
Ekonomi Serba Sulit, Diam-Diam Sistem Upah Jam-Jaman Berlaku

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Setelah pandemi Covid-19, banyak perusahaan memilih untuk mempekerjakan pegawai dengan sistem kerja harian dan dibayar per jam. Kalangan buruh menyebut nilai upah yang mereka terima juga tidak besar.
"UMP Jakarta Rp 4,6 juta jadi hitungan per hari harusnya Rp 240.000 untuk pekerja harian, tapi yang dibayar pengusaha Rp 150.000," kata Presiden Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Husni Mubarok kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Selasa (18/10/22).
Buruh mengklaim nilai upah Rp 240.000.000 tersebut berasal dari perhitungan Pasal 8 ayat (2) Kepmenaker 102/2004, maka cara menghitung upah sejam adalah 1/173 x upah per bulan.
Angka 173 berasal dari:
1 tahun = 365 hari
1 tahun = 12 bulan
1 minggu = 7 hari
Jumlah minggu dalam 1 tahun, maka 365 : 7 hari = 52,14 Minggu. Rata-rata jumlah minggu dalam 1 bulan, maka 52,14 : 12 bulan = 4,345 Minggu/ Bulan.
Apabila kewajiban bekerja per minggu adalah 40 jam, maka rata-rata jumlah jam kerja per bulan adalah:
4,345 minggu x 40 jam = 173,8 jam/bulan yang dibulatkan menjadi 173.
Artinya jika nilai UMP 2022 yang berlaku sesuai keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebesar Rp 4.641.854 maka 1/173× Rp 4.641.854=Rp 26.831/jam.Jika buruh bekerja selama 8 jam sehari maka upahnya 8×Rp 26.831 = Rp 214.652.Â
"Jadi upah itu dihitung mengacu pada perhitungan upah lembur. 1/173 x upah per bulan, keluar nilai upah per jam. Sehari mereka kerja 8 jam. jd akumulasi sehari Rp 240.000/hari," kata Husni.
Buruh mengklaim nilai upah yang harus diterima seharusnya lebih besar. Karena itu mereka sudah memberi laporan kepada pemerintah.
"Pekerja harian lebih mempermudah proses PHK-nya, gaji mereka pun di bawah dari normatif. Itu sudah layangkan ke pihak Kementerian terkait," ujar Husni.
(hoi/hoi) Next Article 'Musim Panas Upah Buruh', Pengusaha: Semua Menderita