²©²ÊÍøÕ¾

Ancaman Seram Setelah Covid-19: Lonjakan Harga Sembako!

Hidayat Setiaji, ²©²ÊÍøÕ¾
23 October 2021 17:30
suasana pasar tradisional ikan
Foto: Ilustrasi suasana pasar tradisional (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Ancaman kenaikan harga pangan bukan main-main. Hal ini tentu akan menghambat pemulihan ekonomi dan daya beli rakyat yang sudah hancur lebur dihantam pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Di level dunia, indeks harga pagan keluaran Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) berada di 130,01 pada September 2021. Ini adalah rekor tertinggi sejak Januari 2011 atau lebih dari 10 tahun lalu.

"Kenaikan indeks pada September 2021 disebabkan oleh kenaikan harga serealia dan minyak nabati. Produk susu (dairy) dan harga gula juga naik, sementara harga daging cenderung stabil," sebut laporan FAO.

Di tingkat domestik, Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan III memperkirakan inflasi pada Oktober 2021 sebesar 0,08% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini membuat inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) menjadi 0,88% dan inflasi tahunan (year-on-year/yoy) 1,62%.

"Penyumbang utama inflasi Oktober 2021 yaitu komoditas cabai merah sebesar 0,06% (mtm), minyak goreng sebesar 0,03% (mtm), cabai rawit, rokok kretek filter dan angkutan udara masing-masing sebesar 0,01% (mtm). Sementara itu, beberapa komoditas mengalami deflasi, antara lain telur ayam ras dan tomat masing-masing sebesar -0,03% (mtm), bayam, kangkung, sawi hijau, bawang merah dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,01% (mtm)," tulis laporan BI.

Halaman Selanjutnya --> Inflasi adalah Ancaman Nyata

Pandemi virus corona yang semakin mereda membuat sejumlah negara melonggarkan pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat. Ditambah dengan kelangkaan pasokan energi, terjadi tekanan harga dari sisi pasokan dan permintaan. Hasilnya, laju inflasi pun terakselerasi.

Ya, inflasi kini menjadi momok baru bagi perekonomian dunia. Inflasi yang tinggi bisa melemahkan daya beli masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi sulit terangkat. Hasilnya adalah stagflasi, inflasi tinggi tetapi pertumbuhan ekonomi rendah.

"Bank sentral akan terus memonitor dinamika harga secara saksama dan melihat apakah tekanan inflasi hanya sementara (transitory). Bank sentral akan menempuh kebijakan yang layak (appropriate) jika ekspektasi inflasi tidak lagi terjangkar," demikian sebut komunike Internal Monetary and Financial Committee (IMFC), komite di Dana Moneter Internasional (IMF) yang mewadahi bank sentral negara-negara anggotanya

IMF memperkirakan laju inflasi di negara-negara maju bisa mencapai 3,6% tahun ini sebelum melambat ke 2% pada semester I-2022. Sementara di negara-negara berkembang, inflasi bisa mencapai 6,8% dan melambat ke 4% tahun depan.

"Perkiraan ini masih penuh ketidakpastian, bisa saja inflasi terus tinggi dalam waktu yang lebih lama. Penyebab tekanan inflasi antara lain kenaikan harga perumahan, kekurangan pasokan berbagai barang, dan kenaikan harga komoditas pangan, dan depresiasi mata uang di negara-negara berkembang," tulis Francesca Caselli dan Prachi Mishra dari IMF dalam kajian berjudul Inflation Scares in an Uncharted Recovery terbitan 6 Oktober 2021.

Halaman Selanjutnya --> Dunia Usaha Ancang-ancang Naikkan Harga

Berbagai perusahaan dunia pun ancang-ancang menaikkan harga jual. Unilever, salah satu perusahaan barang konsumsi (consumer goods) terbesar dunia, sudah menaikkan harga jual produk mereka rata-rata 4,1% pada kuartal III-2021 dan sepertinya ke depan bakal naik lagi

"Kami memperkirakan inflasi tahun depan akan lebih tinggi dari tahun ini," ungkap Graeme Pitkethly, CFO Unilever, seperti dikutip dari Reuters. Di Indonesia, produk Unilever tersebar mulai dari sabun dan shampo Lifebuoy, es krim Wall's, penyedap rasa Royco, deterjen Rinso, kecap Bango, dan sebagainya.

Nestle, perusahaan makanan-minuman terbesar dunia, juga menyatakan hal senada. Francois-Xavier Roger, CFO Nestle, mengungkapkan bakal menaikkan harga pada kuartal IV-2021 dan berlanjut ke 2022 jika biaya produksi naik sampai 4%.

"Industri kami secara umum tidak berada dalam situasi normal saat 'dicubit' oleh inflasi," ujar Mark Schneider, CEO Nestle, seperti dikutip dari Reuters.

Di Indonesia, produk Nestle juga menjadi kebutuhan sehari-hari. Susu Dancow, Milo, Bear Brand, wafer Kit Kat, kopi Nescafe, adalah produk-produk dari Nestle yang tersimpan di lemari dan kulkas rakyat Indonesia.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular