²©²ÊÍøÕ¾

BI Rilis Aturan Baru: Manjakan UMKM Dapat Kredit

Cantika Adinda Putri, ²©²ÊÍøÕ¾
03 September 2021 18:02
bi
Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bank Indonesia (BI) resmi menerbitkan Peraturan Bank Indonesia tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM). Dengan adanya aturan ini maka diharapkan rasio kredit UMKM di perbankan bisa mencapai 45,74%.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung menjelaskan recovery UMKM di masa pandemi saat ini terbilang cukup pesat.

Juda merinci, pada Juli 2021, pertumbuhan kredit UMKM tumbuh pesat sejalan dengan tumbuhnya kredit konsumsi. Di mana kredit konsumsi tumbuh 2,4% (year on year/yoy) dan UMKM tumbuh 1,93% (yoy).

Sementara pada posisi Juli kredit korporasi dan komersial masih mengalami kontraksi, masing-masing sebesar -2,15% (yoy pada kredit komersial dan -0,5% (yoy) pada kredit korporasi.

Jika dibedah lagi berdasarkan sektor UMKM, pada Juli 2021, pertumbuhan kredit usaha kecil sudah tumbuh 16,93% (yoy), dan usaha kecil sudah tumbuh 5,01% (yoy). Sementara kredit usaha mikro pertumbuhannya masih kontraksi atau -21,59% (yoy).

"Umkm ini sangat agile, sehingga dapat mempercepat pemulihan ekonomi. Begitu mobilitas itu di relaksasi, maka dia cepat melakukan penyesuaian diri," jelas Juda dalam video conference, Jumat (3/9/2021).

Seperti diketahui, BI menerbitkan PBI Nomor 23/13/PBI/2021 tentang RPIM bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah yang mulai berlaku pada 31 Agustus 2021.

PBI ini diterbitkan sebagai salah satu upaya Bank Indonesia meningkatkan inklusi ekonomi dan membuka akses keuangan serta memperkuat peran UMKM dalam pemulihan ekonomi nasional

Melalui kebijakan tersebut memberikan opsi yang lebih luas bagi perbankan untuk berpartisipasi dalam pembiayaan UMKM, Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR), dan pembiayaan yang bersifat inklusif lainnya.

Kebijakan ini diterbitkan, kata Juda karena saat ini potensi kredit UMKM masih signifikan, dari catatannya masih terdapat 69,5% UMKM yang belum menerima kredit UMKM dengan estimasi potensi kebutuhan kredit sebesar Rp 1.605 triliun.

"Sekarang kredit UMKM mencapai Rp 1.135 triliun atau dengan rasio 20,51%. Berdasarkan survei BI masih ada 69,5% UMKM belum menerima kredit," ujarnya.

Kemudian, lanjut Juda dari 69,5% tersebut sebanyak 43,1% UMKM, sementara 26,4% UMKM tidak membutuhkan kredit. "Dari 43,1% itu potensi demand kredit UMKM Rp 1.605 triliun bisa dipenuhi. Sehingga rasio kredit UMKM bisa mencapai 45,74%," jelas Junda.

Adapun saat ini, posisi total kredit UMKM di perbankan yakni, untuk usaha Mikro sebesar Rp 331 triliun atau 21%, usaha kecil Rp 534 triliun atau 33%, dan usaha menengah Rp 740 triliun atau 46%.

Sebagai gambaran, RPIM merupakan rasio yang menggambarkan porsi Pembiayaan Inklusif dengan membandingkan antara hasil pengurangan nilai Pembiayaan Inklusif dengan nilai sertifikat deposito Pembiayaan Inklusif terhadap total kredit.

Perbankan harus memenuhi RPIM 20% per Juni 2022, lalu 25% pada Juni 2023 dan 30% pada 2024.

Pembiayaan inklusif yang dimaksud adalah penyediaan dana yang diberikan bank untuk UMKM, Korporasi UMKM, dan perorangan berpenghasilan rendah (PBR).

Pembiayaan inklusif ini bisa dilakukan dalam empat opsi yakni memberikan kredit secara langsung ke UMKM dan rantai pasok, pemberian kredit melalui lembaga jasa keuangan, badan layanan umum dan badan usaha, pembelian surat berharga pembiayaan inklusif, serta pembiayaan inklusif lainnya yang ditetapkan BI.

"Dengan aturan RPIM ini ada opsi lain, bank bisa menyalurkan kredit lewat mitra seperti fintech atau membeli surat berharga pembiayaan inklusif (SBPI) yang underlyingnya pembiayaan UMKM," jelas Juda.

SBPI yang dimaksud Juda bisa berupa Surat Berharga Negara (SBN) inklusif yang diterbitkan pemerintah yang komitmen penggunaannya untuk program pengembangan UMKM/PBR dan pembiayaan inklusif.

SBPI juga bisa dalam bentuk Efek Beragun Aset (EBA) inklusif yang memiliki underlying pembiayaan inklusif, covered bonds dan sukuk BI inklusif.

Selain itu, SBPI bisa berupa obligasi/MTN inklusif yang komitmen penggunaan dananya untuk pembiayaan inklusif serta sertifikat deposito pembiayaan inklusif.

Juda menambahkan, penerbitan SBN inklusif nantinya akan memiliki seri khusus. "BI saat ini sedang melakukan konsolidasi dengan pemerintah untuk penerbitan SBN inklusif ini, termasuk juga untuk SBN syariah yang secara natural sudah inklusif," ujarnya.

Dalam mengantisipasi terjadinya terjadi over supply SBN inklusif terhadap penyaluran kredit UMKM secara langsung ataupun melalui kolaborasi dengan mitra maka jumlahnya akan diatur oleh BI.

"Jumlahnya tentu akan diatur sesuai supply dan demand," kata Juda melanjutkan.

SBPI nantinya dapat diperdagangkan. Jika banknya memiliki likuiditas yang cukup untuk pembiayaan inklusif maka SBPI bisa dijual. Sebaliknya bagi bank yang masih kekurangan untuk memenuhi rasio RPIM maka bisa membeli SBPI yang dijual bank lainnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular