
Harga Kecap Bango Sampai Kopi Nescafe Bakal Naik?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang semakin mereda membuat sejumlah negara melonggarkan pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat. Ditambah dengan kelangkaan pasokan energi, terjadi tekanan harga dari sisi pasokan dan permintaan. Hasilnya, laju inflasi pun terakselerasi.
Ya, inflasi kini menjadi momok baru bagi perekonomian dunia. Inflasi yang tinggi bisa melemahkan daya beli masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi sulit terangkat. Hasilnya adalah stagflasi, inflasi tinggi tetapi pertumbuhan ekonomi rendah.
"Bank sentral akan terus memonitor dinamika harga secara saksama dan melihat apakah tekanan inflasi hanya sementara (transitory). Bank sentral akan menempuh kebijakan yang layak (appropriate) jika ekspektasi inflasi tidak lagi terjangkar," demikian sebut komunike Internal Monetary and Financial Committee (IMFC), komite di Dana Moneter Internasional (IMF) yang mewadahi bank sentral negara-negara anggotanya.
IMF memperkirakan laju inflasi di negara-negara maju bisa mencapai 3,6% tahun ini sebelum melambat ke 2% pada semester I-2022. Sementara di negara-negara berkembang, inflasi bisa mencapai 6,8% dan melambat ke 4% tahun depan.
"Perkiraan ini masih penuh ketidakpastian, bisa saja inflasi terus tinggi dalam waktu yang lebih lama. Penyebab tekanan inflasi antara lain kenaikan harga perumahan, kekurangan pasokan berbagai barang, dan kenaikan harga komoditas pangan, dan depresiasi mata uang di negara-negara berkembang," tulis Francesca Caselli dan Prachi Mishra dari IMF dalam kajian berjudul Inflation Scares in an Uncharted Recovery terbitan 6 Oktober 2021.
Halaman Selanjutnya --> Produsen Dunia Siap Naikkan Harga