
Temuan BPK Soal PMN 13 BUMN, Anak Buah Erick: 2024 Kelar!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan masalah pemanfaatan dana penyertaan modal negara (PMN) yang telah kepada 13 BUMN senilai Rp 10,49 triliun. Ini termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, hal yang disebutkan oleh BPK merupakan PMN periode 2015-2016. Namun, pihaknya pun telah meminta 13 BUMN tersebut untuk segera merampungkan penyelesaian proyek yang menggunakan penyertaan modal negara (PMN).
"Setahun ini dikejar, selesai 2024 paling lama untuk 13 (BUMN) itu," ujarnya di gedung Kementerian BUMN Jakarta, Kamis (22/6).
Arya menyebut, pihaknya saat ini sedang melakukan pemetaan terhadap proyek PMN mana saja yang belum terealisasi. Ia sempat menyebut sejumlah BUMN seperti PTDI, PT Sang Hyang Seri, PT Barata, hingga PTPN X, yang belum merampungkan proyek PMN periode 2015-2016.
Sebelumnya, pemeriksaan ini meliputi pengelolaan PMN di BUMN pada periode 2020-semester I tahun 2022, termasuk atas dana PMN tahun-tahun sebelumnya yang belum terserap 100%
Nilai PMN yang telah disetorkan namun belum mampu menyelesaikan berbagai pengerjaan proyek itu terdiri dari total nilai aset yang belum produktif karena belum selesai dikerjakan sebesar Rp 10,07 triliun dan belanja operasional yang belum dimanfaatkan sebesar Rp 424,11 miliar.
Akibatnya, aset sebesar Rp10,07 triliun belum dapat digunakan dan tujuan masing-masing kegiatan operasional sebesar Rp 424,11 miliar tidak tercapai, serta terdapat potensi pendapatan yang tidak diterima karena aset belum dapat beroperasi.
Temuan lainnya terkait ini adalah proses pencairan tambahan PMN atas penugasan jangka panjang yang diterima oleh PT Hutama Karya (HK) dalam pengusahaan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) lambat.
Oleh sebab itu, BPK merekomendasikan supaya BUMN yang mendapat penugasan jangka panjang dan untuk hajat hidup orang banyak, proyek pekerjaan harus segera dikerjakan tanpa menunggu PMN cair. Untuk pendanaan pekerjaan tersebut, selama tahun 2019-2021 PT HK melakukan bridging pinjaman jangka pendek yang akan dipenuhi setelah PMN cair sebesar Rp4,25 triliun dengan bunga pinjaman sebesar Rp 101,00 miliar.
Proyek penugasan JTTS kepada PT HK serta penugasan pemerintah berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak didukung dengan prioritas alokasi PMN, yaitu tidak terdapat pencairan PMN di tahun 2017 dan 2018.
Dengan demikian, PT HK harus menambah jumlah pinjaman sebesar Rp 13,16 triliun dengan beban bunga sebesar Rp2,86 triliun dan PT PLN harus menambah jumlah pinjaman sebesar Rp10 triliun dengan beban bunga sebesar Rp 529,00 miliar.
Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengelolaan PMN di BUMN mengungkapkan 10 temuan yang memuat 12 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 10 kelemahan SPI dan 2 permasalahan 3E sebesar Rp10,49 triliun.
(fsd/fsd) Next Article Soal Dividen BUMN Kecil, Tangan Kanan Erick Thohir Buka Suara