
Eropa Ngais-Ngais Gas, RI Malah Tumpah Ruah!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sejumlah negara di Eropa kini terancam gelap gulita akibat ancaman krisis energi, khususnya gas, sejak tersendatnya pasokan dari Rusia. Kondisi ini juga berdampak pada tagihan listrik yang lebih mahal dan terancam pemadaman listrik.
Namun demikian, kondisi bertolak belakang terjadi di Indonesia. Indonesia justru malah mengalami kelebihan pasokan, sehingga masih banyak yang diekspor ke negara lain.
Tak tanggung-tanggung Indonesia diperkirakan akan kelebihan pasokan gas hingga 10 tahun mendatang.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji belum lama ini mengungkapkan bahwa kelebihan pasokan gas ini terutama didorong adanya tambahan produksi gas bumi maupun gas alam cair (LNG) dari sejumlah proyek strategis gas nasional.
Sebut saja proyek Lapangan Unitisasi Gas Jambaran - Tiung Biru (JTB), Bojonegoro, Jawa Timur, proyek gas laut dalam atau Indonesia Deep Water Development (IDD), Kalimantan Timur, Train 3 Kilang LNG Tangguh di Papua, hingga Blok Masela di Maluku.
"Dalam 10 tahun mendatang, Indonesia akan surplus gas hingga 1.715 MMSCFD, berasal dari proyek potensial di berbagai daerah di Indonesia," ujar Tutuka dalam Agenda Paralel Energy Transitions Working Group (ETWG) Presidensi G20 Indonesia, bertajuk Exploring Short-term Solutions for the Global Gas Crisis, Senin (29/8/2022).
Tak hanya dalam 10 tahun mendatang, kini pun Indonesia bisa dikatakan masih memiliki pasokan gas yang melimpah.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada 2021 produksi LNG dalam negeri mencapai 774.329 juta standar kaki kubik (MMSCF), sementara yang digunakan di dalam negeri sebesar 174.934 MMSCF. Adapun jumlah yang diekspor mencapai 416,69 juta MMBTU. Sementara untuk produksi gas bumi pada 2021 tercatat 2.433.677 MMSCFD.
Dari jumlah produksi tersebut, bahkan ada yang diekspor sebesar 274.736 MMSCF, selebihnya digunakan di dalam negeri, baik untuk produksi minyak dan gas bumi, utilisasi untuk pembangkit listrik, gas kota (City Gas), industri, maupun kilang minyak dan LPG.
Dari sisi cadangan, Indonesia tercatat memiliki 60,61 triliun standar kaki kubik (TSCF) per 1 Januari 2021.
Tutuka memaparkan bahwa sebanyak 64,3% produksi gas Indonesia pada 2021, yakni 5.734 BBTUD, digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Sementara dari total keseluruhan produksi, sebanyak 27,45% untuk kebutuhan industri, 22,18% untuk ekspor berupa LNG, pupuk sebesar 12,08%, ekspor 13,14%, dan listrik 11,9%.
Indonesia memanfaatkan gas untuk kebutuhan domestik berupa LNG dan LPG masing-masing sebesar 8,56% dan 1,56%. Sebagian kecil dari sisa konsumsi adalah untuk gas kota dan bahan bakar transportasi.
Adapun salah satu proyek gas nasional yang baru saja beroperasi yakni Lapangan Unitisasi Gas Jambaran - Tiung Biru (JTB).
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan proyek pengembangan Lapangan Unitisasi Gas Jambaran - Tiung Biru (JTB) yang berada di Desa Bandungrejo, Ngasem, Bojonegoro, Jawa Timur berhasil melakukan pengaliran gas perdana atau Gas On Stream (GoS) pada Selasa (20/9/2022).
Penyaluran gas perdana tersebut menandai babak baru proyek JTB yang dikelola PT Pertamina EP Cepu (PEPC) selaku anak usaha dari PT Pertamina Hulu Energi, Subholding Upstream Pertamina, menuju fase produksi.
Adapun GoS merupakan tahap pengaliran gas dari Gas Processing Facility (GPF) menuju metering area untuk disalurkan ke pipa distribusi yang selanjutnya diterima oleh para buyers dari gas tersebut.
JTB diproyeksikan menjadi salah satu calon penghasil gas terbesar di Indonesia dengan produksi gasnya yang mencapai 192 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Dari jumlah tersebut, 100 MMSCFD telah dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan gas pembangkit listrik PT PLN (Persero).
Dengan demikian, tak ayal pasokan gas Indonesia kini akan semakin bertambah.
(wia) Next Article Indonesia Mau Larang Ekspor Gas? Ini Kata SKK Migas
