²©²ÊÍøÕ¾

Bukan Menakut-nakuti, Ini Alasan Sri Mulyani Bicara Resesi!

Redaksi, ²©²ÊÍøÕ¾
01 November 2022 13:40
'Happy' Dapat Perintah Jokowi, Sri Mulyani Sigap Lakukan Ini
Foto: Infografis/'Happy' Dapat Perintah Jokowi, Sri Mulyani Sigap Lakukan Ini/Aristya Rahadian

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belakangan waktu terkait ancaman resesi dunia ternyata menarik perhatian mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Menurut JK, pernyataan tersebut kerap kali menakut-nakuti masyarakat.

"Saya bilang ke Sri Mulyani, jangan selalu kasih takut-takut orang besok akan, tahun depan akan kiamat. Saya telepon, jangan begitu, jangan kasih takut semua orang," kata JK pada akhir pekan lalu.

Entah kapan pastinya JK menghubungi Sri Mulyani secara langsung. Akan tetapi beberapa hari sebelum JK bicara ke media, Sri Mulyani sempat mengungkapkan alasan dirinya sering membicarakan ancaman resesi.

Tepatnya dalam acara Webinar yang diselenggarakan PT PLN Persero, Rabu (26/10/2022).

"IMF bilang pada 2023 is gonna be dark. itu yang disebut gelap. Kalau saya bicara begitu dianggap menakuti-nakuti padahal sebetulnya tidak. Saya hanya menyampaikan risiko itu ada dan kita harus waspada," ujarnya

Sri Mulyani menyatakan sebanyak 60 negara akan jatuh ke krisis utang dalam waktu dekat. Dua negara yang sudah alami krisis lebih dulu adalah Sri Lanka dan Argentina.

"Saat ini ada lebih dari 60 negara yang diperkirakan dalam situasi debt distress atau kondisi keuangan atau utang distress yang bisa memicu krisis utang maupun krisis keuangan atau ekonomi," ungkapnya.

Situasi ini disebabkan oleh sederet faktor. Pandemi covid-19 yang meninggalkan luka memar dan belum sepenuhnya berakhir. Diperparah oleh perang Rusia dan Ukraina sebagai biang kerok krisis pangan dan energi, menimbulkan lonjakan inflasi di mana-mana.

"Pemulihan ekonomi cepat, dunia dihadapkan masalah rantai pasok. Supply tak mampu mengikuti permintaan, muncul tekanan harga-harga atau inflasi. diperparah dengan terjadinya perang saat ini," ujar Sri Mulyani.

Situasi semakin rumit, tatkala negara maju mengubah arah kebijakan moneter. Seperti Amerika Serikat (AS) yang dengan agresif menaikkan suku bunga acuan dan menimbulkan gejolak besar di pasar keuangan.

"Kalau otoritas moneter di AS menaikkan suku bunga dan kenaikan likuiditas, menyebabkan penguatan dari dolar luar biasa. Ini menimbulkan dampak yang harus dilihat," jelasnya

"Kondisi ini yang kemudian menimbulkan tekanan yang besar. Banyak negara situasinya sudah rapuh waktu terjadi pandemi," paparnya.

Sri Lanka dan Argentina adalah contoh terkini yang bisa dilihat dunia. Persoalan krisis merambat ke masalah lain yang membuat masyarakat akhirnya menanggung derita.

"Ekstremnya lihat apa yang terjadi di Sri Lanka ngeliatnya dalam bentuk foto-foto, atau kejadian krisis politik, sosial, ekonomi yang kompleks. Situasi ini harus kita kelola," pungkasnya.

Situasi Perekonomian Indonesia

Ekonomi nasional selama Juli - September 2022 diperkirakan akan tumbuh di atas 5,5% secara year on year (yoy). Capaian yang sangat tinggi dibandingkan banyak negara yang kini ekonominya turun bahkan jatuh ke jurang resesi

"Pertumbuhan ekonomi kita kuat di kuartal III berharap di atas 5,5% dan di kuartal IV harus waspada tren pelemahan ekonomi dunia," terangnya.

Sumber pertumbuhan ekonomi terbesar adalah ekspor, didorong oleh tingginya harga komoditas utama, seperti batu bara, nikel, bauksit, hingga minyak kelapa sawit.

Berdasarkan data BPS, neraca perdagangan Indonesia pada September 2022 kembali mencatat surplus, yakni 4,99 miliar dolar AS. Kinerja positif tersebut melanjutkan surplus neraca perdagangan Indonesia sejak Mei 2020.

Neraca perdagangan Indonesia pada Januari-September 2022 secara keseluruhan mencatat surplus 39,87 miliar dolar AS, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun 2021 sebesar 20,71 miliar dolar AS.

"Ini memberikan daya tahan yang relatif lebih baik saat dunia mengalami perubahan, terutama dari kebijakan AS," jelasnya.

Sumber lainnya adalah dari konsumsi rumah tangga dan investasi. Seiring dengan membaiknya mobilitas masyarakat imbas terkendalinya pandemi covid-19. Pemerintah juga menjaga inflasi agar konsumsi dapat terus tumbuh ke depannya.

"Pilihannya tak selalu mudah dari seluruh dunia. Antara memproteksi masyarakat, daya beli di sisi lain pressure yang berjalan ekstrem di dunia menimbulkan pilihan yang tidak mudah," pungkasnya.


(mij/mij) Next Article Duh! JK Bilang Ongkos LRT Bisa Lebih Mahal, Ini Penyebabnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular