²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

Heboh Amerika & Saudi Tegang, Pangeran Arab Ancam Jihad

Thea Fathanah Arbar, ²©²ÊÍøÕ¾
18 October 2022 06:00
Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dan Presiden AS Joe Biden bertemu di Istana Al Salman setibanya di Jeddah, Arab Saudi, Jumat (15/7/2022).  (Bandar Algaloud/Courtesy of Saudi Royal Court/Handout via REUTERS)
Foto: Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dan Presiden AS Joe Biden bertemu di Istana Al Salman setibanya di Jeddah, Arab Saudi, Jumat (15/7/2022). (Bandar Algaloud/Courtesy of Saudi Royal Court/Handout via REUTERS)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Salah satu pangeran dari Arab Saudi membuat heboh. Dia adalah Saud Al Shaalan.

Ia memberikan ancaman kepada Amerika Serikat (AS) dan sekutu Barat. Itu disampaikan dalam sebuah video yang telah tersebar di media sosial.

Pengacara hak asasi manusia Arab Saudi, Abdullah Alaoudh, salah satu pengguna yang mengunggah ulang video ancaman tersebut di akun Twitternya, @aalodah. Arab Saudi sendiri kini memang tengah tegang dengan AS karena keputusan OPEC+.

"Kepada (negara) Barat: Siapa pun yang menantang keberadaan Kerajaan (Arab Saudi) ini, kita semua adalah proyek jihad dan syahid," katanya menggunakan bahasa Inggris dan Prancis, dikutip Selasa (18/10/2022).



Lalu siapakah dia?

Ia adalah sepupu Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS). Selain sepupu MBS, Pangeran Saud merupakan pemimpin suku dan salah satu cucu almarhum Raja Abdulaziz al-Saud, pendiri Arab Saudi.

Pelobi Arab Saudi, Ali Shihabi menegaskan Pangeran Saud adalah bangsawan kecil tanpa peran resmi. Ini membuat ancaman darinya bukan menjadi sikap resmi kerajaan.

"Ini adalah individu pribadi yang membuat pernyataan pribadi yang tidak ada hubungannya dengan negara," katanya.

Bagaimana kronologinya?

Pernyataannya ini terjadi di tengah memanasnya hubungan Arab Saudi dan AS. Sejumlah media pun mengaitkan dengan ini.

Ketegangan terjadi akibat keputusan OPEC+ yang ingin memangkas produksi minyak dua juta barel per hari mulai November. Langkah ini dirancang untuk memacu pemulihan harga minyak mentah, yang telah turun menjadi sekitar US$ 80 per barel, setelah sempat mencapai US$ 120 per barel pada awal Juni.

Hal ini membuat AS meradang. AS mengatakan Arab Saudi berpandangan sempit sehingga akan menyakitkan bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Apalagi inflasi sejumlah negara mengalami kenaikan akibat harga energi. Di mana AS mencatat inflasi mendekati level tertinggi dalam 40 tahun.

Kekecewaan AS terhadap sikap itu tidak datang secara tiba-tiba. Negeri itu telah berkali-kali meminta agar produksi minyak digenjot untuk mengatasi krisis energi dan menurunkan harganya di hilir.

Hal ini pun menimbulkan sejumlah spekulasi di antaranya kolusi antara Arab Saudi dan Rusia. Negeri Vladimir Putin diketahui sebagai salah satu pentolan di OPEC+.

Senat AS sempat mengatakan menginginkan sanksi ke kerajaan itu. Termasuk menyetop penjualan senjata.

"Amerika seharusnya tidak memberikan kendali tak terbatas atas sistem pertahanan strategis seperti itu kepada sekutu musuh terbesar kita, pemeras bom nuklir (Presiden Rusia) Vladimir Putin," tegas senator AS Richard Blumenthal dan anggota Kongres Ro Khanna yang ditulis media Politico.

"Tidak akan memberi lampu hijau kerjasama dengan Riyadh sampai kerajaan menilai kembali posisinya sehubungan dengan perang di Ukraina," katanya Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat Bob Menendez.

Bantahan Saudi

Namun Riyadh menegaskan tak ada motif politik dalam keputusan OPEC+ dan murni ekonomi. Negara OPEC lain yakni Uni Emirat Arab (UEA) juga mengatakan pemotongan murni persetujuan semua anggota.

"Saya ingin mengklarifikasi bahwa keputusan OPEC+ terbaru, yang disetujui dengan suara bulat, adalah keputusan teknis murni, tanpa niat politik apa pun," terang Menteri Energi UEA Suhail al-Mazrouei, dalam akun Twitter resmi yang dikutip Reuters.

Komentarnya sendiri mengikuti pernyataan dari pemasar minyak negara Irak SOMO. Lembaga Baghdad itu mengungkapkan bahwa manuver ini diperlukan untuk menjaga stabilitas energi.

"Ada konsensus lengkap di antara negara-negara OPEC+ bahwa pendekatan terbaik dalam menghadapi kondisi pasar minyak selama periode ketidakpastian dan ketidakjelasan saat ini adalah pendekatan pre-emptive yang mendukung stabilitas pasar dan memberikan panduan yang diperlukan untuk masa depan," bunyi pernyataan itu.


(sef/sef) Next Article Heboh Pangeran Arab Ancam Amerika, Sebut Jihad & Syahid

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular