²©²ÊÍøÕ¾

RI Sah Bergabung Lagi di Klub Resesi Dunia, Begini Dampaknya

Tirta Citradi, ²©²ÊÍøÕ¾
07 November 2020 19:20
Indonesia Economy
Foto: AP/Dita Alangkara

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Untuk kali pertama sejak 1999, ekonomi Indonesia yang terkenal dengan pertumbuhan impresif khas emerging market jatuh juga ke jurang resesi. Kecepatan merebaknya wabah Covid-19 di dalam negeri membuat pemerintah memutuskan untuk mengerem jalannya roda perekonomian dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dampaknya sangat signifikan. Output perekonomian nasional mengalami kontraksi dua kuartal berturut-turut yang mengindikasikan bahwa Indonesia sah resesi.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal kedua terkontraksi 5,32% (year on year/yoy). Kontraksi berlanjut hingga kuartal ketiga meski tak sebesar di periode April-Juni dengan penyusutan sebesar 3,49% (yoy).

Angka minus mengindikasikan bahwa perekonomian Ibu Pertiwi sedang tidak baik-baik saja. Namun kontraksi yang lebih rendah mengindikasikan bahwa ada perbaikan dari sisi ekonomi seiring dengan pelonggaran pembatasan mobilitas publik serta adanya bantuan dari pemerintah.

Konsumsi rumah tangga, investasi, hingga aktivitas perdagangan masih mengalami kontraksi pada kuartal ketiga apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Satu-satunya pos PDB menurut pengeluaran yang masih tumbuh adalah konsumsi pemerintah. Pos ini dapat tumbuh 9,76% (yoy) ketika konsumsi domestik turun 4,04% (yoy), pembentukan modal tetap bruto (PMTB) anjlok 6,48% (yoy), ekspor drop 10,82% (yoy) dan impor anjlok 21,86% (yoy).

Berdasarkan laporan APBN Kinerja dan Fakta sampai bulan September 2020, total belanja pemerintah pusat berdasarkan Perpres nomor 72 tahun 2020 sebesar Rp 1.211,4 triliun atau 61,3% dari target dan tumbuh 21,2% (yoy).

Pemerintah memperkirakan ekonomi pada kuartal keempat masih akan tetap berada di teritori negatif dengan kisaran -1,6% hingga -0,6%.

Merebaknya wabah Covid-19 di dalam negeri, membuat pemerintah memutuskan untuk membatasi pergerakan orang melalui PSBB awal April lalu. Konsekuensinya adalah roda perekonomian yang melambat secara signifikan.

PSBB dan lockdown secara global menjadi palu godam yang memukul perekonomian dari dua sisi baik permintaan maupun produksi. Penurunan permintaan membuat penjualan dunia usaha merosot.

Produksi pun turun untuk mengimbangi penurunan permintaan terutama dari barang dan jasa yang non-esensial di masa pandemi. Kebijakan work from home untuk mencegah peningkatan kasus infeksi Covid-19 juga membuat kapasitas operasional pabrik menurun.

Implikasinya terlihat di sektor ketenagakerjaan. Kebutuhan akan pegawai atau pekerja drop. Fenomena karyawan yang dirumahkan, jam kerja dipangkas hingga terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pun marak.

BPS mencatat jumlah orang yang bekerja pada Agustus 2020 ada 128,5 juta orang dari total 138,2 juta angkatan kerja. Jumlah orang yang bekerja turun 0,3 juta jika dibandingkan dengan Agustus tahun sebelumnya.

Jumlah orang yang bekerja penuh (bekerja setidaknya 35 jam dalam seminggu) di dalam negeri drop signifikan sampai 9,5 juta orang jika dibandingkan Agustus 2019. Namun jumlah orang yang bekerja paruh waktu hingga setengah menganggur naik masing-masing 4,3 juta dan 4,8 juta orang.

Fenomena ini terjadi seiring dengan kebijakan perusahaan di masa pandemi yang menerapkan strategi efisiensi termasuk efisiensi biaya untuk tenaga kerja dengan mengatur waktu kerja para karyawannya.

Angka pengangguran pun bertambah 2,7 juta menjadi 9,77 juta orang. Angka ini meningkat 2,89 juta dibandingkan dengan bulan Februari 2020 ketika jumlah pengangguran terbuka berada di angka 6,88 juta orang.

Jumlah orang yang berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai pun turun drastis sebesar 4,3 persen poin menjadi 36,4% di bulan Agustus tahun ini. Jumlah tenaga kerja do sektor industri mengalami kontraksi yang paling dalam dengan penyusutan sebesar 1,3 persen poin akibat kapasitas produksi yang juga menurun.

