²©²ÊÍøÕ¾

Jadi Tangki BBM Terapung, Harga Sewa Kapal Melonjak 4x Lipat

Anisatul Umah, ²©²ÊÍøÕ¾
29 September 2020 16:13
FILE PHOTO - A VLCC oil tanker is seen at a crude oil terminal in Ningbo Zhoushan port, Zhejiang province, China May 16, 2017. REUTERS/Stringer/File Photo  ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.
Foto: Ilustrasi Tanker minyak VLCC terlihat di terminal minyak mentah di pelabuhan Ningbo Zhoushan, provinsi Zhejiang, Cina 16 Mei 2017. REUTERS / Stringer / File Photo

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - PT Pertamina (Persero), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor minyak dan gas bumi, mengungkapkan harga sewa kapal Very Large Crude Carrier (VLCC) berkapasitas 300 ribu-400 ribu ton untuk menyimpan cadangan bahan bakar minyak (BBM) saat awal pandemi Covid-19 naik signifikan hingga empat kali lipat.

Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina Mulyono mengatakan harga sewa kapal tersebut naik menjadi US$ 150 ribu per hari dari biasanya hanya US$ 30 ribu per hari.

Peningkatan harga sewa ini tak lain karena banyaknya negara yang menyewa kapal sebagai tempat penyimpanan BBM karena masih tingginya stok BBM di tangki-tangki yang telah ada. Tingginya stok BBM merupakan imbas dari menurunnya permintaan BBM karena dibatasinya akses mobilitas masyarakat dan menurunnya kegiatan perekonomian akibat adanya pandemi Covid-19.

Di sisi lain, dari sisi Pertamina, lanjutnya, perseroan juga tidak bisa menghentikan produksi yang tengah berjalan. Akibatnya, butuh tambahan tangki penyimpanan BBM, salah satunya diupayakan dari menyewa kapal VLCC ini.

"Karena tangki-tangki di seluruh dunia penuh, itu kapal-kapal VLCC yang berkapasitas 300 ribu-400 ribu ton semua dijadikan floating storage, sehingga harga sewa yang biasanya US$ 30 ribu per hari, kemarin sampai US$ 150 ribu per hari," papar Mulyono dalam acara diskusi yang dikutip pada Selasa (29/09/2020).

Dia menyebut kapal-kapal ini disewa dalam bentuk dolar Amerika Serikat, namun dibayarnya dengan rupiah. Namun pada saat itu perseroan melakukan negosiasi agar kurs yang digunakan berdasarkan pada kurs yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), bukannya mengikuti fluktuasi kurs yang ada saat itu. Pasalnya, saat itu kurs berada di posisi Rp 16.000 per US$, sementara berdasarkan RKAP hanya Rp 14.400 per US$.

Akhirnya, pemilik kapal pun bersedia menggunakan kurs yang diminta perseroan.

"Jadi pada saat kurs Rp 16.000, saya minta kesadaran kawan-kawan owner (pemilik kapal) 'kapalmu saya pakai, tidak saya putus kontrak, tapi tolong ya disewa dengan kurs Rp 14.400 per dolar. Bersedia pak' dan itu Pertamina mendapat saving hampir Rp 2 triliun dari situ. Terima kasih pada pemilik kapal," tuturnya.

Kemudian, kecepatan kapal menurutnya juga dikurangi, dari yang biasanya beroperasi dengan kecepatan 10-12 knot menjadi 8 knot. Dia mengatakan, jika menggunakan kecepatan 12 knot, maka saat sampai di depot masih harus menunggu lagi karena belum ada tangki kosong sebagai imbas dari menurunnya penjualan.

"Akhirnya semua kapal kami suruh beroperasi dengan economic speed, speed-nya diturunkan yang biasanya 12 knot kami minta beroperasi dengan 8 knot. Pemakaian BBM-nya turun 25%. Kami dapat (saving) US$ 80 juta untuk menurunkan speed kapal," tuturnya.

Dia menyebut jika kapal parkir, maka ongkos parkir yang harus dibayar juga mahal, sehingga kapal 100% dikunci (lockdown) menjadi 9 bulan, dari yang biasanya setiap 6 bulan sekali. Saat lockdown ini artinya para petugas kapal juga tidak bisa melakukan pergantian pekerja.

"Untuk kapal, saya minta seluruh kapal 100% kami lockdown, karena orang-orang kapal kalau turun itu di perumahan-perumahan juga tidak diterima, jadi sudah paling aman di atas kapal," tuturnya.


(wia) Next Article Wah, Pertamina Usulkan Singapura Simpan Stok BBM di RI Nih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular