²©²ÊÍøÕ¾

KEIN: Pembangkit Nuklir Solusi untuk Tarif Listrik Murah

Rivi Satrianegara, ²©²ÊÍøÕ¾
18 April 2018 14:05
Keberadaan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) sering dinilai mahal, namun pembangkit nuklir lain soal.
Foto: ist
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾- Keberadaan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) seperti PLTA, PLTP, serta PLTS dinilai masih belum dapat memenuhi kebutuhan listrik nasional. Bahkan, harga jual listrik dari pembangkit-pembangkit tersebut dinilai mahal dan sulit terjangkau kalangan industri, yakni di atas US$ 11 sen per kilowatt hour (kwh).

Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) RI melihat implementasi pemanfaatan nuklir sebagai pembangkit harus segera direalisasikan oleh Pemerintah. "Sebab, jaminan pasokan listrik untuk kebutuhan industri maupun masyarakat di Indonesia masih sulit terpenuhi di masa mendatang," kata Anggota KEIN RI Zulnahar Usman, Selasa (17/4/2018).



Untuk dapat menjadi negara maju, lanjut dia, Indonesia harus mendorong tumbuhnya industri di dalam negeri. Karena itu, ketersediaan pasokan listrik dengan harga yang murah sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah. 

Saat ini, industri nasional sulit bersaing di level internasional karena tingginya biaya produksi, salah satunya dari mahalnya listrik. Minimnya listrik untuk industri juga terkadang dapat menghambat masuknya investor baru. 

"Penerapan teknologi PLTN sudah memenuhi prinsip dasar energi, yakni murah, realibilitas atau handal, serta ekonomis alias tidak memerlukan subsidi APBN," tutur Zulnahar.

Selain itu, menurutnya kesiapan stake holder dari segi untuk menuju penerapan teknologi nuklir atau go nuclear juga dinilai telah memadai. Misalnya, Batan yang sejak 2006 telah menerbitkan dokumen Pedoman Penerapan dan Pengembangan Sistem Energi Nuklir (SEN) Berkerlanjutan di Indonesia, lembaga ini juga telah membangun Reaktor Daya Eksperimental (RDE) di Serpong dengan kapasitas 30 megawatt (MW). 

Sebelumnya, Dikutip dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2018-2027, Indonesia setidaknya sudah melakukan studi soal pembangunan pembangkit ini dua kali yakni pada 2006 dan 2014.

Dari studi diketahu bahwa hambatan terbesar untuk bangun PLTN adalah ketidakjelasan biaya kapital, biaya pembuangan limbah radio active, decomissioning, dan biaya nuklir liability atau jika terjadi kecelakaan seperti yang terjadi pada PLTN Fukushima Daichi pada Maret 2011.
(gus/gus) Next Article Usai Misi ke Mars, UEA Kini Punya Pembangkit Listrik Nuklir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular