²©²ÊÍøÕ¾

Ngeri! The Fed Bakal Ketatkan Moneter dengan Kekuatan Penuh

Putu Agus Pransuamitra, ²©²ÊÍøÕ¾
27 January 2022 11:50
Jerome Powell
Foto: Reuters

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) mengumumkan kebijakan moneternya pada Kamis (27/1) dini hari waktu Indonesia. Dampaknya sudah terasa di luar dan dalam negeri.

Nilai tukar rupiah tertekan dan nyaris menyentuh Rp 14.400/US$, sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masuk ke zona merah bersama bursa saham Asia lainnya.

Pengumuman dini hari tadi menegaskan bank sentral yang dipimpin Jerome Powell ini akan agresif dalam menormalisasi kebijakan moneternya, bahkan dengan kekuatan penuh.

Dengan inflasi jauh di atas 2% dan pasar tenaga kerja yang kuat, Komite (Federal Open Market Committee/FOMC) memperkirakan akan tetap untuk segera menaikkan rentang target suku bunga (Federal Funds Rate/FFR)," tulis pernyataan The Fed.

Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, The Fed membabat suku bunganya hingga menjadi 0% - 0,25%. Dengan pengumuman kali ini, pasar semakin yakin FFR akan dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% di bulan Maret.

Tidak hanya itu, The Fed juga diperkirakan bisa menaikkan suku bunga lebih dari 3 kali di tahun ini melihat pernyataan Powell yang menyebut inflasi masih berisiko meninggi.

"Risiko inflasi masih naik dalam pandangan FOMC begitu juga dengan pandangan pribadi saya. Ada risiko cukup besar inflasi yang kita alami saat ini akan berlangsung dalam waktu yang lama. Ada juga risiko inflasi akan semakin tinggi. Kami harus berada pada posisi di mana kebijakan moneter bisa mengatasi semua kemungkinan yang ada," kata Powell dalam konferensi pers usai pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir ²©²ÊÍøÕ¾ International.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di Amerika Serikat saat ini berada di level 7% year-on-year (yoy) pada bulan Desember. Inflasi tersebut menjadi yang tertinggi sejak Juni 1982.

Sementara itu inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed melesat 5,7% (yoy) di bulan November tahun lalu, tertinggi sejak Juli 1982. Sementara inflasi inti PCE tumbuh 4,7%, tertinggi sejak September 1983.

Data terbaru inflasi PCE akan dirilis Jumat besok.

Bank investasi ternama, Goldman Sachs sudah memprediksi Jerome Powell dan kolega bisa bertindak lebih agresif lagi.

Analis dari Goldman Sachs melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih banyak lagi akibat tingginya inflasi di Amerika Serikat.

"Prediksi dasar kami The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di bulan Maret, Juni, September dan Desember. Tetapi Kami melihat risiko The Fed ingin menaikkan suku bunga di setiap pertemuan sampai proyeksi inflasi berubah," kata David Mericle, ekonom di Goldman Sachs kepana nasabahnya yang dikutip ²©²ÊÍøÕ¾ International, Minggu (23/1).

HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Juga akan Kurangi Nilai Balance Sheet

Tidak hanya mengerek suku bunga, The Fed juga mengkonfirmasi akan mengurangi nilai neracanya (balance sheet) di tahun ini.

Sejak pandemi Covid-19 melanda, The Fed menerapkan kebijakan program pembelian obligasi (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan. Nilai QE tersebut sudah dikurangi (tapering) sejak bulan November lalu, dan akan berakhir pada Maret nanti.

QE pertama kali dilakukan pada Maret 2020, artinya sudah berlangsung selama 2 tahun yang membuat neraca The Fed melonjak menjadi nyaris US$ 9 triliun.

the fed

Besarnya nilai neraca tersebut yang akan mulai dikurangi oleh The Fed, artinya obligasi yang dimiliki akan dilepas sehingga menyerap kembali likuiditas.

Dalam pernyataannya dini hari tadi, The Fed mengatakan pengurangan nilai neraca bisa dilakukan setelah suku bunga dinaikkan dan itu akan dilakukan "dengan cara yang dapat diprediksi".

"The Fed berencana mengurangi nilai neracanya setelah suku bunga mulai dinaikkan, pengumuman tersebut mengindikasikan hal itu bisa dilakukan pada rapat kebijakan moneter di bulan Maret, yang sedikit lebih hawkish dari perkiraan kami," kata Michael Pearce, ekonom senior di Capital Economics.

Ketua The Fed juga mengkonfirmasi akan mengurangi nilai neracanya, tetapi tidak menyebutkan waktu yang spesifik.

"Neraca secara substansial lebih besar dari seharusnya. Perlu dilakukan pengurangan secara substansial dan itu akan memerlukan waktu. Kami ingin proses tersebut dilakukan dengan teratur dan dapat diprediksi," kata Powell.

Sementara itu Goldman Sachs sebelumnya memprediksi The Fed akan mengurangi neracanya sebesar US$ 100 miliar per bulan. Pengurangan tersebut diperkirakan akan dimulai pada bulan Juli dan akan berlangsung selama dua hingga dua setengah tahun, yang membuat neraca The Fed nantinya senilai US$ 6.1 triliun hingga 6.6 triliun.

Dengan demikian The Fed sudah melakukan tapering, kemudian akan menaikkan suku bunga dan mengurangi nilai neraca. Artinya, The Fed menggunakan kekuatan penuh untuk menormalisasi kebijakan moneternya.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular