²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

Malaysia Batalkan Proyek Kereta Cepat, Siapa Untung dan Rugi?

Rehia Sebayang, ²©²ÊÍøÕ¾
05 June 2018 21:17
Malaysia Batalkan Proyek Kereta Cepat, Siapa Untung dan Rugi?
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Rencana proyek kereta api berkecepatan tinggi yang menghubungkan Kuala Lumpur dan Singapura telah dibatalkan. Langkah ini kemungkinan menghambat potensi keuntungan dari beberapa pihak yang telah mengambil manfaat dari rencana tersebut.

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad membatalkan rencana tersebut setelah berhasil memenangkan pemilihan umum yang mengejutkan pada bulan lalu. Kereta berkecepatan tinggi ini memakan biaya US$17 miliar yang menghubungkan Kuala Lumpur dengan Singapura dan selesai pada 2026.


Dilansir dari ²©²ÊÍøÕ¾ International, Singapura belum menerima pernyataan resmi tentang keputusan Malaysia. Dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat (2/6/2018), menteri transportasi Singapura mengatakan negara itu masih terus berinvestasi karena menunggu pernyataan dari pemerintah Malaysia.

Ketika selesai dibangun, kereta kecepatan tinggi itu diharapkan dapat mempersingkat waktu perjalanan dari saat ini membutuhkan lebih dari 4 jam dengan menggunakan mobil, menjadi hanya 90 menit saja.

Meskipun konstruksi untuk proyek belum dimulai secara substansial, namun pembatalannya kemungkinan akan berdampak pada bisnis yang terkait dengan proyek tersebut.



Para pelaku konstruksi dan infrastruktur yang terlibat dalam pembangunan tersebut merupakan beberapa pihak yang dirugikan akibat pernyataan tersebut. Perusahaan konstruksi asal Malaysia akan menanggung kerugian lebih besar ketimbang perusahaan Singapura.

Nama-nama yang akan merugi diantaranya, Gamuda, perusahaan infastruktur dan Malaysian Resources Corporation, sebuah perusahaan infrastruktur dan properti, yang telah ditunjuk sebagai mitra penyaluran proyek infrastruktur sipil untuk bagian utara proyek HSR, serta YTL, yang telah dipilih untuk menyelesaikan bagian selatan proyek.


Dalam keterbukaan informasi yang sampaikan kepada bursa Malaysia, ketiga perusahaan menyatakan telah menerima pemberitahuan pembatalan dan semua negosiasi dihentikan. Ketiga perusahaan tidak segera menanggapi permintaan email untuk komentar.

Perusahaan-perusahaan kereta api utama yang telah berebut untuk melakukan pembangunan, mengoperasikan dan membiayai pembangunan tersebut mungkin juga akan dirugikan.

"Konsorsium China dan Jepang dianggap sebagai yang terdepan," kata Corrine Png, chief executive Crucial Perspectives, mengacu pada kelompok yang dipimpin oleh China Railway Corporation dan JR East Jepang yang telah dikaitkan dengan proyek tersebut.

JR East dan China Railway tidak segera membalas permintaan untuk komentar.



Keputusan Malaysia untuk membatalkan proyek harusnya menjadi berita baik bagi maskapai penerbangan yang beroperasi di rute Kuala Lumpur-Singapura.

"Investor telah memperkirakan bahwa [maskapai penerbangan tertentu akan] kehilangan banyak penerbangan jarak pendek karena penumpang pindah ke kereta cepat. Alasan ekonomi cukup masuk akal bagi penumpang untuk beralih menggunakan kereta," kata Png kepada ²©²ÊÍøÕ¾ setelah pemerintah Malaysia mengumumkan keputusannya.


Diantara nama-nama yang diperkirakan akan diuntungkan adalah Jetstar Asia, yang 10% penerbangannya ada di rute Kuala Lumpur-Singapura, serta AirAsia Group dan Singapore Airlines, dimana rute tersebut berkontribusi sekitar 4% dari penerbangannya.

Kedua maskapai terakhir juga merupakan dua maskapai terbesar yang mencakup rute tersebut.

Selain dari maskapai penerbangan, industri yang terkait dengan sektor ini, termasuk bandara dan penyedia layanan, juga diperkirakan diuntungkan. Secara khusus, pembatalan kereta api akan menguntungkan bagi perusahaan penanganan darat 'SATS' dan penyedia layanan pemeliharaan jalur yang terdaftar di Singapura SIA Engineering.



Rencana Singapura untuk mengembangkan distrik bisnis besar kedua, yang disebut Jurong Lake District, di bagian barat negara itu juga dapat dirugikan mengingat terminal kereta api kecepatan tinggi Singapura rencananya akan dibangun disana, meskipun analis mengatakan pembatalan itu tidak akan membangkrutkan daerah tersebut.

Meskipun terminal kereta api dihitung sebagai fitur integral untuk daerah Jurong, penggerak pembangunan lainnya, termasuk Megaport Tuas yang akan dibangun, bisa menjadi mesin pertumbuhan yang cukup, kata Tay Huey Ying, kepala penelitian dan konsultasi di JLL Singapura, kepada ²©²ÊÍøÕ¾.


"Karena efek multiplier [berpotensi dihasilkan oleh Jurong East terminus] akan terjadi hanya setelah dimulainya [rel kecepatan tinggi] yang semula dijadwalkan selesai tahun 2026, namun dampaknya terhadap bisnis dan pengembangan yang ada sangat minim," kata Tay.

Alice Tan, kepala konsultan dan penelitian di Knight Frank Singapore, menyebut proyek kereta api itu 'hanya bonus' untuk daerah tersebut. Dia menambahkan bahwa 'dengan atau tanpa' terminal kereta api, sudah ada sejumlah rencana untuk mengembangkan distrik pusat bisnis kedua.

Meskipun Jurong secara keseluruhan bisa baik-baik saja tanpa kereta api, namun mungkin akan sebaliknya untuk Genting Hotel Jurong. Hotel ini dibuka pada tahun 2015 sangat dekat dengan lokasi dimana terminal kereta api berkecepatan tinggi Singapura Jurong East akan dibangun.

Meskipun laporan tahunan 2017 menyebutkan bahwa properti 'secara konsisten' berkinerja lebih baik daripada tingkat hunian rata-rata industri di atas 90% sepanjang tahunnya, namun perusahaan bisa saja mengandalkan stasiun kereta api untuk meningkatkan pendapatan masa depannya.

Seorang juru bicara untuk unit Genting lain mengatakan kepada surat kabar Singapura, The Straits Times pada tahun 2015 bahwa hotel sengaja dibangun di sana untuk menyambut pengunjung dan komuter dari Malaysia dan wilayah tersebut, mengingat dekatnya jarak dengan lokasi yang direncanakan untuk terminal kereta.

Genting Singapore menolak berkomentar.



Pengumuman untuk menarik diri dari proyek itu hadir saat pemerintah baru Malaysia berusaha mengurangi belanja pemerintah.

Perdana Menteri Malaysia Mahathir mengatakan proyek itu akan dipotong karena tidak menguntungkan mengingat biayanya, yang diperkirakan pemerintahnya sekitar 110 miliar ringgit Malaysia (US$27,6 miliar). Dia sebelumnya mengatakan kepada media bahwa pemerintahan yang baru akan meninjau investasi asing di Malaysia, termasuk yang terkait dengan Belt and Road Initiative China.


"Mengingat posisi fiskal Malaysia yang lemah dan bahwa beberapa proyek ini memiliki nilai ekonomi yang meragukan, [membatalkan beberapa proyek infrastruktur besar] mungkin bukan hal yang buruk," kata Alex Holmes, ekonom Asia di Capital Economics, dalam sebuah catatan yang dikirim sebelum pemberitaan tentang pembatalan kereta api berkecepatan tinggi.

Menurut Holmes meskipun pertumbuhan investasi kemungkinan akan 'turun tajam' jika Malaysia mulai membatalkan proyek-proyek infrastruktur, namun pembatalan itu mungkin menjadi yang terbaik bagi negara itu. Perekonomian Malaysia memiliki risiko overheating, mengingat pertumbuhan yang kuat, dan proyek infrastruktur dapat memperburuk posisi fiskal negara itu.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular