
Enam Hari Beruntun Rupiah Loyo, Dolar Naik Jadi Rp 16.125

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Rupiah kembali melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (29/5/2024), di tengah kembali positifnya data ekonomi AS baru-baru ini.
Berdasarkan data Refinitiv pada pukul 09:00 WIB, rupiah kembali dibuka melemah 0,25% ke posisi Rp 16.125/US$. Rupiah kini berada di level psikologis Rp 16.100/US$.
Sebelumnya pada penutupan perdagangan Selasa kemarin, rupiah ditutup melemah 0,16% di posisi Rp 16.085/US$.
Pelemahan rupiah juga terjadi di tengah naiknya dolar AS, meski cenderung tipis-tipis. Indeks dolar AS (DXY) pada perdagangan kemarin ditutup naik tipis 0,01% menjadi 104,61.
Jika memasukan pembukaan pasar hari ini, maka rupiah sejatinya sudah melemah selama enam hari beruntun. Depresiasi rupiah masih terdampak dari sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih hawkish, terlihat dari nada komentar para pejabat The Fed yang masih belum menginginkan untuk memangkas suku bunga acuannya.
Dalam risalah Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) minutes bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang dirilis pada pekan lalu, menunjukkan kekhawatiran dari para pengambil kebijakan tentang kapan saatnya untuk melakukan pelonggaran kebijakan.
Pertemuan tersebut menyusul serangkaian data yang menunjukkan inflasi masih lebih tinggi dari perkiraan para pejabat The Fed sejak awal tahun ini. Sejauh ini, The Fed masih menargetkan inflasi melandai 2%.
Hal ini tercermin dari survei CME FedWatch Tool yang menunjukkan probabilitas pemangkasan suku bunga kembali mengecil dari dua kali yang diperkirakan pada September dan Desember 2024, menjadi hanya terjadi pada November 2024 sebesar 25 basis poin (bp).
Selain itu, rupiah kembali melemah karena data ekonomi Negeri Paman Sam kembali menunjukkan tanda-tanda penguatan, di mana data indeks kepercayaan konsumen (IKK) AS terpantau meningkat pada Mei, setelah mengalami penurunan selama tiga bulan berturut-turut.
Mengutip hasil Conference Board, IKK AS naik pada Mei naik menjadi 102, dari sebelumnya di angka 97,5 pada April lalu. Indeks ini mengukur penilaian masyarakat AS terhadap kondisi ekonomi saat ini dan prospek mereka untuk enam bulan ke depan.
Ukuran ekspektasi jangka pendek terhadap pendapatan, bisnis dan pasar kerja juga naik menjadi 74,6 pada bulan ini dari 68,8 pada April.
Keyakinan konsumen yang meningkat menunjukkan daya beli masyarakat AS masih kuat di tengah kekhawatiran inflasi dan era suku bunga tinggi. Hal ini bisa memicu kebijakan hawkish The Fed berlanjut.
Setelah ini, pelaku pasar akan cenderung wait and see menanti rilis data inflasi PCE yang akan semakin menggambarkan kondisi ekonomi AS sebagai acuan kebijakan The Fed ke depan.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(chd/chd) Next Article Rupiah Anjlok buat Money Changer Antre, Segini Harga Jualnya