
FEB UI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,1% di 2017
Hidayat Setiaji, վ
05 February 2018 10:22

Jakarta, վ – Perekonomian Indonesia pada akhir 2017 diperkirakan membaik, dengan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1%. Meski demikian, ada sejumlah hal yang perlu dicermati seperti konsumsi rumah tangga masih melambat.
Demikian disarikan dari kajian ekonomi triwulanan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB) UI yang dikutip Senin (5/2/2018). Almamater Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, ini menilai ada kerentanan ekonomi yang perlu diwaspadai.
“Meningkatnya harga komoditas dan belanja infrastruktur tidak serta merta mendorongkonsumsi masyarakat. Kebutuhan untuk menjaga stabilitas makro juga mendorong pemerintah menahan laju defisit dan menunda belanja infrastruktur, yang membuat instrumen fiskal tidak dapat mendorong perekonomian pada 2017,” jelas kajian tersebut.
Konsumsi rumah tangga juga menjadi sorotan dalam riset FEB UI. Hal ini terlihat saat konsumsi rumah tangga belum bisa lagi tumbuh di level 5% seperti tahun-tahun sebelumnya.
Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) disebut semestinya sudah mendorong konsumsi masyarakat. Namun ternyata masih ada keengganan masyarakat untuk meningkatkan belanja.
“Apabila inflasi inti Februari tetap berada jauh di bawah tingkat 3%, maka terdapat tren yang mengkhawatirkan terkait daya beli konsumen,” tegas hasil riset itu.
Sementara net ekspor diperkirakan justru membebani pertumbuhan ekonomi pada kuartal terakhir 2017. Pasalnya kenaikan harga komoditas memang mendorong kinerja ekspor, tetapi Indonesia juga masih mengimpor sejumlah komoditas seperti minyak mentah dan turunannya, sehingga secara netto justru menjadi pemberat.
“Profil ekspor Indonesia saat ini belum cukup terdiversifikasi untuk dapat mengandalkan pusat pertumbuhan ekspor baru. Ekspor saat ini masih didominasi barang mentah, sedangkan impor Indonesia sebagian besar adalah bahan baku produksi dan barang modal,” terang kajian tersebut.
Namun kabar baiknya adalah perkembangan investasi yang positif. Pertumbuhan investasi didukung oleh maraknya konstruksi dan peningkatan penjualan kendaraan bermotor akibat proyek-proyek infrastruktur berskala besar.
Dengan perkembangan-perkembangan tersebut, FEB UI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,1%, lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang 5,02%. Sementara pertumbuhan ekonomi 2018 diproyeksikan sebesar 5,3%.
“Dengan harga komoditas ekspor, terutama minyak mentah, naik lebih tinggi dari yangdiperkirakan sebelumnya dan belanja kampanye Pemilu 2019 akan dimulai tahun ini, kamimelihat perekonomian tumbuh lebih cepat di paruh kedua 2018. Meskipun demikian,pertumbuhan yang lebih cepat akan berdampak negatif pada APBN dan kinerja ekspor, karena naiknya harga minyak mentah dan batu bara serta keputusan untuk mempertahankan harga BBM dan listrik akan memperburuk kinerja keuangan Pertamina dan PLN, yang pada akhirnya membuat penerimaan bukan pajak dari dividen turun. Hal ini pada akhirnya akan berdampak sama seperti kenaikan belanja subsidi,” papar kajian FEB UI.
(aji/aji) Next Article Bos BI-OJK-LPS Beberkan 'Obat' Buat Ekonomi RI, Apaan Tuh?
Demikian disarikan dari kajian ekonomi triwulanan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB) UI yang dikutip Senin (5/2/2018). Almamater Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, ini menilai ada kerentanan ekonomi yang perlu diwaspadai.
“Meningkatnya harga komoditas dan belanja infrastruktur tidak serta merta mendorongkonsumsi masyarakat. Kebutuhan untuk menjaga stabilitas makro juga mendorong pemerintah menahan laju defisit dan menunda belanja infrastruktur, yang membuat instrumen fiskal tidak dapat mendorong perekonomian pada 2017,” jelas kajian tersebut.
Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) disebut semestinya sudah mendorong konsumsi masyarakat. Namun ternyata masih ada keengganan masyarakat untuk meningkatkan belanja.
“Apabila inflasi inti Februari tetap berada jauh di bawah tingkat 3%, maka terdapat tren yang mengkhawatirkan terkait daya beli konsumen,” tegas hasil riset itu.
Sementara net ekspor diperkirakan justru membebani pertumbuhan ekonomi pada kuartal terakhir 2017. Pasalnya kenaikan harga komoditas memang mendorong kinerja ekspor, tetapi Indonesia juga masih mengimpor sejumlah komoditas seperti minyak mentah dan turunannya, sehingga secara netto justru menjadi pemberat.
“Profil ekspor Indonesia saat ini belum cukup terdiversifikasi untuk dapat mengandalkan pusat pertumbuhan ekspor baru. Ekspor saat ini masih didominasi barang mentah, sedangkan impor Indonesia sebagian besar adalah bahan baku produksi dan barang modal,” terang kajian tersebut.
Namun kabar baiknya adalah perkembangan investasi yang positif. Pertumbuhan investasi didukung oleh maraknya konstruksi dan peningkatan penjualan kendaraan bermotor akibat proyek-proyek infrastruktur berskala besar.
Dengan perkembangan-perkembangan tersebut, FEB UI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,1%, lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang 5,02%. Sementara pertumbuhan ekonomi 2018 diproyeksikan sebesar 5,3%.
“Dengan harga komoditas ekspor, terutama minyak mentah, naik lebih tinggi dari yangdiperkirakan sebelumnya dan belanja kampanye Pemilu 2019 akan dimulai tahun ini, kamimelihat perekonomian tumbuh lebih cepat di paruh kedua 2018. Meskipun demikian,pertumbuhan yang lebih cepat akan berdampak negatif pada APBN dan kinerja ekspor, karena naiknya harga minyak mentah dan batu bara serta keputusan untuk mempertahankan harga BBM dan listrik akan memperburuk kinerja keuangan Pertamina dan PLN, yang pada akhirnya membuat penerimaan bukan pajak dari dividen turun. Hal ini pada akhirnya akan berdampak sama seperti kenaikan belanja subsidi,” papar kajian FEB UI.
(aji/aji) Next Article Bos BI-OJK-LPS Beberkan 'Obat' Buat Ekonomi RI, Apaan Tuh?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular