²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

Ini Sosok Pangeran Arab yang Ancam AS dengan Jihad & Syahid

Thea Fathanah Arbar, ²©²ÊÍøÕ¾
17 October 2022 16:33
Pangeran Saudi, Saud al-Shaalan, mengomentari reaksi Barat terhadap pengurangan produksi OPEC+ yang diumumkan minggu lalu. (Tangkapan layar via Twitter @MiddleEastEye)
Foto: Pangeran Saudi, Saud al-Shaalan, mengomentari reaksi Barat terhadap pengurangan produksi OPEC+ yang diumumkan minggu lalu. (Tangkapan layar via Twitter @MiddleEastEye)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Salah satu pangeran dari Arab Saudi membuat heboh. Dia adalah Saud Al Shaalan.

Ia memberikan ancaman kepada Amerika Serikat (AS) dan sekutu Barat. Itu disampaikan dalam sebuah video yang telah tersebar di media sosial.

Pengacara hak asasi manusia Arab Saudi, Abdullah Alaoudh, salah satu pengguna yang mengunggah ulang video ancaman tersebut di akun Twitternya, @aalodah. Arab Saudi sendiri kini memang tengah tegang dengan AS karena keputusan OPEC+.

"Kepada (negara) Barat: Siapa pun yang menantang keberadaan Kerajaan (Arab Saudi) ini, kita semua adalah proyek jihad dan syahid," katanya menggunakan bahasa Inggris dan Prancis, dikutip Senin (17/10/2022).

Lalu siapakah dia?

Ia adalah sepupu Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS). Selain sepupu MBS, Pangeran Saud merupakan pemimpin suku dan salah satu cucu almarhum Raja Abdulaziz al-Saud, pendiri Arab Saudi.

Pelobi Arab Saudi, Ali Shihabi menegaskan Pangeran Saud adalah bangsawan kecil tanpa peran resmi. Ini membuat ancaman darinya bukan menjadi sikap resmi kerajaan.

"Ini adalah individu pribadi yang membuat pernyataan pribadi yang tidak ada hubungannya dengan negara," katanya.

Hubungan Arab Saudi dan AS memanas akibat keputusan OPEC+ yang ingin memangkas produksi minyak dua juta barel per hari mulai November. Langkah ini dirancang untuk memacu pemulihan harga minyak mentah, yang telah turun menjadi sekitar US$ 80 per barel, setelah sempat mencapai US$ 120 per barel pada awal Juni.

Hal ini membuat AS meradang. AS mengatakan Arab Saudi berpandangan sempit sehingga akan menyakitkan bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Apalagi inflasi sejumlah negara mengalami kenaikan akibat harga energi. Di mana AS mencatat inflasi mendekati level tertinggi dalam 40 tahun.

Kekecewaan AS terhadap sikap itu tidak datang secara tiba-tiba. Negeri itu telah berkali-kali meminta agar produksi minyak digenjot untuk mengatasi krisis energi dan menurunkan harganya di hilir.

Hal ini pun menimbulkan sejumlah spekulasi di antaranya kolusi antara Arab Saudi dan Rusia. Negeri Vladimir Putin diketahui sebagai salah satu pentolan di OPEC+.

Senat AS sempat mengatakan menginginkan sanksi ke kerajaan itu. Namun Riyadh menegaskan tak ada motif politik dalam keputusan OPEC+ dan murni ekonomi.


(sef/sef) Next Article Heboh Amerika & Saudi Tegang, Pangeran Arab Ancam Jihad

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular