
Prospek Saham Properti Tahun Ini, Bakal Menggeliat?

Jakarta,²©²ÊÍøÕ¾ - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DDR) di level 3,5%. Keputusan ini tentu berpengaruh terhadap sektor yang sensitif dengan bunga acuan, salah satunya properti.
Sensitivitas bunga acuan ke sektor properti sejatinya sudah terlihat. Terlebih, selama ini, BI dalam fase mempertahankan tren bunga rendah.
Jika mengacu pada data Bank Indonesia (BI) bahwa Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan kembali menunjukkan tren penurunan. SBDK pada Maret 2022 tercatat menjadi 8,11% dari 8,2% di bulan sebelumnya.
Pemerintah juga memberikan insentif untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendukung pemulihan sektor properti dengan memberlakukan kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 2022 diberikan sebesar 50% dari insentif PPN DTP 2021 yaitu 50% atas penjualan rumah paling tinggi Rp 2 miliar serta 25% atas penjualan rumah dengan harga di atas Rp 2-5 miliar.
Kombinasi sentimen dan kebijakan tersebut mendorong investasi di sektor properti yang berujung pada maraknya investasi di sektor ini. Kementerian Investasi atau dikenal dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan pada 5 Mei lalu bahwa sektor properti menjadi kontributor terbesar investasi nasional dan menyumbang sebesar Rp 17,5 triliun. Sementara nilai investasi dari penanaman modal asing berhasil meraup Rp 7,4 triliun.
Ditambah dengan menurunnya tingkat persentase KPR dan dibantu oleh insentif pajak, semua hal tersebut tampaknya ikut berkontribusi pada kinerja ciamik emiten properti dikuartal I-2022.
![]() |
Pertumbuhan pendapatan terbesar dicatatkan oleh CRTA yang berhasil maraup Rp 2,2 triliun atau 18% lebih besar dari pendapatanya pada kuartal yang sama tahun lalu.
Selanjutnya emiten BSDE yang mencatatkan pertumbuhan 22% menjadi Rp 2,026 triliun dari semula Rp 1,85 triliun.
Sedangkan dua emiten properti lainnya seperti SMRA dan ASRI mencatatkan pertumbuan pendapatan yang masing-masing 36,4% dan 102,8%.
Namun, pendapatan pada emiten PWON berkurang di kuartal tahun ini menjadi Rp 1,1 triliun dari Rp 1,3 triliun. Penurunan pendapatan ini salah satunya dipicu oleh kebijakan pemerintah untuk membatasi kegiatan masyarakat dengan menerapkan PPKM, sehingga salah satu lini terbesar seperti mall tidak dapat beroperasi.
Selain pertumbuhan pendapatan yang impresif, mayoritas emiten sektor properti berhasil mencetak laba.
SMRA melaporkan laba bersih sebesar Rp 235 miliar di kuartal I-2022 atau melesat 540% ketimbang periode yang sama di tahun sebelumnya yang hanya Rp 36 miliar.
Selain itu, laba bersih terbesar dicatatkan oleh PWON yang mampu mencapai Rp 408 miliar meski hanya tumbuh 61,5% dari tahun sebelumnya di Rp 253 miliar. CTRA juga melakukan hal yang serupa, di mana laba bersihnya berhasil tumbuh 43,9% menjadi Rp 328 miliar di tahun ini.
Satu emiten yang mampu membalikkan kerugian menjadi laba adalah ASRI dari semula mencatatkan kerugian fantastis sebesar Rp 313 miliar pada kuartal pertama tahun lalu, kini mampu menorehkan laba bersih Rp 137 miliar.
Belum Tercermin di Harga Saham
Meskipun, kinerja keuangan emiten properti pada kuartal pertama tahun ini berhasil menunjukkan kinerja yang baik, tapi kinerja saham emiten properti terlihat lesu di sepanjang tahun ini.
Secara year to date (ytd), indeks IDXPROPERTY telah terkoreksi 8,48%. Lantas, bagaimana prospek saham-saham emitennya?
Mengacu pada data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham SMRA dan BSDE tercatat menurun yang masing-masing sebesar 17,6% dan 8,91% dalam setahun terakhir. Saham ASRI hanya melemah 1,23%.
Sementara itu, harga saham PWON dan CTRA tercatat tumbuh yang masing-masing sebanyak 6,47% dan 1,03%.
Saham PT Trimitra Propertindo Tbk (LAND) berada di level terendah selama empat tahun terakhir. Namun belakangan, saham in bergerak dan mengalami kenaikan 90% selama satu bulan terakhir.