
'Utang Pemerintah Rp 5.192 T Terkendali, Lihat Negara Lain'
Ratu Rina, ²©²ÊÍøÕ¾
20 April 2020 17:47

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Utang pemerintah indonesia sudah terlihat peningkatannya sejak pandemi Covid-19 atau Corona mewabah di tanah air.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, posisi utang Pemerintah per akhir Maret 2020 mencapai Rp 5.192,56 triliun. Utang tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 244,38 triliun dibandingkan dengan Februari yang sebesar Rp 4.948,18 triliun.
Staf khusus Menteri Keuangan, Masyita Crystalin mengatakan kondisi utang Indonesia saat ini cukup terkendali. Meskipun meningkat, rasio utang pemerintah masih berada di bawah batas yang ditetapkan UU keuangan negara sebesar 60%. Saat ini rasio utang ini sebesar 32,12% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kalau kita melihatnya risiko utang cukup manageable karena kalau kita membandingkan posisi utang dan financial condition saat ini kita perlu melihat Kondisi semua negara juga ya. Bagaimanapun kondisi yg disebabkan Covid-19 tidak hanya Indonesia tapi juga semua negara. Kemudian Ada tren yang kita lihat bahwa revenue private sector menurun, semua pihak cenderung meredeem financial asetnya, termasuk financial asset dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia," kata Masyita dalam program Closing Bell ²©²ÊÍøÕ¾ (20/04/2020).
"Saat ini di posisi Maret mencapai 32% dari PDB dengan kurang lebih penambahan utang yang kita lakukan tahun ini pelebaran 5.07% itu sekitar Rp 853 triliun, maka Debt to GDP pemerintah meningkat ke angka 35% kurang lebihnya," ujar Masyita.
Menurutnya, peningkatan posisi utang ini merupakan dampak dari pandemi Covid-19 yang mengharuskan pemerintah mengeluarkan stimulus baik di sektor kesehatan dan ekonomi. Berbagai stimulus ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup berbagai sektor terdampak Covid-19 di Indonesia. hal ini juga yang mengakibatkan defisit anggaran harus melebar dari perkiraan awal di APBN 2020.
selain itu, Masyita menilai peningkatan utang nantinya juga akan tergantung pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Hal ini terutama disebabkan oleh tekanan dan ketidakpastian global termasuk sejak merebaknya virus Covid-19 atau Corona.
"Akan tergantung banyak hal salah satunya tergantung pada exchange rate kepada nilai rupiah, dan nilai rupiah faktornya kita melihat tidak hanya domestik tapi yang lebih berat lebih besar dampak global, tapi kalau bisa kita lihat selama sebulan terakhir setelah kita mengeluarkan government bond berbasis USD kemudian BI juga mendapatkan fasilitas repo dari the fed, sentimen pasar sudah cukup membaik ke Indonesia," paparnya.
"kalo kita ingat di awal tahun waktu terjadi rally kepada financial asset ke emerging market, Indonesia termasuk rally cukup tinggi slop nya jadi sebetulnya kepercayaan investor asing terhadap Indonesia cukup baik dan memang kalo dibandingkan high yield country seperti India contohnya, Indonesia fiskal defisit secara relatif masih lebih prudent, kalo kita inget tahun pemilu Indonesia masih prudent dan tahun ini dengan pelebaran dianggap masih lebih prudent, sehingga resikonya kurang lebih masih contain," ujarnya.
(dru) Next Article Utang Pemerintah Tembus 34,53% PDB atau Rp 5.594 T di Agustus
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, posisi utang Pemerintah per akhir Maret 2020 mencapai Rp 5.192,56 triliun. Utang tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 244,38 triliun dibandingkan dengan Februari yang sebesar Rp 4.948,18 triliun.
Staf khusus Menteri Keuangan, Masyita Crystalin mengatakan kondisi utang Indonesia saat ini cukup terkendali. Meskipun meningkat, rasio utang pemerintah masih berada di bawah batas yang ditetapkan UU keuangan negara sebesar 60%. Saat ini rasio utang ini sebesar 32,12% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Saat ini di posisi Maret mencapai 32% dari PDB dengan kurang lebih penambahan utang yang kita lakukan tahun ini pelebaran 5.07% itu sekitar Rp 853 triliun, maka Debt to GDP pemerintah meningkat ke angka 35% kurang lebihnya," ujar Masyita.
Menurutnya, peningkatan posisi utang ini merupakan dampak dari pandemi Covid-19 yang mengharuskan pemerintah mengeluarkan stimulus baik di sektor kesehatan dan ekonomi. Berbagai stimulus ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup berbagai sektor terdampak Covid-19 di Indonesia. hal ini juga yang mengakibatkan defisit anggaran harus melebar dari perkiraan awal di APBN 2020.
selain itu, Masyita menilai peningkatan utang nantinya juga akan tergantung pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Hal ini terutama disebabkan oleh tekanan dan ketidakpastian global termasuk sejak merebaknya virus Covid-19 atau Corona.
"Akan tergantung banyak hal salah satunya tergantung pada exchange rate kepada nilai rupiah, dan nilai rupiah faktornya kita melihat tidak hanya domestik tapi yang lebih berat lebih besar dampak global, tapi kalau bisa kita lihat selama sebulan terakhir setelah kita mengeluarkan government bond berbasis USD kemudian BI juga mendapatkan fasilitas repo dari the fed, sentimen pasar sudah cukup membaik ke Indonesia," paparnya.
"kalo kita ingat di awal tahun waktu terjadi rally kepada financial asset ke emerging market, Indonesia termasuk rally cukup tinggi slop nya jadi sebetulnya kepercayaan investor asing terhadap Indonesia cukup baik dan memang kalo dibandingkan high yield country seperti India contohnya, Indonesia fiskal defisit secara relatif masih lebih prudent, kalo kita inget tahun pemilu Indonesia masih prudent dan tahun ini dengan pelebaran dianggap masih lebih prudent, sehingga resikonya kurang lebih masih contain," ujarnya.
(dru) Next Article Utang Pemerintah Tembus 34,53% PDB atau Rp 5.594 T di Agustus
Most Popular