
Nasib SKK Migas Tergantung Revisi UU Migas, Bakal Jadi Apa?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Nasib keberlanjutan institusi pengatur kegiatan hulu minyak dan gas bumi atau dikenal dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bakal ditentukan dalam Revisi Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang akan dibahas pemerintah bersama DPR RI.
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan kelembagaan SKK Migas ini dalam Revisi UU Migas nantinya akan diganti menjadi Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK) Migas, sesuai amanat Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2013 lalu tentang pembentukan Badan Usaha Khusus Migas.
Namun demikian, dia menyebut bahwa hingga saat ini masih belum diputuskan definisi yang pasti tentang BUMN Khusus Migas ini, termasuk kewenangannya. Dia mengatakan, ada yang menyebut bahwa BUMN Khusus Migas ini langsung bertanggung jawab kepada Presiden, namun di sisi lain ada pula yang menyebut institusi ini akan bertanggung jawab kepada Menteri BUMN.
"Ini yang sedang kami kaji berkali-kali. Kita mau kelembagaan ini memiliki tata atur yang kondusif, apalagi sektor hulu migas di Indonesia sudah lampu kuning menjelang merah," tuturnya saat wawancara khusus dengan ²©²ÊÍøÕ¾ dalam rubrik "Energy Corner" pada Senin (19/10/2020).
Menurutnya, BUMNK Migas ini nantinya harus betul-betul melindungi kepentingan negara, tapi juga dapat melindungi kepentingan investasi dengan memberikan suasana yang baik bagi investor. Lalu, imbuhnya, BUMNK Migas ini harus memiliki transparansi di semua lini.
"Parameternya adalah pendapatan negara, bagaimana pendapatan negara harus lebih baik. Harus melindungi kepentingan negara dan menjaga suasana kondusif bagi investasi," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa hulu migas menjadi sektor yang penting dalam 25-50 tahun ke depan, sehingga iklim investasi di sektor ini harus diciptakan semenarik mungkin. Apalagi, lanjutnya, negara harus menyediakan energi yang mudah dijangkau dan berkesinambungan.
"Energi yang tersedia harus andal, mudah dijangkau, dan berkesinambungan, tapi tetap menjaga aspek lingkungan, karena ini menyangkut sebuah konsep yang tidak semata-mata energi, tapi juga perhatikan aspek kesinambungan," paparnya.
Sayangnya, pembahasan Revisi UU Migas ini sudah mangkrak selama bertahun-tahun. Bahkan, pembahasannya sudah disalip oleh Revisi UU Minerba dan kini Rancangan UU Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Sugeng menjelaskan, pada Rapat Paripurna 3 Desember 2018 pada keanggotaan DPR periode sebelumnya Revisi UU Migas juga telah ditetapkan menjadi program legislasi nasional. Lalu pada 29 Januari 2019 pemerintah melalui Presiden telah mengirimkan surat ke DPR agar segera membahas kembali Revisi UU Migas ini.
"Akan tetapi, pemerintah ketika mengeluarkan Surpres (Surat Presiden) belum disertai dengan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah), sehingga ini lah yang kami tunggu beberapa waktu lalu, bahkan sampai periode DPR yang lalu habis masa berlakunya, DIM belum tiba," tuturnya
Lalu pada Rapat Paripurna awal keanggotaan DPR RI periode 2019-2024, telah diputuskan bahwa Revisi UU Migas ini kembali masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di bawah kewenangan Komisi VII DPR.
Saat ini menurutnya Komisi VII DPR RI sudah siap dengan naskah akademik, sehingga pembahasan selanjutnya tinggal menunggu dari pemerintah.
"Komisi VII sudah siap. Nanti secara koordinatif kami dengan pemerintah, kalau sudah siap, maka akan segera kami mulai pembahasan," tuturnya.
Sebelumnya, BUMNK masuk dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau dikenal dengan nama Omnibus Law. Namun pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersepakat untuk menghapus karena pemerintah belum siap dengan rumusan bentuk dan fungsi BUMNK ini.
(wia) Next Article Batal di Omnibus Law, SKK Migas Dibubarkan via RUU Migas?
