
Simak Cara Diversifikasi Investasi, Biar Cuan to The Moon!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Diversifikasi portofolio investasi perlu dilakukan oleh investor pemula untuk meminimalisir risiko kerugian besar dari satu portofolio investasi. Untuk itu, dalam pemilihan aset untuk diversifikasi, perlu ketelitian dan diikuti dengan penyesuaian profil risiko masing-masing investor.
Head Of Research Panin Sekuritas Nico Laurens mengatakan sebenarnya tidak ada desain diversifikasi yang baku, sebab masing-masing investor biasanya sudah memiliki pattern investasi yang disesuaikan dengan gaya investasi masing-masing.
"Jadi sebenarnya diversifikasi dilakukan karena dari sisi investment style itu banyak, bisa dibilang ga ada metode investasi yang sebenarnya lebih unggul dibanding yang lain," kata Nico dalam program Investime, Kamis (22/1/2021).
Salah satu contohnya adalah dengan meniru gaya investasi dari investor-investor kondang kelas dunia seperti Warren Buffet, John Templeton, George Soros hingga Peter Lynch.
Masing-masing dari mereka memiliki gaya investasi yang berbeda namun menekankan pada investasi jangka panjang atau value investing.
Namun, jika investor merasa kurang cocok dengan time frame investasi jangka panjang, investor bisa memilih gaya growth investing namun dengan catatan harus cermat dan jeli dalam memperhatikan fundamental portofolionya. Investasi dengan gaya ini biasanya memiliki jangka waktu yang lebih pendek.
Nico sendiri memiliki gaya investasi berbeda, terutama bagi investor yang mengelola investasinya sendiri yakni dengan memanfaatkan momentum, sehingga alokasi aset-aset yang dipilih dalam periode tersebut bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada.
"Misal punya Rp 1 miliar mereka bisa switch ketika market mengalami pressure atau downtrend ketika zaman 2020 turun itu kan biasanya obligasi akan lebih perform. Jadi di situ kita bisa pembobotan obligasi lebih besar dari saham atau pasar uang," jelas dia.
Selain di surat utang, investor juga bisa memilih penempatan dana pada saham dengan sektor yang dinilai defensif selama kondisi pasar dinilai dalam penurunan. Contohnya saja sektor konsumer, sektor ini dinilai memiliki performa paling baik meski pasar dalam kondisi downtrend.
"Contohnya ketika sudah sisihkan 30% buat saham 300 juta bisa konsumer 30%, Rp 90 juta itu pelan-pelan," katanya.
Selanjutnya, adalah memilih saham yang cocok dan kinerja paling baik di sektor tersebut. Investor bisa menempatkan dananya di beberapa saham yang dinilai paling baik dengan porsi yang lebih besar dari alokasi di sektor ini, dengan pembobotan yang lebih besar ketimbang saham lainnya.
Disamping itu, untuk alokasi aset di reksa dana biasanya bisa disesuaikan dengan profil risiko dan rencana penggunaan dana nantinya.
"Jangan seandainya kalau mau saham ada needs jangka pendek 1 bulan lagi, tapi kan reksa dana saham time frame-nya lebih panjang, needs itu yang hati-hati. Lalu profil risiko, tipikal orang ibaratnya investasi naik turun udah deg-degan berarti jangan terlalu investasi agresif di reksa dana saham. Baiknya di pendapatan tetap atau pasar uang."
(hps/hps) Next Article Lagi Ngetren 'Main' Saham, Apa Perlu Diversifikasi Investasi?