ¾Â International, Selasa (9/11/2021).

"Tanpa kemajuan dalam kebijakan, pertumbuhan masa depan Asia masih terlihat terlalu bergantung pada bahan bakar fosil, khususnya batu bara," tambahnya.

Emisi nol bersih mengacu pada pencapaian keseimbangan keseluruhan antara emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dan emisi gas rumah kaca yang diserap dari atmosfer, baik melalui cara alami atau dengan menggunakan teknologi penangkapan karbon yang masih dalam pengembangan lebih lanjut.

Konsumsi Energi Beberapa Negara Utama di Kawasan Asia PasifikFoto: ²©²ÊÍøÕ¾
Konsumsi Energi Beberapa Negara Utama di Kawasan Asia Pasifik

Indonesia - eksportir batu bara termal terbesar di dunia - berambisi untuk memenuhi 23% kebutuhan energinya dengan sumber terbarukan pada tahun 2025 dan mencapai emisi karbon nol bersih pada tahun 2060.

Kombinasi sistem perpajakan dan subsidi akan diperlukan untuk membantu perusahaan batu bara secara bertahap beralih ke industri yang lebih hijau, kata Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati.

"Kami tidak ingin membunuh bisnis, kami ingin memiliki transisi yang terjangkau dan adil," katanya kepada Forum Masa Depan Berkelanjutan ²©²ÊÍøÕ¾ pada bulan Oktober.

NEXT: Peran China dan India

Penggunaan batu bara adalah salah satu dari banyak masalah yang menjadi pemisah antara negara maju dan berkembang dalam upaya dalam membatasi kerusakan lingkungan.

Sebelumnya, pemerintah India berpendapat bahwa negara-negara berkembang memiliki kontribusi kecil terhadap emisi karbon di masa lalu dan mendesak negara-negara maju untuk memainkan peran yang lebih besar. Saat ini India adalah penghasil karbon terbesar ketiga di dunia.

China - penghasil karbon dioksida terbesar di dunia - juga telah meminta negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang untuk dapat berbuat lebih banyak.

Tidak jelas apakah negara dapat menjembatani perbedaan mereka pada pertemuan COP26 di Glasgow.

Tepat sebelum KTT Perubahan Iklim, para pemimpin Kelompok 20 ekonomi utama (G-20) gagal secara eksplisit berkomitmen pada netralitas karbon pada tahun 2050 dan menjanjikan diakhirinya subsidi bahan bakar fosil, kata ekonom di bank Prancis Natixis.

"Itu menjadikan peluang untuk membawa pulang pembangkit listrik tenaga batu bara masih terbuka, terutama untuk ekonomi yang bergantung pada batu bara yang dapat sangat menderita akibat transisi energi seperti China dan India," kata para ekonom dalam sebuah laporan pekan lalu.

Mereka mencatat bahwa target untuk emisi nol bersih yang diumumkan oleh China dan India - masing-masing pada tahun 2060 dan 2070 - lebih lambat dari target tahun 2050 yang dianggap penting untuk menjaga kenaikan suhu global pada batas 1,5 derajat Celcius di atas masa pra-industri.

Konsorsium Climate Action Tracker, yang melacak aksi, kebijakan, dan target iklim pemerintah, menilai komitmen China dan India sebagai "sangat tidak memadai (highly insufficient)."

Peringkat India diberikan sebelum Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan target emisi nol bersih.

Dampak Jangka Panjang Pertumbuhan China

China sebenarnya memiliki alasan kuat untuk bekerja menuju emisi karbon nol bersih, kata David Murphy, kepala wawasan kuantitatif China di Credit Suisse.

"Beijing memandang ini sebagai pendorong pertumbuhan, jadi mereka beralih ke energi hijau, ke dekarbonisasi sebagai pendorong pertumbuhan tepat ketika pendorong tradisional di China - perumahan, pengeluaran investasi aset tetap - sedang menuju puncaknya, " katanya kepada ²©²ÊÍøÕ¾ "Squawk Box Asia" minggu lalu.

Murphy mengatakan China telah menjadi pemimpin dalam industri seperti energi surya dan kendaraan listrik. Industri-industri tersebut dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi bagi China "untuk waktu yang lama," tambahnya.

Jadi mari melihat bagaimana dua negara konsumsi batu bara terbesar dunia ini merealisasikan komitmennya ke energi bersih.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾Â INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular