²©²ÊÍøÕ¾

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Efek jatuhnya Silicon Valley Bank (SVB) terhadap industri perbankan global masih belum usai. Menyusul kegagalan sejumlah bank di Amerika Serikat, krisis tengah melanda Credit Suisse dan Deutsche Bank di benua Eropa.

Menanggapi hal ini, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja menilai Credit Suisse sudah salah sejak sebelumnya. Tetapi tidak lama kemudian, bank yang sudah 167 tahun berdiri di Swiss itu kini berada di ambang kegagalan.

Baca: Saham Longsor, Apa Yang Terjadi Dengan Deutsche Bank?

"Credit Suisse sudah salah sejak beberapa waktu lalu sudah seperti orang baru kena Covid-19 kena DBD (demam berdarah dengue) lagi," ujar Jahja kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (27/3/2023).

Sementara soal Deutsche Bank, ia mengatakan baru sahamnya saja yang turun. Tetapi Jahja belum mendengar adanya masalah antara bank besar Jerman itu dengan nasabahnya.

"Jangan disamakan masalah di bank-nya dengan naik turun saham. Kadang bisa sama kadang bisa beda. Saham bisa karenaperformance-nya kurang," ujarnya.

Adapun saham Deutsche Bank AG anjlok pada hari Jumat (24/3/2023) pekan lalu setelah biaya asuransi utang terhadap gagal bayar (Credit Default Swap/CDS) melonjak ke level tertinggi dalam beberapa tahun. Kenaikan CDS menjadi sinyal baru akan kekhawatiran investor terhadap bank global.

Jahja mengatakan pihaknya sudah menjagarisk managementsejak lama. Berbeda dengan di Amerika, katanya, di manamiddle size bankkurang menjaga risikonya.

Baca: Jreng..StanChart Jual Bisnis di Yordania, Krisis Bank Meluas?

Sementara terkait kekhawatiran investor, ia mengaku pihaknya sudah memantau dan belum ada keraguan dari investor.

"Kita sudah monitor enggak ada keraguan investor, modal kita besar, likuiditas sangat banyak dan profit bagus NPL(non performing loan)rendah dan harga saham sudah tren naik. Itu sajaantisipasinya,"pungkasnya.

(fsd/fsd) Next Article BCA Dibobol Tukang Becak Rp 345 Juta, Nasib Nasabah Gimana?