
Proyek "LPG" Batu Bara Dipastikan Takkan Diresmikan Jokowi

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Proyek hilirisasi batu bara, untuk gasifikasi menjadi Dimethyl Ether (DME) yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, rupanya baru bisa terwujud setelah masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai.
Pasalnya, proyek yang digadang-gadang sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) ini baru rampung pada 2027. Padahal, awal pembangunan atau ground breaking pabrik DME ini disaksikan Jokowi pada 24 Januari 2022 lalu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, proyek yang dibangun di lokasi Kawasan Industri Tanjung Enim, Sumatera Selatan, itu baru mulai beroperasi atau Commercial Operation Date (COD) pada kuartal keempat 2027.
Adapun proyek gasifikasi batu bara menjadi DME ini ditargetkan bisa menghasilkan 1,4 juta ton DME dengan konsumsi 6 juta ton batu bara per tahun. Ini merupakan proyek yang dikerjakan konsorsium perusahaan petrokimia Amerika Serikat, Air Products, dengan dua BUMN RI, yaitu PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina (Persero).
Nantinya PTBA akan menjual batu bara kepada processing company, yakni Air Products. Lalu, untuk produk akhir DME akan diserap oleh Pertamina. Adapun kepemilikan saham Air Products sebesar 60%, PTBA 20% dan Pertamina 20%.
"PTBA ditargetkan akan memproduksi DME 1,4 juta ton per tahun dengan inputan batu bara 6 juta ton per tahun. Target COD kuartal 4 tahun 2027," kata Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Senin (21/11/2022).
Menurut Arifin, proyek hasil kerja sama antara Pertamina bersama PTBA dan Air Products ini akan memberikan keuntungan yang luar biasa bagi negara, antara lain yakni menekan impor LPG hingga 1 juta ton per tahun dengan produksi DME 1,4 juta ton per tahun.
Berikutnya, meningkatkan ketahanan energi nasional, penyerapan tenaga kerja sebesar 10.600 orang (tahap konstruksi) dan 8.000 orang (tahap operasi).
Selain itu, proyek ini juga menambah investasi asing hingga sekitar US$ 2,1 miliar dan menghemat devisa pengadaan LPG impor hingga Rp 9,14 triliun per tahun.
Seperti diketahui, setelah penantian yang cukup lama, Presiden Joko Widodo akhirnya beberapa waktu lalu meresmikan dimulainya pembangunan alias ground breaking proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Hilirisasi batu bara sendiri sejatinya sudah diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Hampir 12 tahun menunggu, akhirnya proyek hilirisasi batu bara, khususnya untuk proyek gasifikasi menjadi DME, baru bisa segera terwujud.
"Saya sudah berkali-kali sampaikan mengenai hilirisasi industrialisasi. Pentingnya mengurangi impor. Sudah enam tahun lalu saya perintah, Alhamdulillah hari ini meski dalam jangka panjang belum bisa dimulai, Alhamdulillah bisa kita mulai hari ini," kata Jokowi saat ground breaking proyek DME di Tanjung Enim, Senin (24/1/2022).
Dengan adanya 'pabrik' gasifikasi batu bara ini, nantinya batu bara dapat diolah dengan proses gasifikasi untuk menjadi DME. Karakteristik DME ini memiliki kemiripan dengan komponen Liquefied Petroleum Gas (LPG), yaitu terdiri atas propan dan butana, sehingga penanganan DME dapat diterapkan sesuai LPG. Oleh karena itu, DME ini bisa menjadi pengganti LPG.
"Impor LPG kita itu gede banget. Mungkin Rp 80 triliun dari kebutuhan Rp 100 triliun. Itu pun harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena subsidi Rp 60-Rp 70 triliun," katanya.
"Pertanyaan saya, apakah ini mau kita terus-terusan? Impor terus? Yang untung negara lain, yang terbuka lapangan kerja juga di negara lain. Padahal kita memiliki raw material-nya," jelasnya.
Jokowi mengaku telah memerintahkan hilirisasi batu bara sejak enam tahun lalu. Namun, eks Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan bahwa Indonesia sudah terlalu lama terjebak dalam zona nyaman.
(wia) Next Article Sstt.. Ada Kabar Air Products Mundur dari Proyek DME RI?