Sementara untuk sektor pertanian, jumlah tenaga kerjanya justru mengalami kenaikan dibandingkan Agustus tahun lalu seiring dengan adanya panen yang bergeser dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Sumbangsih sektor pertanian terhadap penduduk bekerja mencapai 29,76% dari total dan mengalami pertumbuhan sebesar 2,23 persen poin.

Dengan 9,77 juta orang di Indonesia menyandang status sebagai pengangguran, maka tingkat pengangguran terbuka di RI pun naik 184 basis poin atau 1,84 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2019.

Jumlah TPT sudah mendekati dobel digit. Sebelumnya kajian yang dilakukan oleh Bappenas memprediksi akibat adanya pandemi Covid-19 membuat angka pengangguran mencapai 10,7 juta - 12,7 juta orang pada 2021.

Indonesia tidak sendirian dalam menghadapi resesi. Pandemi Covid-19 membuat ekonomi dunia mengalami kontraksi yang sangat dahsyat, bahkan lebih hebat ketimbang krisis keuangan global akibat subprime mortgage 2008 silam. 

Dua lembaga keuangan internasional yang bermarkas di Washington DC yaitu Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan output perekonomian global terkontraksi lebih dari 4%. 

Berdasarkan data yang dihimpun Trading Economics, ada 49 negara yang juga mengalami resesi. Negara-negara yang cenderung menerapkan lockdown ketat serta social distancing secara mandiri cenderung mengalami kontraksi yang lebih dalam. Akibatnya sektor ketenagakerjaan pun terdampak dan pengangguran global meningkat. 

Organisasi Buruh Internasional (ILO) melaporkan, fenomena penutupan tempat kerja berakibat pada disrupsi pasar tenaga kerja di seluruh dunia, yang mengakibatkan hilangnya jam kerja yang lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

Perkiraan total kerugian jam kerja pada kuartal kedua tahun 2020 (relatif terhadap kuartal keempat tahun 2019) sekarang adalah 17,3%, atau setara dengan 495 juta pekerjaan setara penuh waktu (FTE). Angka tersebut direvisi naik oleh ILO dari perkiraan sebelumnya di 14,0% ( 400 juta pekerjaan FTE).

Negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah adalah yang paling terpukul, setelah mengalami penurunan jam kerja yang diperkirakan mencapai 23,3% (240 juta pekerjaan FTE) pada kuartal kedua tahun ini.

Hilangnya jam kerja diperkirakan akan tetap tinggi pada kuartal ketiga tahun 2020, pada 12,1% atau 345 juta pekerjaan FTE. Selain itu, proyeksi revisi untuk kuartal keempat menunjukkan prospek yang lebih suram dari perkiraan sebelumnya.

Dalam skenario baseline, kerugian jam kerja pada kuartal akhir tahun 2020 diperkirakan akan meningkat menjadi 8,6% atau 245 juta pekerjaan FTE.

Kerugian jam kerja yang tinggi ini mengakibatkan kerugian besar dalam pendapatan tenaga kerja. Nilai kerugian pendapatan tenaga kerja (sebelum memperhitungkan langkah-langkah pemberian bantuan oleh pemerintah) ditaksir mencapai 10,7% (yoy) selama tiga kuartal pertama tahun 2020 secara global menjadi US$ 3,5 triliun, atau 5,5% dari produk domestik bruto (PDB) global untuk tiga kuartal pertama tahun 2019.

Kehilangan pendapatan tenaga kerja tertinggi terjadi di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah. Berdasarkan estimasi ILO kerugian ditaksir mencapai 15,1% di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah dan 11,4% di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas.

Inilah yang membuat resesi global tahun ini menjadi resesi yang sangat mengerikan. Bahkan lebih mengerikan ketimbang pada krisis keuangan global 2008 silam. Tingginya pengangguran membuat angka kemiskinan pun merajalela.

Tiga peneliti asal King's College London dan Universitas Nasional Australia memperkirakan jumlah penduduk miskin dunia tahun ini bakal mencapai 1,12 miliar orang atau setara dengan 14,3% dari total populasi global.

Akan ada tambahan 400 juta orang dalam keadaan yang mengalami kemiskinan ekstrem. Artinya jika mengacu pada definisi Bank Dunia, kelompok yang berada di garis kemiskinan ekstrem ini harus hidup di bawah US$ 1,9 per hari atau setara dengan Rp 27.550/hari asumsi kurs Rp 14.500/USS$.

Di saat yang sama jurang antara si kaya dan si miskin juga semakin melebar. Sungguh sangat memprihatinkan.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular