
Star Wars! AS Ancam Perang Luar Angkasa dengan Rusia-China

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Amerika Serikat (AS) mengaku siap melaksanakan perang luar angkasa dengan Rusia dan China bila diperlukan. Hal ini terjadi saat hubungan antara Washington dan dua negara besar itu memanas.
Komando Luar Angkasa AS, Brigadir Jenderal Jesse Morehouse, mengatakan agresi Rusia dan visi China untuk menjadi kekuatan luar angkasa yang dominan pada pertengahan abad, telah membuat AS 'tidak punya pilihan'. Paman Sam kini mempersiapkan diri untuk pertempuran di orbit.
"AS siap untuk bertempur malam ini di luar angkasa jika perlu,"Â kata Morehouse kepada wartawan dalam pengarahan di kedutaan AS di London yang dikutip Guardian, Senin, (29/5/2023).
Jika seseorang mengancam AS, atau salah satu kepentingan kami, termasuk sekutu dan mitra kami yang memiliki perjanjian dukungan pertahanan timbal balik, kami siap bertarung malam ini," tegasnya.
Satelit mendukung sebagian besar kehidupan modern, mulai dari sistem perbankan hingga prakiraan cuaca, dan sangat penting untuk operasi militer melalui pengumpulan intelijen, komunikasi, dan navigasi. Tetapi ketergantungan yang berlebihan pada satelit berarti serangan terhadap aset itu dapat memiliki konsekuensi yang luas.
Empat negara, yaitu China, AS, India, dan Rusia, telah menguji kemampuan anti-satelit dengan menghancurkan satelitnya sendiri dengan rudal dari darat. Namun, aksi semacam itu dilarang oleh AS tahun lalu karena menciptakan awan puing yang sangat besar yang membahayakan satelit lain selama beberapa dekade.
Ketika Rusia menembak jatuh salah satu satelitnya sendiri pada tahun 2021, ledakan menghujani orbitnya dengan lebih dari 1.500 fragmen terlacak. Menurut Morehouse, hal itu mirip dengan ledakan senjata nuklir di halaman sendiri.
"AS akan terus mengembangkan teknologi anti-satelit bukan karena kami ingin berperang malam ini, tetapi karena itulah cara terbaik untuk mencegah terjadinya konflik," tambahnya.
Hubungan antara AS dengan China dan Rusia memanas baru-baru ini. Bahkan, panasnya hubungan mereka dibumbui dengan retorika terkait perang nuklir.
Dengan China, Washington memiliki persoalan perang dagang dan juga pengakuan Beijing atas Taiwan. Dengan meningkatnya wacana serangan Taiwan ke pulau itu, Presiden AS Joe Biden menegaskan akan melindungi Taipei bila serbuan China benar-benar terjadi.
Dengan Rusia, hubungan AS memanas akibat serangan Moskow ke Ukraina. Washington terus menerus menyuplai Kyiv dengan senjata untuk mengusir pasukan Rusia, yang akhirnya juga dibalas Kremlin dengan pembatalan perjanjian pengurangan senjata nuklir serta penempatan senjata berbahaya itu di Belarus.
Sejauh ini, baik China dan Rusia juga sedang mengerjakan pesawat ruang angkasa yang mampu melakukan operasi anti-satelit. Pada tahun 2020, AS menuduh Rusia meluncurkan proyektil dari salah satu dari dua satelit yang membuntuti satelit mata-mata AS.
China telah meluncurkan satelit dengan lengan robot yang mampu menangkap satelit lain dan menempatkan bahan peledak di nozzle pendorong satelit musuh. Bahan peledak dirancang untuk tidak terdeteksi dalam waktu lama dan ketika diledakkan menyerupai kerusakan mesin yang tidak berbahaya.
Di luar senjata yang menangkap, menabrak, atau menembak jatuh target, ada juga adalah pendekatan lain yang merangkap teknologi pengganggu siaran satelit, atau perusakan perangkat keras dengan laser, semprotan kimia, dan gelombang mikro berkekuatan tinggi.
Meski begitu, Morehouse mengaku Negeri Paman Sam tak akan bergeming. AS disebutnya memiliki berbagai kemampuan luar angkasa yang canggih, dan ia mencontohkan kecanggihan teknologi luar angkasa Washington dengan Starlink, yang dibuat oleh Elon Musk, saat ditugaskan ke Ukraina.
Morehouse mengatakan kegunaan Starlink di Ukraina adalah betapa tangguhnya satelit itu bisa digunakan. Menurutnya, jaringan komunikasi terdiri dari ribuan satelit kecil di orbit rendah Bumi yang mudah diganti dan diperbarui untuk melawan ancaman yang mereka hadapi.
"Tidak masuk akal bagi Rusia untuk mencoba menembak jatuh satu karena jumlahnya ribuan dan mereka (Moskow) tidak memiliki ribuan rudal anti-satelit," tegasnya lagi.
"Jelas Ukraina tidak memiliki kemampuan ruang militer organik untuk menyerang dalam cara atau bentuk apa pun. Tapi, mereka sangat agresif bila mencoba meniadakan layanan komersial tersebut, yang menurut saya akan menjadi bagian normal dari peperangan di masa depan," tegasnya.
(sef/sef) Next Article Terungkap Negara Paling Ditakuti Amerika, Bukan Rusia