²©²ÊÍøÕ¾

Duo Korea Tegang, Ini Respons Korsel Atas Ancaman Korut

Thea Fathanah Arbar, ²©²ÊÍøÕ¾
15 June 2020 11:35
South Korean President Moon Jae-in and North Korean leader Kim Jong Un pose for photographs with the joint statement in Pyongyang, North Korea, September 19, 2018. Pyeongyang Press Corps/Pool via REUTERS      TPX IMAGES OF THE DAY
Foto: Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in bersama pemimpin Korea Utara Kim Jong Un setelah menandatangani pernyataan bersama di Pyongyang, Korea Utara(Pyeongyang Press Corps/Pool via REUTERS)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Korea Selatan bersumpah untuk menghormati perjanjian rekonsiliasi dengan Korea Utara dan meminta negara tersebut untuk melakukan hal yang sama. Hal ini dilakukan Korsel guna meredakan ketegangan antara kedua negara.

Namun, Korsel juga menegaskan kembali kesiapan militer terhadap segala kemungkinan munculnya provokasi dari Pyongyang.

Kepala Kantor Keamanan Nasional Korsel, Chung Eui-yong mengkaji insiden yang membuat ketegangan di semenanjung meningkat baru-baru ini, menyusul ancaman Korut untuk memutuskan hubungan dengan Korsel dengan menggunakan kekuatan militer.



"Anggota Dewan Keamanan Nasional bertemu bersama untuk menilai situasi terbaru yang terjadi di semenanjung dan untuk memilih langkah-langkah yang sesuai," kata juru bicara Cheong Wa Dae, Kang Min-Seok pada Minggu (14/6/2020), dikutip dari The Korea Herald.

Secara terpisah, Kementerian Unifikasi dan Pertahanan Seoul juga merilis pernyataan yang mengatakan mereka melihat situasi tersebut dengan serius, dengan meminta Seoul dan Pyongyang harus menegakkan perjanjian antar-Korea.

Sementara, Kementerian Pertahanan juga memastikan kesiapan tempur militer dalam semua situasi dan memantau langkah militer Korsel.



Ketegangan antara kedua Korea ini meningkat setelah munculnya selebaran anti-Pyongyang yang diluncurkan oleh para pembelot Korut yang berlokasi di Seoul. Inilah yang membuat Korut geram dan memperingatkan tindakan militer.

Para ahli mengatakan ada kemungkinan Korut melanjutkan penutupan kantor penghubung dua negara, seperti yang dikatakan sebelumnya, serta upaya untuk membatalkan perjanjian militer antar-Korea tahun 2018 dengan provokasi militer baru.

"Provokasi kemungkinan besar akan melibatkan putaran artileri dekat perbatasan maritim yang disengketakan dengan Seoul di Laut Barat," kata Shin Beom-Chul, direktur Pusat Diplomasi dan Keamanan di Institut Penelitian Korea untuk Strategi Nasional.

Namun Korut tidak akan meluncurkan konfrontasi langsung dengan Korsel, karena hal tersebut tentu akan merugikan pihak Pyongyang, tambah Shin.

Mementaskan agresi semacam itu di sana berulang kali akan membuka jalan untuk membatalkan pakta militer yang dicapai Korea pada 2018, menurut Choi Kang, wakil presiden Institut Asan untuk Studi Kebijakan.

Baik Shin dan Choi setuju bahwa Pyongyang dapat kapan saja dapat menguji-coba misil jarak pendek, tetapi misil-misil yang dicatat sebagian besar berfungsi untuk menarik perhatian Amerika Serikat dibandingkan Seoul.

"Korea Utara telah menegaskan bahwa mereka akan menghadapi AS segera, jadi uji coba penembakan rudal balistik antarbenua atau rudal balistik yang diluncurkan kapal selam tidak ada habisnya," kata Shin.

Ketegangan kedua negara meningkat menjelang peringatan 20 tahun KTT antar Korea. KTT tersebut dilakukan pertama kali di tahun 2000, yang menjanjikan peningkatan dialog dan kerja sama kedua negara.

Di 2018, para pemimpin kedua negara menandatangani deklarasi untuk bersama melakukan denuklirisasi semenanjung Korea. Termasuk menghentikan tindakan bermusuhan.


(sef/sef) Next Article Kantor Penghubung Diledakkan, Korsel: Korut Tanggung Jawab!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular