Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo mengatakan hingga saat ini OJK masih menunggu realisasi dari perbankan ini untuk memenuhi ketentuan modalnya ini.
"Semua komitmen bisa penuhi modal Rp 2 triliun, tinggal nunggu realisasinya," kata Slamet dalam pesannya kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Jumat (5/11/2021).
Menurut catatan ²©²ÊÍøÕ¾, setidaknya masih terdapat 13 bank yang saat ini belum memenuhi ketentuan permodalan minimal ini, sebagai berikut:
Berdasarkan data BEI, sampai dengan 4 Oktober 2021, terdapat 40 emiten yang berada di dalam pipeline bursa untuk melaksanakan rights issue dengan total dana yang diperkirakan akan diperoleh melalui right issue sebesar Rp 18,91 triliun.
Dari 40 perusahaan tersebut, terdapat 15 perusahaan di sektor finansial dengan perincian 6 perusahaan menyelenggarakan rights issue dengan target perolehan dana di atas Rp 1 triliun dan ada 9 perusahaan dengan target perolehan dana rights issue di bawah Rp 1 triliun.
Anton Hermansyah, Senior Investment Information and Technical Analyst PT Korea Investment and Sekuritas Indonesia mencatat, dalam blogÌýulasannya, saat ini setidaknya ada 20 bank yang berada dalam daftar yang wajib memenuhi modal inti minimal Rp 2 triliun. Bila semua bank tersebut harus memenuhi modal inti Rp 3 triliun maka harus ada tambahan dana Rp 27 triliun ke pasar.
Berikut Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾ mendata beberapa investor kakap yang siap menyetor dana ke bank mini demi memenuhi aturan OJK.
Akulaku
Bank yang disokong Akulaku-Alibaba, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) akan segera melaksanakan rights issue demi memenuhi aturan OJK
Sebelumnya dalam sesi Public Expose Insidentil di tanggal 6 September 2021, Direktur Utama BNC, Tjandra Gunawan mengatakan perseroan juga dalam proses merealisasikan rencana bisnis di semester II tahun 2021. Perusahaan berencana untuk menggelar rights issue atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) untuk meningkatkan modal inti BNC minimal Rp 3 triliun di akhir 2021.
Anthoni Salim
PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA), misalnya, juga sudah mendapat komitmen dari Salim Grup untuk menyerap rights issue dengan target sebesar Rp 1,24 triliun untuk meningkatkan modal inti perseroan.
BINA berencana menggalang dana lewat rights issue dan menargetkan meraup dana segar Rp 1,24 Triliun. Menurut Dirut Bank Ina Perdana, Daniel Budirahayu saat ini persiapan rights issue tengah dilaksanakan dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dana atas kewajiban yang ditetapkan oleh OJK.
Mengutip prospektus BINA, bank ini bakal melepas 282,72 juta saham atauÌý setara 4,76% dari modal ditempatkan disetor penuh. Dus, BINA bakal meraup dana Rp 1,24 triliun dari rights issue.
Jika rights issue ini berhasil terlaksana, Anthony Salim, selaku ultimate shareholder berpeluang menambah porsi kepemilikan sahamnya pada Bank Ina.
NEXT: Chairul Tanjung hingga Investor Hong Kong
Chairul Tanjung dan Investor Strategis
Bank dengan layanan digital PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), yang dikendalikan pengusaha nasional Chairul Tanjung lewat PT Mega Corpora, sudah menetapkan harga pelaksanaan aksi korporasi Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) III atau rights issue.
Berdasarkan prospektus yang dipublikasikan di situs resmi perusahaan, Allo Bank akan menerbitkan saham baru sebanyak 10.047.322.871 (10,04 miliar) saham biasa atas nama atau sebesar 46,24% dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah PMHMETD III dengan nilai nominal Rp100.
Harga pelaksanaan ditetapkan sebesar Rp 478/saham sehingga sehingga jumlah dana yang akan diterima dalam PMHMETD III ini sebesar Rp 4.802.620.332.338 (Rp 4,8 triliun).
Berdasarkan surat pernyataan tanggal 19 Oktober 2021, PT Mega Corpora selaku pemegang saham utama perseroan dengan kepemilikan 90% telah menyatakan hanya akan mengambil bagian dan melaksanakan sebagian dari HMETD yang menjadi haknya sebanyak 2.712.777.020 (2,71 miliar saham) atau sekitar 30% dari seluruh HMETD yang menjadi haknya.
Mega Corpora akan mengalihkan HMETD sisanya kepada beberapa investor strategis dalam rangka pemenuhan ketentuan Pasal 21 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.9/POJK.04/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
Hanya saja belum diungkapkan secara detail siapa calon investor strategis yang akan masuk menjadi pemegang saham bank eks Bank Harda ini.
Manajemen BBHI menyebutkan, dana yang diperoleh dari rights issue ke-3 ini, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan dalam rangka meningkatkan modal inti perseroan menjadi KBMI (kelompok bank modal inti) yang termasuk dalam kelompok KBMI 2 sebagaimana dimaksud dalam POJK 12/2021.
KBMI 2 adalah kategori bank dari OJK untuk bank dengan modal intinya lebih dari Rp 6 triliun sampai dengan Rp 14 triliun.
Investor Hong Kong
Indung Bank Ganesha, PT Equity Development Investment Tbk (GSMF) berencana untuk menerbitkan sebanyak 7,45 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 165/unit. Artinya target pendanaan dalam rights issue ini sebesar Rp 1,23 triliun.
