
Bagi Hasil Migas Agresif buat Kontraktor Bisa Dorong Produksi

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemerintah berupaya terus mendorong produksi minyak dan gas bumi (migas) demi mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 mendatang.
Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) Chalid Said Salim mengatakan, langkah yang bisa diambil pemerintah untuk mendorong produksi migas adalah dengan memberikan bagi hasil yang agresif bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau produsen migas.
Dia mengatakan, tahun ini pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah menyetujui usulan insentif untuk Wilayah Kerja (WK) atau Blok Mahakam, lepas pantai Kalimantan Timur. Pihaknya pun meyakini setelah adanya insentif ini bisa mendorong produksi Blok Mahakam.
"Sehingga produksi migas di WK Mahakam bisa terus dukung target capaian produksi pemerintah," ujarnya dalam diskusi 'Update Perkembangan Kondisi Lingkungan Politik-Ekonomi Industri Hulu Migas Nasional', Selasa (14/09/2021).
Selain Blok Mahakam, pihaknya juga telah mengajukan insentif ke pemerintah untuk sejumlah anak usaha, antara lain Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) dan Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT). Kedua kontrak untuk blok tersebut dilakukan dengan skema PSC Gross Split.
Pihaknya optimistis dengan skema bagi hasil Gross Split, Kementerian ESDM akan memberikan bagi hasil yang agresif bagi kontraktor. Menurutnya, dengan skema ini semua pihak akan diuntungkan.
"Kami dengar saat ini Kementerian ESDM dan Kemenkeu bahas finalisasi implementasi bagi hasil lebih agresif. Sejalan dengan hal ini PHI koordinasi dengan instansi dan Kementerian terkait dan pemangku kepentingan lainnya," lanjutnya.
Pihaknya pun meyakini pengajuan proposal insentif PHSS dan PHKT akan bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi perusahaan. Dia berpandangan, insentif merupakan sesuatu yang penting untuk menjaga keekonomian aset dan mendorong keberlanjutan investasi di WK yang dikelola PHSS dan PHKT.
Selain itu, ini juga diperlukan untuk mempertahankan produksi dan keberlangsungan produksi sampai masa akhir kontrak.
Chalid berpandangan, dengan adanya insentif ini juga bisa menaikkan cadangan migas, sehingga bisa mendukung target produksi migas nasional di 2030. Insentif, imbuhnya, akan mendorong penerimaan negara sampai akhir masa kontrak.
"Persetujuan pemerintah pada proposal insentif akan dorong realisasi investasi selama periode kontrak yang disertai multiplier effect nasional dan daerah," jelasnya.
(wia) Next Article Berubahnya Ekonomi Politik RI Pengaruhi Industri Hulu Migas
