
Saham EV Indo Lagi Lucu-lucunya, di Luar Sudah 'Membosankan'

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kendaraan listrik (electric vehicle/EV) menjadi bisnis baru yang kian digandrungi oleh investor Tanah Air. Hal ini terbukti dari semakin ramainya pengusaha dan grup bisnis besar yang ikut terjun untuk menggarap bisnis yang diramal akan mendisrupsi sektor energi dan transportasi.
Selain dilakukan oleh pihak swasta didorong oleh beragam insentif pemerintah dan potensi bisnis menggiurkan, percepatan adaptasi EV juga mulai dilaksanakan oleh Kementerian BUMN secara luas. Organisasi pimpinan Erick Thohir tersebut akan mendorong penggunaan kendaraan listrik di perusahaan-perusahaan pelat merah guna mendukung percepatan transisi energi berkelanjutan.
Saat ini bisnis EV tanah air masih relatif baru, dengan mayoritas perusahaan yang ikut terjun di segmen ini, seperti Indika Energy (INDY), TBS Energy (TOBA) dan Wijaya Karya (WIKA) memiliki bisnis utama lain dan tidak 100% berfokus di kendaraan listrik.
Hype tersebut bahkan sampai menyambangi pergerakan saham EV. Setidaknya selama sepekan terakhir, mayoritas saham di sektor ini menguat.
Saham SLISÂ misalnya, naik 52,17% selama sepekan terakhir, bahkan lompat189,55% selama satu bulan belakangan. Saham INDY yang belum lama ini mengumumkan soal rencana mobil listrik juga menguat 1,32% sepekan dan 5,86% sebulan.
Lalu bagaimana dengan kondisi di pasar EV global yang relatif lebih matang dari Indonesia?
Kendaraan listrik di awal perkembangannya banyak mendapat tantangan oleh berbagai pihak, utamanya perusahaan minyak dan koalisi lobi energi fosil. Kini penentangan tersebut mulai berkurang dengan perusahaan energi fosil secara ramai-ramai mulai berekspansi ke bisnis tersebut. Hal ini sejalan dengan komitmen internasional yang secara aklamasi sepakat untuk segera melakukan transisi energi supaya netralitas karbon segera tercapai dan bencana iklim dapat terhindarkan.
Hingga saat ini, bisnis kendaraan listrik global masih sangat bergantung pada insentif yang diberikan oleh pemerintah di berbagai belahan dunia. Insentif itu dapat diberikan langsung kepada konsumen lewat beragam kemudahan agar membuat EV lebih kompetitif atau diberikan kepada perusahaan agar dapat menjalankan bisnis dengan tidak merugi.
Insentif utama dan paling berpengaruh adalah kredit karbon, di mana perusahaan EV dapat memperoleh jumlah kredit tertentu berdasarkan berapa banyak kendaraan yang diproduksi dan dijual ke konsumen. Kredit positif tersebut kemudian dapat dijual ke perusahaan besar yang telah menghabiskan kuotanya lewat perdagangan karbon.
Insentif ini diberikan untuk menggerakkan bisnis EV yang dinilai lebih ramah lingkungan. Apabila sukses, kebijakan ini mampu mendorong EV untuk mendisrupsi sektor transportasi, sehingga dapat menjadi bisnis utama masa depan.
Hal tersebut menjadi dorongan utama, mengapa investor global menggebu-gebu untuk mengoleksi saham perusahaan listrik. Bahkan dengan produksi yang sangat terbatas, lima pabrikan kendaraan listrik bahkan mampu masuk dalam daftar 20 besar pabrikan kendaraan dari sisi kapitalisasi pasar.
Perusahaan-perusahaan tersebut mengalahkan valuasi berbagai merek raksasa dunia seperti Nissan, Volvo, Suzuki dan Mitsubishi. Bahkan Tesla yang digawangi Elon Musk menjadi pemimpin di sektor ini dengan valuasi pernah tembus US$ 1 triliun dolar atau lebih besar dari total kapitalisasi pasar bursa saham domestik. Namun, sepertinya pasar sudah mulai 'bosan'dengan saham EV.
Lima perusahaan kendaraan listrik dengan valuasi terbesar di dunia bahkan mulai mengalami penurunan harga saham, berbanding terbalik saat permulaan IPO. Adapun masing-masing adalah sebagai berikut.
Tesla kapitalisasi pasar US$ 856,55 miliar atau setara dengan Rp 12.848 triliun (kurs Rp 15.000/US$). Kapitalisasi pasar Tesla 37% lebih besar tapi total kapitalisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang saat ini tercatat senilai Rp 9.355 triliun. Sejak awal tahun saham Tesla telah turun 31%.
NIO yang merupakan perusahaan EV asal China pada September 2018 berhasil meraih dana segar dari penawaran umum perdana (IPO) senilai US$ 1 miliar di Bursa Saham New York. Saat ini valuasi perusahaan tercatat senilai US$ 29,90 miliar (Rp 448,5 triliun) dan telah turun 47,30% tahun ini. Kapitalisasi tersebut setara dengan valuasi Telkom Indonesia (TLKM) di BEI.
Rivian yang tahun lalu resmi melantai di Wall Street berhasil menggalang dana lebih dari $ 13,7 miliar, menjadikannya sebagai IPO terbesar tahun 2021 dan salah satu yang paling jumbo dalam sejarah.Saat ini valuasi perusahaan tercatat senilai US$ 29,64 miliar (Rp 444,6 triliun) dengan harga sahamnya telah turun 74% sejak awal pertama diperdagangkan secara publik.
Selanjutnya ada dua perusahaan kendaraan listrik publik utama lainnya yakni Li Auto yang diperdagangkan di Bursa Saham Hong Kong dan Lucid di Wall Street. Kapitalisasi pasar Li Auto senilai HK$ 210 miliar (Rp 404 triliun) dengan sahamnya telah turun 21% tahun ini. Kemudian ada Lucid dengan kapitalisasi pasar US$ 23,47 (Rp 352 triliun), dengan sahamnya ambles 66% sejak awal tahun.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(fsd) Next Article INDY Garap EV Setelah Astra Bocorkan Penjualan Toyota Listrik