²©²ÊÍøÕ¾

Gegara Perang, Normalisasi Kebijakan Moneter Penuh Tantangan

Lidya Julita Sembiring-Kembaren, ²©²ÊÍøÕ¾
13 April 2022 08:35
Menteri Keuangan Sri Mulyani Memberikan Keterangan Pers Mengenai Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2022 (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Memberikan Keterangan Pers Mengenai Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2022 (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Tahun ini sejumlah bank sentral dunia mulai melakukan normalisasi kebijakan moneter usai pelonggaran besar-besaran selama dua tahun masa pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Namun normalisasi itu menemui tantangan karena ada perang Rusia-Ukraina yang membuat situasi menjadi lebih rumit.

Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin bulan lalu. Demikian pula bank sentral Inggris (BoE) dan berbagai negara lain.

Kegiatan ekonomi yang mulai normal usai meredanya pandemi membuat laju inflasi terakselerasi. Ini yang harus ditekan melalui kebijakan moneter yang lebih ketat.

Saat ini inflasi terus meninggi, bahkan di AS sudah mencapai lebih dari 8%. Sesuatu yang belum pernah terjadi sejak 1981.

Akan tetapi, ada perkembangan baru yang membuat normalisasi kebijakan moneter terhambat. Perkembangan itu adalah perang Rusia vs Ukraina.

"Stabilitas sistem keuangan dalam kondisi normal di tengah tekanan eksternal yang meningkat karena perang di Ukraina. Perbaikan ekonomi global mengalami tekanan dan bergerak lebih rendah dari proyeksi sebelumnya di sertai volatilitas pasar keuangan yang meningkat seiring eskalasi perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina," papar Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan yang juga Ketua KSSK, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (13/4/2022).

Perang di Ukraina, lanjut Sri Mulyani, membuat proses normalisasi kebijakan moneter menjadi penuh tantangan. Sebab, ketidakpastian sangat besar.

"Dalam hal ini, kebijakan moneter di negara-negara maju adalah sebagai respons terhadap meningkatnya inflasi tinggi. Namun di sisi lain ada potensi pelemahan ekonomi, yang telah menimbulkan aliran modal pada emerging markets tertekan dan ini sejalan dengan realokasi aset untuk mencari tempat aman atau safe haven," papar Bendahara Negara.


(aji/aji) Next Article Ekonom Pecah Kongsi Soal Suku Bunga Acuan BI, Ini Ramalannya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular