²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

'Kiamat' Baru Serang AS: Tenaga Kerja 'Hilang'

Thea Fathanah Arbar, ²©²ÊÍøÕ¾
08 September 2022 14:00
The United State flag is silhouetted against the setting sun Sunday, May 28, 2017, in Leavenworth, Kan. (AP Photo/Charlie Riedel)
Foto: Bendera Amerika Serikat (AP Photo/Charlie Riedel)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Amerika Serikat (AS) menghadapi 'kiamat' tenaga kerja yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meski majikan menawarkan bonus dan gaji yang tinggi, pekerjaan yang ditawarkan tak kunjung mendapatkan staff.

Menurut Fox News, ini terjadi pada sejumlah bisnis. Seperti restoran, toko, hingga penerbangan mulai dari petugas bagas ke pilot dan pramugari.

Mengutip laman Kamar Dagang AS, sektor perawatan kesehatan dan bantuan sosial serta akomodasi juga menghadapi hal serupa. Lowongan pekerjaan tinggi tapi pelamar minim.

Hantaman kurangnya pekerja lebih keras ke usaha kecil dan menengah. Kekurangan pekerja di tengah inflasi yang melonjak di atas membuat bisnis terancam tutup.

Menurut Small Business Index AS, 60% usaha kecil telah menerapkan perubahan selama setahun terakhir untuk meningkatkan retensi karyawan dengan salah satu taktik paling populer meningkatkan upah. Namun ini membebani ketika semua biaya naik.

"Saya tidak bisa mempekerjakan siapa pun," tegas pemilik usaha kecil di AS, bernama Frances Reed dan Jessica VonDyke, dikutip CNN International, seraya berkata telah menutup tokonya.

"Kami belum pernah memiliki begitu banyak peluang potensial untuk tumbuh, melayani pelanggan, dan menjual barang dan jasa. Namun pada saat yang sama dibatasi dalam kemampuan kami untuk tampil karena kami tidak dapat menemukan pekerja," ujar pengusaha lain, Mike Zaffaroni, di CNN Business.

Data dari bank sentral, Federal Reserve St. Louis, juga menunjukkan demikian. Selama 2022, badan itu telah melihat jumlah lowongan pekerjaan tertinggi dalam catatan.

Namun, tingkat partisipasi angkatan kerja tetap satu poin persentase penuh di bawah tingkat pra-Covid-19. Ini lebih dari dua juta pekerja dalam perekonomian Amerika saat ini.

Mengapa terjadi?

Melansir The Conversation, kesenjangan antara permintaan tenaga kerja dan pasokannya sudah terbentuk pada tahun 2017. Pada 2018, ekonomi AS memiliki lebih banyak lowongan pekerjaan daripada pekerja yang menganggur.

Namun ini makin menjadi kala pandemi Covid-19 dimulai. Itu menyebabkan tren "Great Resignation" di AS.

"Pada tahun 2021, lebih dari 47 juta pekerja berhenti dari pekerjaan mereka, banyak di antaranya mencari keseimbangan dan fleksibilitas kehidupan kerja yang lebih baik, peningkatan kompensasi, dan budaya perusahaan yang kuat," kata Direktur Kebijakan Pekerja Global dan Inisiatif Khusus Kamar Dagang AS, Stephanie Ferguson, Kamis (8/9/2022).

Selama pandemi, tegasnya, pekerjaan yang membutuhkan kehadiran langsung dan secara tradisional memiliki upah lebih rendah, akan kesulitan untuk mempertahankan pekerja. Misalnya, industri rekreasi dan perhotelan serta ritel.

"Tingkat berhenti rekreasi dan perhotelan tertinggi sejak Juli 2021, secara konsisten di atas 5,4%. Tingkat berhenti untuk industri perdagangan ritel tidak jauh di belakang, dengan tingkat melayang mendekati 4%," ujarnya.

Bukan hanya itu, bentuk pekerjaan jarak jauh (WFH) juga menjadi soal lain di AS. Data menemukan bahwa 91% pekerja AS berharap mereka dapat terus bekerja beberapa jam dari rumah.

"Tiga dari 10 pekerja memberi isyarat bahwa mereka akan mencari pekerjaan baru jika mereka dipanggil kembali ke kantor," tambahnya.

Sementara itu, menurut mantan pejabat tenaga kerja AS Elaine Chao AS kini menghadapi ketidaksesuaian antara keterampilan yang dibutuhkan untuk mengisi lowongan dan keterampilan yang dimiliki pencari kerja. Ini, tegasnya menjadi hal yang harus dibenahi pemerintah AS.

Australia Juga

Sebelumnya hal serupa juga terjadi di Australia. Ini terjadi akibat penutupan perbatasan lebih dari 2 tahun selama pandemi Covid-19, yang rupanya tak hanya menahan penyebaran virus, tetapi juga memblokir akses ke pekerja potensial untuk negara tersebut.

Australia bahkan melakukan berbagai cara agar mendapatkan pada pekerja kembali. Pekan lalu, pemerintah Australia meningkatkan jumlah migrasi permanen menjadi 195.000 dari tahun keuangan ini, Jumlah ini meningkat 35.000 orang.

Pengusaha berharap mereka akan membantu mengisi kesenjangan dalam angkatan kerja, tetapi dengan hampir setengah juta lowongan di seluruh negeri dan tingkat pengangguran 3,4%, level terendah hampir 50 tahun.

Masalahnya tidak hanya terkait dengan penutupan perbatasan Covid-19, para ahli mengatakan sistem visa sudah sulit dilalui para pekerja migran, bahkan sebelum pandemi.

Diketahui bahwa ratusan ribu orang menunggu aplikasi visa mereka diproses. Ini menciptakan disinsentif bagi pelamar baru yang sangat terampil, yang mungkin mendapatkan penawaran di tempat lain.

"Saya pikir masalah terbesar saat ini sebenarnya adalah membuat orang masuk ke negara itu terlepas dari batasannya," kata Direktur Deloitte Access Economics, Blair Chapman.

"Kami benar-benar bersaing dalam skala global sekarang dengan kekurangan yang dilaporkan di seluruh dunia dan perlu ada pemikiran serius yang diberikan tentang bagaimana kami benar-benar menarik orang ke Australia," tambahnya.


(tfa/sef) Next Article Astaga Mr Biden, 8 "Kiamat" Serang Amerika

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular