
Penjelasan Lengkap Sri Mulyani-Mahfud Soal Transaksi Rp349 T!

Sri Mulyani menjelaskan dari 300 surat yang diterimanya, sebanyak 65 surat berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau perorangan, yang tidak bersinggungan dengan pegawai Kementerian Keuangan.
Namun ke-300 surat tersebut tetap dikirimkan ke Kemenkeu, karena berkaitan dengan transaksi ekonomi yang menyangkut transaksi para eksportir dan importir. Artinya transaksi ini bersangkutan dengan kepabeanan dan pajak.
"Berisi rekapitulasi data hasil analisa dan hasil pemeriksaan, serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi Kemenkeu pada 2009-2023. Lampiran itu daftar surat yang ada disitu 300 surat, dengan nilai transaksi Rp 349 triliun," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani merinci, dari 300 surat dari PPATK tersebut, 65 surat mengenai transaksi perekonomian senilai Rp 253 triliun. Baik itu perdagangan, pergantian properti, yang ditengarai mencurigakan dan dikirimkan ke Kementerian Keuangan, untuk bisa ditindaklanjuti.
Kemudian 99 surat lainnya yang dikirim PPATK kepada aparat penegak hukum, dengan nilai transaksi Rp 74 triliun.
Selanjutnya, ada 135 surat dari PPATK menyangkut pegawai Kemenkeu, yang nilainya jauh lebih kecil dari nilai yang tidak menyangkut pegawai Kemenkeu. Namun, Sri Mulyani tidak merinci, berapa nilai transaksi mencurigakan yang melibatkan pegawai Kemenkeu.
Ada juga, surat yang paling menonjol yang dikirimkan PPATK yakni surat bernomor 205/TR.01.2020 yang dikirimkan pada 19 Mei 2020. Dalam surat ini menyatakan adanya transaksi mencurigakan sebesar Rp 189,273 triliun hanya dari satu surat.
"Dalam surat yang disampaikan oleh PPATK disebutkan terdapat 15 individu dan entitas perusahaan dan nama orang yang tersangkut Rp189,283 triliun dengan transaksi tahun 2017-2019," jelas Sri Mulyani.
Saat menerima surat ini, Menkeu menegaskan langsung menindaklanjuti dengan meneliti dan penyelidikan surat tersebut ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Berdasarkan hasil penyelidikan DJP dan DJBC, 15 perusahan tersebut telah melakukan kegiatan ekspor, impor emas batangan dan emas perhiasan, serta kegiatan money changer dan kegiatan lainnya.
Sri Mulyani merinci, entitas impor emas batangan senilai Rp 326 miliar pada 2017, naik menjadi Rp 5,6 triliun pada 2018, dan pada 2019 turun drastis ke Rp 8 triliun. Sementara untuk ekspornya senilai Rp 4,7 triliun pada 2017, kemudian turun menjadi Rp 3,5 triliun pada 2018, dan turun menjadi Rp 3,6 triliun pada 2019.
"Pada saat yang sama, waktu Bea Cukai tidak ditemukan di Bea Cukai adanya kecurigaan, maka pajak masuk," jelas Sri Mulyani.
(cap/cap)