²©²ÊÍøÕ¾

Holding Tambang Blak-blakan Titik Lokasi PETI, Berapa Banyak?

Verda Nano Setiawan, ²©²ÊÍøÕ¾
05 August 2022 17:15
Tambang Emas Ilegal di Sulteng Longsor. (AP/Abdee Mari)
Foto: Tambang Emas Ilegal di Sulteng Longsor. (AP/Abdee Mari)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Holding BUMN Pertambangan MIND ID membeberkan beberapa titik lokasi praktik pertambangan tanpa izin atau PETI yang terjadi di seluruh wilayah operasi grup perusahaan. Adapun jumlah titik PETI dan pendulang ilegal mencapai ribuan titik.

Diantaranya seperti yang terjadi di PTBA mencapai 115 titik, PT Timah di Kepulauan Bangka dan Belitung yang mencapai 3100 titik, pendulang emas ilegal di PT Freeport Indonesia mencapai 4000 titik, dan di PT Antam terjadi di lima Blok termasuk di Konawe.

Division Head SVP Institutional Relations MIND ID, Niko Chandra bahkan mengatakan bahwa kegiatan tambang ilegal seperti yang terjadi di Konawe misalnya bukan lagi dilakukan oleh masyarakat melainkan perusahaan. Adapun kegiatan tambang ilegal oleh korporasi tersebut telah meninggalkan bekas tambang.

"Pertanyaan reklamasi, yang harus melakukan tanggung jawab siapa? Kami sudah koordinasi dengan Kementerian ESDM dan Dirjen Minerba sudah dapat arahan bahwa kegiatan reklamasi menjadi tanggung jawab pelaku peti yang di konawe apalagi yang melakukan korporasi," ujarnya di Jakarta, Jumat (5/8/2022).

Seperti diketahui, upaya pemerintah untuk memberantas keberadaan pertambangan tanpa izin (PETI) di Indonesia tidak cukup jika hanya melalui pendekatan hukum saja. Pasalnya, dengan jumlah 2.700 lokasi (PETI) yang ada saat ini, pemerintah bakal kewalahan untuk memprosesnya.

Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi mengusulkan agar aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh rakyat dapat dibina agar bisa menjadi legal. Dengan begitu maka akan ada penerimaan negara dari sisi royalti maupun pajak.

Adapun dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000.

"Misalnya masing-masing 50, maka ada 135 ribu orang yang harus berproses secara pidana dan ini penjara akan penuh. Setiap perkara itu kan ada cost dari negara, maka ketika masuk penjara negara harus membiayai mereka. Pendekatan hukum pidana itu dalam konteks ini gak bisa digunakan karena selalu gak efisien bagi negara," ujarnya dalam acara Closing Bell ²©²ÊÍøÕ¾, Selasa (26/7/2022).

Melihat kondisi tersebut, satu-satunya opsi yang dapat dilakukan pemerintah saat ini yakni bagaimana mengupayakan para penambang ilegal ini statusnya bisa menjadi legal. Setidaknya negara dapat memberikan pembinaan hingga melakukan pengawasan secara ketat.

Ia pun menyadari bahwa maraknya aktivitas PETI tidak bisa dilepaskan dari nilai ekonomi yang didapat masyarakat sekitar. Setidaknya banyak masyarakat yang menggantungkan mata pencaharian dari aktivitas ilegal ini.

"Pekerjaan rumah ke depan adalah bagaimana political will dari negara dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah ini kemudian memberikan fasilitasi. Misalnya, pertama Pemda harus menetapkan Perda Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)," ujarnya.


(pgr/pgr) Next Article Sudah Darurat! PETI Harus Dituntaskan Secara Permanen

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular