
Berkat DMO Batu Bara, RI Bisa Bebas Krisis Listrik!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Krisis energi sempat melanda beberapa negara di Eropa, China, India, hingga negara tetangga Singapura. Mereka kekurangan pasokan energi, seperti gas dan batu bara sehingga berdampak pada kekurangan pasokan listrik hingga terancam gelap gulita. Namun untungnya, kondisi ini tidak melanda RI.
Kira-kira apa resepnya?
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, resep RI bisa terbebas dari krisis energi adalah kebijakan kewajiban pasokan batu bara untuk kepentingan dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO).
Dia mengatakan, saat harga batu bara di pasar internasional meroket hingga di atas US$ 200 per ton, harga DMO batu bara RI tetap dipatok maksimal US$ 70 per ton. Pengusaha batu bara pun punya kewajiban memenuhi kebutuhan batu bara industri dalam negeri sebesar 25% dari produksi tahunan mereka.
"Kenaikan commodity batu bara melejit luar biasa, dan beberapa negara terdampak. Inggris buka (batu bara) lagi, China, India krisis di sana. Alhamdulillah di kita ini ada aturan DMO," paparnya dalam wawancara bersama ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (29/11/2021).
Menurutnya, dengan adanya aturan DMO ini, maka para pengusaha batu bara tidak bisa melakukan ekspor seenaknya sebelum memenuhi DMO.
Dengan demikian, pasokan batu bara untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero) dan pembangkit swasta atau Independent Power Producer (IPP) tetap terpenuhi dan tidak terpengaruh lonjakan harga batu bara dunia.
"Mesti dipahami, teman-teman pengusaha batu bara dengan harga ini siapa yang nggak tergoda ekspor seenak-enaknya. Untungnya sudah ada DMO, jadi jaminan pasokan batu bara dalam negeri," jelasnya.
Bahkan, kata Rida, akibat pengusaha batu bara yang tidak memenuhi pasokan DMO, pemerintah akhirnya menjatuhkan larangan ekspor hingga DMO dipenuhi oleh perusahaan.
"Kita sempat larang ekspor sebelum batu bara kepentingan dalam negeri terpenuhi. Kita gak ikut-ikutan krisis," ujarnya.
Sebelumnya, PT PLN (Persero) menyebut banyak perusahaan batu bara yang tidak memenuhi kewajiban DMO. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini.
Dia mengatakan, realisasi penyerapan DMO batu bara dari pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) sampai Oktober 2021 baru sebesar 41,77 juta ton dari kewajiban alokasi DMO sebesar 66,06 juta ton.
"Masih terdapat gap atas realisasi pemenuhan batu bara dengan kewajiban pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri. Jenis kontrak PKP2B ada gap pasokan batu bara di mana kewajiban volume DMO 66 juta metrik ton (MT), namun realisasinya sampai Oktober 2021 hanya sebesar 41,7 juta metrik ton," ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (15/11/2021).
Berdasarkan data yang dipaparkannya, sejumlah pemegang PKP2B yang tidak memenuhi alokasi DMO antara lain Adaro Indonesia dengan volume DMO 11,1 juta ton, tapi sampai Oktober baru sebesar 7,54 juta ton.
Antang Gunung Meratus dengan volume DMO sebesar 2,1 juta ton, tapi sampai Oktober baru terealisasi 1,39 juta ton. Lalu, Berau Coal dengan volume DMO sebesar 5,5 juta ton, tapi realisasi sampai Oktober baru mencapai 2,87 juta ton. Kemudian, PT Borneo Indobara dengan volume DMO 7,57 juta ton, tapi realisasi sampai Oktober baru 4,77 juta ton, dan lainnya.
Lalu dari jenis Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP) ada Arutmin Indonesia di mana realisasi sampai Oktober baru sebesar 4,3 juta ton dari kewajiban sebesar 5,4 juta ton.
"Sehingga Arutmin belum penuhi kewajiban DMO," tegasnya.
Sementara dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tepatnya dari PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menurutnya DMO batu bara sudah dipenuhi, bahkan melampaui target.
Dia mengatakan, realisasi pasokan batu bara dari PTBA sampai Oktober telah mencapai 11,4 juta ton dari kewajiban DMO-nya yang "hanya" sebesar 6,05 juta ton.
"Dari jenis kontrak dengan BUMN, PTBA secara volume pasok telah melebihi DMO batu bara, yang telah dipasok PTBA sampai Oktober 11,4 juta MT, sementara DMO-nya sebesar 6 juta MT," jelasnya.
Sementara dari pemegang IUP Penanaman Modal Asing (PMA), menurutnya ada gap yang sangat besar, di mana realisasi DMO-nya hanya 2 juta ton dari kewajiban DMO 7,6 juta ton. Adapun pemenuhan DMO batu bara dari pemegang PMA itu baru berasal dari Musi Prima Coal di mana telah mengalokasikan 2 juta ton hingga Oktober dari kewajiban DMO 525 ribu ton.
"Dari jenis kontrak IUP OP gap besar, realisasi pasok 22,9 juta, dari DMO 52 juta ton, jadi realisasi pasok gak sampai setengah dari kewajiban DMO-nya," paparnya.
(wia) Next Article Belum Punah, PLN Tambah 13.819 MW PLTU Batu Bara Hingga 2030