Dalam keterangan yang terbit di keterbukaan informasi, dikutip oleh ²©²ÊÍøÕ¾ Kamis (14/10), manajemen GSMF menyampaikan bahwa dana rights issue tersebut akan digunakan untuk "meningkatkan investasi saham pada Bank Ganesha, entitas anak yang saat ini dimiliki oleh perseroan sebesar 29,86% dalam rangka memenuhi ketentuan modal inti minimum yang disyaratkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, baik melalui penyetoran saham sekurang-kurangnya sebesar Rp 1 triliun."
Perusahaan Hong Kong, Equity Global International Limited, selaku pemegang 67,76% saham GSMF, menyatakan akan melaksanakan hak HMETD tersebut dan menjadi pembeli siaga (standby buyer) apabila terdapat sisa saham dalam rights issue, maksimal senilai Rp 1,1 triliun.
Kredivo
PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI) berencana menerbitkan saham baru sebanyak-banyaknya 434,78 juta saham dengan harga pelaksanaan dan rasio HMETD yang masih belum ditetapkan.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada Juma, Bank Bisnis menjadwalkan rights issue dapat dilaksanakan pada November ini.
Pemegang HMETD yang tidak menggunakan haknya untuk membeli saham baru dalam rangka PUT II dapat menjual haknya kepada pihak lain pada periode tersebut. Apabila saham baru yang ditawarkan dalam PUT II ini tidak seluruhnya diambil bagian oleh pemegang saham, maka sisanya akan dialokasikan kepada pemegang saham HMETD publik lainnya, yang melakukan pemesanan lebih dari haknya.
Apabila setelah alokasi pemesanan saham tambahan, masih terdapat sisa saham, maka sisa saham tersebut akan dialokasikan kepada pembeli siaga. "Pembeli siaga dalam PUT II ini akan ditentukan kemudian," tulis manajemen dalam keterbukaan informasi.
Kredivo memang belum disebutkan sebagai pembeli siaga, akan tetapi sebagai pemegang saham utama dan pengendali, jika penawaran ini tidak terserap penuh ada peluang besar untuk kredivo mengambil defisit tersebut dan menambah kepemilikan saham di perusahaan.
NEXT:ÌýSejumlah Investor Lama Siap Setor Dana
Selain itu, PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) juga berencana menambah modal melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) sebanyak-banyaknya 20 miliar saham baru.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan bank yang berdomisili di Kota Surabaya ini, perseroan menetapkan nilai nominal Rp 100 dalam rights issue ini. Namun, perseroan belum menetapkan lebih harga pelaksanaan dari rights issue ini.
"Saham baru akan memiliki hak yang sama dengan saham-saham Perseroan lainnya yang telah dikeluarkan oleh perseroan sebelum PMHMETD, termasuk hak atas dividen," ungkap manajemen Bank Amar, dikutip Rabu (6/10/2021).
Perseroan telah memperoleh restu pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) mengenai rights issue ini.
Bank Amar juga sudah mengajukan pernyataan efektif kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan demikian ditargetkan, pelaksanaan rights issue akan dilakukan pada akhir kuartal keempat tahun ini.
Nantinya, dana yang diperoleh Bank Amar dari rights issue ini akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan dan sebagai tambahan modal kerja perseroan dalam rangka pemberian kredit kepada nasabah yang akan direalisasikan secara bertahap.
Selain itu terdapat juga PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) yang modal intinya masih berada di angka Rp 1,57 triliun yang mana masih lebih kecil dari persyaratan yang ditetapkan oleh OJK.
Untuk menanggulangi permasalahan ini perseroan telah berencana menerbitkan sebanyak-banyaknya 20 miliar saham dengan nilai nominal Rp 100. Harga pelaksanaan sendiri masih belum ditetapkan.
Rencananya, dana hasil rights issue ini akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan perseroan.
Para pemegang saham yang telah menyatakan komitmen untuk melaksanakan rights issue ini baru dari PT Inigo Global Capital (14,71%) dan PT Delta Indo Swakarsa (13,9%). Sedangkan, KPD Simas Equity Fund yang menggenggam 11,06% saham BACA, belum menyatakan sikap.
Saat ini, pemegang saham publik masih menjadi yang terbesar di saham BACA, dengan kepemilikan 60,27%
Perlu dicatat dalam pelaksanaan rights issue kali ini, BACA menegaskan tidak ada pembeli siaga (standby buyer).
Satu lagi yakni PT Bank JTrust Indonesia Tbk (BCIC), eks Bank Century dan Bank Mutiara, yang juga sudah menetapkan harga pelaksanaan aksi korporasi rights issue yakni Rp 330/saham.
Perseroan akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 4.545.504.522 saham Seri C dengan nilai nominal Rp100 per saham yang akan ditawarkan melalui PMHMETD atau 45,40% dari jumlah saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan. Dengan demikian BCICÌýini meraih dana sebanyak-banyaknya Rp 1,50 triliun dari penawaran umum terbatas (PUT).
Pemegang saham utama perseroan yakni J Trust Co., Ltd., Jepang, dan kelompok usahanya yakni J Trust Asia Pte. Ltd., Singapura dan PT JTrust Investments Indonesia bersama-sama telah menyatakan akan melaksanakan HMETD, dengan kompensasi komponen ekuitas Lain dan konversi Hak Tagih dari pinjaman subordinasi seluruhnya bersama-sama senilai Rp 1,36 triliun dalam PUT-2021 ini.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ÌýINDONESIA