²©²ÊÍøÕ¾

Omnibus Law: Perusahaan Outsourcing Zalim Makin Bebas?

Ferry Sandi, ²©²ÊÍøÕ¾
08 October 2020 13:48
Sejumlah massa yang tergabung dalam Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia menggelar aksi damai di Pos 9 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (8/11). Dalam aksi ini para pengunjuk rasa menuntut dihapuskannya outsourcing bagi pekerja pelabuhan dan menolak pengelolaan pelabuhan nasional yang dilaksanakan oleh pihak asing, karena dianggap bisa menghilangkan potensi ekonomi nasional.(²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)
Foto: Sejumlah massa yang tergabung dalam Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia menggelar aksi damai di Pos 9 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (8/11). Dalam aksi ini para pengunjuk rasa menuntut dihapuskannya outsourcing bagi pekerja pelabuhan dan menolak pengelolaan pelabuhan nasional yang dilaksanakan oleh pihak asing, karena dianggap bisa menghilangkan potensi ekonomi nasional.(²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Asosiasi alih daya atau outsourcing membantah bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja memberi 'karpet merah' bagi para pelaku usahanya. Justru UU ini mereka anggap menambah beban baru, kecuali perusahaan-perusahaan outsourcing 'abal-abal' yang nekat menerabas aturan.

Mereka menilai UU Sapu Jagat tersebut memberi beban tambahan karena regulasi yang ada menyisipkan tanggungjawab lebih. Hal ini berbeda dengan aturan yang sudah tertuang di Undang-Undang sebelumnya, yakni UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Kekhawatirannya gini, ada pasal yang menyatakan, di pasal 66 itu perlindungan tenaga alih daya itu menjadi tanggung jawab dari perusahaan alih daya. Ini berubah dari Undang-Undang sebelumnya. Kalau sebelum Omnibus Law, perusahaan pemberi kerja harus taati peraturan, termasuk perusahaan alih daya. Sekarang ini jadi tanggung jawab perusahaan alih daya," kata Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI), Mira Sonia kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Kamis (8/10).

Pasal 66 ayat 3, berbunyi "Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan" 

Bertambahnya tanggungjawab yang diemban membuat Mira khawatir pelanggaran soal tenaga kerja outsourcing kian bertambah banyak. Dengan aturan lama sekalipun, banyak perusahaan pemberi kerja melakukan pelanggaran dengan mengurangi hak pekerja.

"Itu kejadian, jangankan ada Omnibus Law, sekarang dimana peraturan ketat banyak perusahaan yang mainkan hak karyawan, banyak perusahaan alih daya nggak taat regulasi. Ini concern kita untuk membenahi," jelasnya.

Selama ini, pelanggaran yang terjadi karena lemahnya pengawasan. Aturan yang lama pun dinilai memiliki celah terjadinya pelanggaran. Jika Omnibus Law jadi dibuat, maka perlu regulasi yang jelas. Jangan sampai ini menjadi peluang baru adanya pelanggaran yang lebih besar.

"Perusahaan yang dasarnya ingin zalim, mereka pakai perusahaan outsourcing abal-abal. Dan mereka Perusahaan pemberi kerja bilang, saya mau ya man fee kecil. saya nggak mau bayar BPJS. Perusahaan pemberi kerja nggak akan kena apa-apa. Tapi perusahaan alih daya yang tanggung. Kalau perusahaan alih daya benar, mereka akan tolak. Nggak ya, kita ikuti Undang-Undang. Kalau perusahaan alih daya abal-abal, mereka akan terima saja," jelasnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi isu yang beredar di masyarakat bahwa pekerja outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup dan tidak mendapatkan jaminan pensiun.

"Di UU Ciptaker, pekerja outsourcing baik yang kontrak maupun yang tetap AKAN mendapatkan jaminan perlindungan upah dan kesejahteraan. Hak pekerja juga harus tetap dilindungi apabila terjadi pergantian perusahaan outsourcing seperti diatur dalam Pasal 66," tegas Airlangga dalam konferensi pers bersama di Jakarta, Rabu (7/10).


(hoi/hoi) Next Article Banyak Orang Kehilangan Pekerjaan: 20 Ribu dari Outsourcing

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular