²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

Rishi Sunak Jadi PM Inggris, Sederet PR Besar Menanti

Tommy Patrio Sorongan, ²©²ÊÍøÕ¾
25 October 2022 08:55
FILE Britain's Chancellor of the Exchequer Rishi Sunak speaks during a press conference following the 2021 Budget, in 10 Downing Street, London, Wednesday, March 3, 2021. Sunak ran for Britain’s top job and lost. Now he’s back with a second chance to become prime minister.
Foto: Rishi Sunak (Tolga Akmen/Pool Photo via AP)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Rishi Sunak berhasil mengamankan kursi Perdana Menteri (PM) Inggris yang baru. Ia akan menggantikan Liz Truss, mantan rivalnya pada pemilihan musim panas lalu, yang mengundurkan diri lantaran menganggap dirinya gagal dalam menuntaskan persoalan krisis ekonomi.

Sunak akan secara resmi masuk ke peran barunya itu setelah ditunjuk oleh Raja Charles III. Ia menyebut isu perekonomian akan menjadi prioritas utama dalam kepemimpinannya setelah negara itu mengalami inflasi di atas 10%.

"Prioritas utama adalah untuk menyatukan partai kita dan negara kita dalam menghadapi tantangan ekonomi yang mendalam," terangnya pada Senin, (24/10/2022).

Pada bursa pencalonan musim panas kemarin, Sunak berkampanye dengan janji untuk membantu rumah tangga mengatasi kenaikan biaya hidup yang menyebabkan warga mengurangi pengeluaran. Ia mengatakan nanti akan ada tindakan pemotongan pajak, tetapi setelah tekanan harga mereda.

Namun, prospek ekonomi telah memburuk tajam sejak saat itu. Ini dikarenakan gejolak pasar yang timbul karena rencana Truss untuk memangkas pajak sesegera mungkin dan meningkatkan pinjaman pemerintah.

Hal ini pun menyebabkan ukuran aktivitas ekonomi turun ke level terendah 21-bulan di bulan Oktober. S&P Global, yang melacak data itu, mengatakan secara efektif Inggris sudah berada dalam resesi.

Ìý

"Ketidakpastian politik dan ekonomi yang meningkat telah menyebabkan aktivitas bisnis turun pada tingkat yang tidak terlihat sejak krisis keuangan global pada 2009, jika bulan-bulan penguncian pandemi dikecualikan," kata Chris Williamson, kepala ekonom bisnis di S&P Global Market Intelligence kepada CNN International, Selasa (25/10/2022).

Pernyataan ini juga dikuatkan oleh pandangan Bank of England. Bank sentral itu memperkirakan bulan lalu bahwa ekonomi Inggris sudah dalam resesi.

Bukti yang mendukung pandangan itu smakin berkembang. Output negara itu menyusut 0,3% pada Agustus, menyusul ekspansi hanya 0,1% pada Juli. Sebuah laporan pemerintah yang dirilis Jumat lalu juga menunjukkan penjualan ritel turun 1,4% pada September.

Seorang ekonom di UBS Wealth Management, Dean Turner, menyebut prospek pengeluaran warga 'cukup suram'. Pertanyaan utama sekarang, katanya, adalah berapa lama kontraksi berlangsung dan seberapa dalam itu terjadi.

Gambaran posisi keuangan Inggris juga menjadi gelap dengan rilis data pada hari Jumat yang menunjukkan bahwa pemerintah Inggris meminjam bersih 20 miliar pound (Rp 248 triliun) pada bulan September. Ini 5,2 miliar pound di atas ekspektasi pengawas fiskal negara itu.

"Fokus utama untuk PM berikutnya dan kabinet pilihan mereka perlu menjadi tanggung jawab fiskal. Kami membutuhkan rencana yang kredibel untuk memastikan bahwa utang pemerintah dapat diperkirakan turun dalam jangka menengah," tutur wakil direktur Institut Studi Fiskal, Carl Emmerson.

Sementara itu, investor dengan hati-hati menyambut berita kemenangannya. Pound bergerak keluar masuk dari zona merah terhadap dolar AS pada hari Senin. Dalam penutupan perdagangan, pound ditutup di atas US$ 1,13 atau naik 0,1%.

Imbal hasil obligasi Inggris bertenor 10 tahun, yang bergerak berlawanan dengan harga, turun menjadi 3,76%. Indeks FTSE 250 dari perusahaan menengah Inggris naik 1,1%.


(luc/luc) Next Article Boris Johnson Batal Nyalon Lagi, Ini Calon Terkuat PM Inggris

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular