
Negara BRICS Berpotensi Diuntungkan karena Perang Dagang
Ester Christine Natalia, ²©²ÊÍøÕ¾
25 July 2018 19:20

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kelompok negara ekonomi berkembang atau yang dikenal dengan BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan South Africa) akan mendapat keuntungan dari dari perang dagang. Kelompok negara ini semakin memperkokoh hubungan mereka yang dipicu oleh sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang secara agresif menyerang negara mitra dagang dengan penerapan tarif.
Ini akan menjadi momentum bagi pemimpin Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan yang sedang berkumpul di Johannesburg, Afrika Selatan pada hari Rabu (25/7/2018) untuk mengikuti rapat tahunan. Dalam forum ini isu proteksionisme dagang akan mendominasi perbincangan di tengah usulan tarif Trump terhadap Uni Eropa (UE) dan Beijing.
Jika lima anggota BRICS membuat tindakan yang tepat, maka mereka bisa memanfaatkan masalah ini untuk mengedepankan agenda perdagangan negara masing-masing.
"Anggota BRICS memiliki sebuah kepentingan dalam membangun dunia dengan berbagai negara yang mengisi peran kepemimpinan. Maka dari itu, mereka akan mencari cara untuk "memanfaatkan" ketegangan "untuk membangun profil BRICS," kata Duncan Innes-Ker selaku direktur kawasan untuk Asia di The Economist Intelligence Unit.
BRICS selama ini sudah lama menolak dominasi institusi internasional, tetapi kurangnya persatuan menghalangi para negara anggota menghasilkan satu solusi alternatif. Kini, dengan tarif Trump terhadap baja dan aluminium impor yang dapat merugikan setiap anggota BRICS -- di mana Beijing, New Delhi dan Moscow sudah menerapkan tarif balasan - blok itu memiliki tujuan baru untuk maju bersama.
Itu adalah hal positif untuk Beijing, yang kini mencoba menyebut dirinya sendiri sebagai pemenang perdagangan bebas dan mengklaim pihaknya "terpaksa"membalas tindakan Trump dengan tarif setimpal.
"Karena gagalnya pertemuan menteri keuangan G-20 yang diselenggarakan awal pekan ini meredakan ancaman terhadap perdagangan dunia dari peningkatan proteksionisme, pertemuan BRICS kemungkinan akan menjadi forum global utama untuk membangkitkan dukungan global terhadap pembebasan dagang multilateral," kata Rajiv Biswas selaku Kepala Ekonom Asia-Pacific di HIS Markit, dilansir dari ²©²ÊÍøÕ¾ International.
Pemerintah Trump berkata tidak mendukung proteksionisme, tetapi lebih mengincar untuk meratakan area yang dikorupsi praktik dagang tidak adil. Meskipun begitu, mereka yang dihukum dengan tarif oleh Trump sudah menggambarkan AS sebagai sosok yang tidak tertarik lagi pada perdagangan bebas, sehingga mengabaikan peran tradisionalnya di kancah global.
Latar belakang gejolak perdagangan global juga bisa menguntungkan pasar-pasar berkembang dengan cara yang lebih nyata.
"China mungkin beralih ke India, Brazil, Rusia [...] untuk memperoleh produk yang sebelumnya dibeli dari AS, misalnya kedelai, gandum dan daging," kata Alex Capri, visiting senior fellow di National University of Singapore. "Ini menciptakan peluang baru bagi BRICS, setidaknya untuk sementara."
Perusahaan Amerika mungkin mengincar untuk memindahkan beberapa aktivitasnya ke pasar-pasar berkembang yang berada di blok perdagangan saat ini demi menghindari kenaikan tarif, katanya.
Sementara banyak yang berharap pertemuan BRICS selama tiga hari itu bisa memajukan liberalisasi perdagangan, kebijakan yang berbeda di antara para anggota bisa menjadi penghalang.
"Tantangan untuk BRICS selalu tentang apa sebenarnya yang sama-sama mereka miliki selain sebuah akronim lucu," kata Deborah Elms selaku Direktur Eksekutif Asian Trade Centre, seraya menyebut susunan domestik mereka yang berbeda.
"China terlihat terbuka dan fokus pada manufaktur. Brazil semakin fokus membuka diri, tetapi sebagian besar untuk pertanian, bukan manufaktur. India sama sekali tidak terbuka."
(hps) Next Article Jangka Pendek, Perang Dagang Rugikan Perusahaan AS
Ini akan menjadi momentum bagi pemimpin Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan yang sedang berkumpul di Johannesburg, Afrika Selatan pada hari Rabu (25/7/2018) untuk mengikuti rapat tahunan. Dalam forum ini isu proteksionisme dagang akan mendominasi perbincangan di tengah usulan tarif Trump terhadap Uni Eropa (UE) dan Beijing.
Jika lima anggota BRICS membuat tindakan yang tepat, maka mereka bisa memanfaatkan masalah ini untuk mengedepankan agenda perdagangan negara masing-masing.
BRICS selama ini sudah lama menolak dominasi institusi internasional, tetapi kurangnya persatuan menghalangi para negara anggota menghasilkan satu solusi alternatif. Kini, dengan tarif Trump terhadap baja dan aluminium impor yang dapat merugikan setiap anggota BRICS -- di mana Beijing, New Delhi dan Moscow sudah menerapkan tarif balasan - blok itu memiliki tujuan baru untuk maju bersama.
Itu adalah hal positif untuk Beijing, yang kini mencoba menyebut dirinya sendiri sebagai pemenang perdagangan bebas dan mengklaim pihaknya "terpaksa"membalas tindakan Trump dengan tarif setimpal.
"Karena gagalnya pertemuan menteri keuangan G-20 yang diselenggarakan awal pekan ini meredakan ancaman terhadap perdagangan dunia dari peningkatan proteksionisme, pertemuan BRICS kemungkinan akan menjadi forum global utama untuk membangkitkan dukungan global terhadap pembebasan dagang multilateral," kata Rajiv Biswas selaku Kepala Ekonom Asia-Pacific di HIS Markit, dilansir dari ²©²ÊÍøÕ¾ International.
Pemerintah Trump berkata tidak mendukung proteksionisme, tetapi lebih mengincar untuk meratakan area yang dikorupsi praktik dagang tidak adil. Meskipun begitu, mereka yang dihukum dengan tarif oleh Trump sudah menggambarkan AS sebagai sosok yang tidak tertarik lagi pada perdagangan bebas, sehingga mengabaikan peran tradisionalnya di kancah global.
Negara anggota BRICS mungkin mencoba memasuki celah itu sehingga mereka menegosiasikan berbagai kesepakatan dagang dengan banyak negara, kata Biwas.
Latar belakang gejolak perdagangan global juga bisa menguntungkan pasar-pasar berkembang dengan cara yang lebih nyata.
"China mungkin beralih ke India, Brazil, Rusia [...] untuk memperoleh produk yang sebelumnya dibeli dari AS, misalnya kedelai, gandum dan daging," kata Alex Capri, visiting senior fellow di National University of Singapore. "Ini menciptakan peluang baru bagi BRICS, setidaknya untuk sementara."
Perusahaan Amerika mungkin mengincar untuk memindahkan beberapa aktivitasnya ke pasar-pasar berkembang yang berada di blok perdagangan saat ini demi menghindari kenaikan tarif, katanya.
Sementara banyak yang berharap pertemuan BRICS selama tiga hari itu bisa memajukan liberalisasi perdagangan, kebijakan yang berbeda di antara para anggota bisa menjadi penghalang.
"Tantangan untuk BRICS selalu tentang apa sebenarnya yang sama-sama mereka miliki selain sebuah akronim lucu," kata Deborah Elms selaku Direktur Eksekutif Asian Trade Centre, seraya menyebut susunan domestik mereka yang berbeda.
"China terlihat terbuka dan fokus pada manufaktur. Brazil semakin fokus membuka diri, tetapi sebagian besar untuk pertanian, bukan manufaktur. India sama sekali tidak terbuka."
(hps) Next Article Jangka Pendek, Perang Dagang Rugikan Perusahaan AS
Most Popular