Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan ada 'hantu' yang meneror selain pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covd-19). 'Hantu' itu adalah tekanan inflasi yang semakin terasa di seluruh negara.
Indonesia pun tidak imun terhadap risiko tersebut. Hal ini terungkap dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini.
Pada November 2021, terjadi inflasi 0,37% dibandingkan bulan sebelumnya (month-on-month/mtm). Ini menjadi yang tertinggi sejak Desember 2020.
Sementara dibandingkan November 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi tercatat 1,75%. Ini menjadi rekor tertinggi sejak Juni 2020.
Bulan lalu, adalah bahan pangan alias sembako yang menjadi pendorong inflasi. BPS mencatat minyak goreng menjadi komoditas yang paling berkontribusi dalam pembentukan inflasi dengan andil 0,08%.
Akhir-akhir ini harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), bahan baku minyak goreng, memang anjlok. Namun sejak akhir 2020 (year-to-date/ytd), harga komoditas ini masih membukukan kenaikan nyaris 30%.
Oleh karena itu, sepertinya dunia usaha lebih memilih menjual CPO ke pasar ekspor ketimbang ke dalam negeri. Pada Agustus 2021, ekspor CPO meroket 82,82% yoy.
Halaman Selanjutnya -->Â Ini Kekhawatiran Jokowi
Tekanan inflasi adalah fenomena global, tidak hanya di Indonesia. Bahkan masalah ini sudah terjadi lebih dulu di negara-negara lain, termasuk di negara maju.
Misalnya di Amerika Serikat (AS). Pada Oktober 2021, inflasi di Negeri Stars and Stripes mencapai 6,2% yoy. Ini adalah rekor tertinggi sejak 1990.
Sementara di Inggris, inflasi Oktober 2021 tercatat 4,2% yoy. Ini menjadi yang tertinggi sejak 2011.
Setelah pandemi virus corona mereda, pemerintah di berbagai negara mulai membuka 'keran' aktivitas dan mobilitas warga. Hidup yang sudah lebih normal ini tentu berujung ke peningkatan permintaan.
Sayangnya dunia usaha belum siap menghadapi lonjakan permintaan ini. Produksi belum bisa digenjot kencang. Permintaan tinggi dan produksi yang masih terbatas ini menyebabkan tekanan inflasi.
Belum lagi pemerintah di sejumlah negara akan mulai melakukan pengetatan fiskal. Defisit anggaran yang 'jebol' gara-gara kebutuhan mendesak penanganan pandemi harus dikembalikan lagi ke posisi normal. Disiplin dan konsolidasi fiskal sepertinya akan menjadi tema besar mulai tahun depan.
Saat anggaran negara tidak ekspansif lagi, maka peredaran uang di perekonomian akan berkurang. Saat jumlah uang beredar berkurang, lagi-lagi dampaknya adalah inflasi.
"Semua negara juga mengkhawatirkan. Nanti kalau defisit dikembalikan ke normal, nanti inflasi. Pandemi ini dampaknya betul-betul ke mana-mana," ungkap Jokowi.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA